Hasil Pungutan Dibagi ke Kadus, Ketua Bumdes hingga BPD
Sidang Perbekel Pemecutan Kaja Kasus Korupsi Pungutan Desa
Perbekel Desa Pemecutan Kaja, Denpasar Utara, AA Ngurah Arwatha, 48, menjalani sidang perdana kasus dugaan korupsi pungutan desa di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa (28/1) sore.
DENPASAR, NusaBali
Dalam sidang terungkap, Perbekel dua periode (2010-2016 dan 2016-2022) membagi-bagikan uang hasil pungutan tersebut ke perangkat dibawahnya.
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nengah Astawa dan I Gusti Ayu Rai Artini terungkap jika uang hasil pungutan tersebut mengalir mulai dari Perbekel, Kepala Dusun, Ketua Bumdes hingga BPD (Badan Pemusyawaratan Desa). Dijelaskan, kasus ini berawal dari pungutan desa terhadap toko, pedagang, dan pasar desa yang dipungut petugas dari Desa Pemecutan Kaja atas perintah perbekel. Petugas linmas memberikan pungutan dengan cara memberikan karcis senilai Rp 3 ribu jika pengunjungnya ramai. Jika pengunjungnya sepi diberi karcis senilai Rp 2 ribu.
Karcis bertuliskan punia BUMDes itu dipungut setiap hari. Hasil pungutan kemudian disetorkan ke bendahara desa. “Selain melakukan pungutan pada pedagang pasar, juga melakukan pungutan pada pengusaha toko dengan karcis kisaran Rp 15.000 – 250.000 tiap bulan per toko, tergantung jenis usaha. Petugas melakukan pungutan terhadap 27 – 30 pedagang dengan setoran Rp 125.000/hari atau sekitar Rp 3.000.000 per bulan,” lanjut JPU.
Di awal kepemimpinan Arwatha pada 2010-2016, pungutan ini dimasukkan ke kas desa dan dijabarkan ke APBDes. Namun dimasa kedua kepemimpinannya yaitu mulai 2017-2018, uang pungutan dari toko, pedagang dan pasar desa tidak dimasukkan ke kas desa. Selain itu, penggunaan uang pungutan itu juga tidak sesuai APBDes. Pasalnya, hasil pungutan tersebut langsung dibagi oleh Perbekel Arwatha ke perangkat desa dan penyertaan modal desa BUMDes. “Terdakwa telah memperkaya diri sendiri, perangkat desa, kepala dusun, dan anggota BPD sebesar Rp 117.509.500 dan memperkaya BUMDes Rp 72.592.500, mengakibatkan kerugian negara Rp 190.102.000,” tegas JPU.
Dalam dakwaan primer, perbuatan terdakwa diancam pidana Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedang dalam dakwaan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU yang sama. Menanggapi dakwaan jaksa, terdakwa melalui pengacaranya Made Adi Mustika tidak mengajukan eksepsi. *rez
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nengah Astawa dan I Gusti Ayu Rai Artini terungkap jika uang hasil pungutan tersebut mengalir mulai dari Perbekel, Kepala Dusun, Ketua Bumdes hingga BPD (Badan Pemusyawaratan Desa). Dijelaskan, kasus ini berawal dari pungutan desa terhadap toko, pedagang, dan pasar desa yang dipungut petugas dari Desa Pemecutan Kaja atas perintah perbekel. Petugas linmas memberikan pungutan dengan cara memberikan karcis senilai Rp 3 ribu jika pengunjungnya ramai. Jika pengunjungnya sepi diberi karcis senilai Rp 2 ribu.
Karcis bertuliskan punia BUMDes itu dipungut setiap hari. Hasil pungutan kemudian disetorkan ke bendahara desa. “Selain melakukan pungutan pada pedagang pasar, juga melakukan pungutan pada pengusaha toko dengan karcis kisaran Rp 15.000 – 250.000 tiap bulan per toko, tergantung jenis usaha. Petugas melakukan pungutan terhadap 27 – 30 pedagang dengan setoran Rp 125.000/hari atau sekitar Rp 3.000.000 per bulan,” lanjut JPU.
Di awal kepemimpinan Arwatha pada 2010-2016, pungutan ini dimasukkan ke kas desa dan dijabarkan ke APBDes. Namun dimasa kedua kepemimpinannya yaitu mulai 2017-2018, uang pungutan dari toko, pedagang dan pasar desa tidak dimasukkan ke kas desa. Selain itu, penggunaan uang pungutan itu juga tidak sesuai APBDes. Pasalnya, hasil pungutan tersebut langsung dibagi oleh Perbekel Arwatha ke perangkat desa dan penyertaan modal desa BUMDes. “Terdakwa telah memperkaya diri sendiri, perangkat desa, kepala dusun, dan anggota BPD sebesar Rp 117.509.500 dan memperkaya BUMDes Rp 72.592.500, mengakibatkan kerugian negara Rp 190.102.000,” tegas JPU.
Dalam dakwaan primer, perbuatan terdakwa diancam pidana Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedang dalam dakwaan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU yang sama. Menanggapi dakwaan jaksa, terdakwa melalui pengacaranya Made Adi Mustika tidak mengajukan eksepsi. *rez
1
Komentar