Sampah Ancam Kelestarian Mangrove
Sampah berupa plastik, kain, botol, dan sejenisnya nyangkut di akar dan tanaman mangrove di kawasan Tuban, Kecamatan Kuta, Badung.
MANGUPURA, NusaBali
Sampah-sampah tersebut lebihbanyak yang nyangkut di tanaman mangrove yang berumur kurang dari lima tahun. Jika tak segera disingkirkan, sampah-sampah tersebut bisa mengganggu kelangsungan hidup tanaman mangrove.
Sekretaris Kelompok Nelayan Wanasari Agus Diana, menjelaskan, sampah-sampah yang mengalir hanyut ke Teluk Benoa selama ini banyak membunuh bibit mangrove yang baru ditanam. Kondisi ini sangat disayangkan, karena penanaman pohon mangrove ini dilakukan oleh pelajar, masyarakat, dan bahkan anak-anak.
“Kami sangat menyayangkan, karena selain mengancam hutan mangrove, sampah juga membuat polusi dan mengganggu biota yang hidup di dalamnya. Misalnya kepiting dan ikan yang paling sering dicari nelayan. Sebanyak 25.000 bibit mangrove yang ditanam sejak tahun 2009 hingga kini yang hidup sekitar 70 persen saja,” tutur Agus Diana, Minggu (7/8).
Dijelaskannya, sampah yang mengalir ke perairan Teluk Benoa setiap tahunnya terus meningkat. Melihat kondisi itu nelayan Wanasari membuat program ekowisata dengan melakukan berbagai kegiatan seperti penanaman, perawatan, dan juga pembibitan mangrove.
“Tanpa adanya dukungan seluruh masyarakat, program pembibitan, perawatan, dan penanaman ini tak akan berhasil. Oleh karena itu kami sangat berharap agar sampah di Tukad Mati dan Tukad Badung bisa dijaring sebelum hanyut ke teluk,” ucap Agus Diana. * cr64
Sampah-sampah tersebut lebihbanyak yang nyangkut di tanaman mangrove yang berumur kurang dari lima tahun. Jika tak segera disingkirkan, sampah-sampah tersebut bisa mengganggu kelangsungan hidup tanaman mangrove.
Sekretaris Kelompok Nelayan Wanasari Agus Diana, menjelaskan, sampah-sampah yang mengalir hanyut ke Teluk Benoa selama ini banyak membunuh bibit mangrove yang baru ditanam. Kondisi ini sangat disayangkan, karena penanaman pohon mangrove ini dilakukan oleh pelajar, masyarakat, dan bahkan anak-anak.
“Kami sangat menyayangkan, karena selain mengancam hutan mangrove, sampah juga membuat polusi dan mengganggu biota yang hidup di dalamnya. Misalnya kepiting dan ikan yang paling sering dicari nelayan. Sebanyak 25.000 bibit mangrove yang ditanam sejak tahun 2009 hingga kini yang hidup sekitar 70 persen saja,” tutur Agus Diana, Minggu (7/8).
Dijelaskannya, sampah yang mengalir ke perairan Teluk Benoa setiap tahunnya terus meningkat. Melihat kondisi itu nelayan Wanasari membuat program ekowisata dengan melakukan berbagai kegiatan seperti penanaman, perawatan, dan juga pembibitan mangrove.
“Tanpa adanya dukungan seluruh masyarakat, program pembibitan, perawatan, dan penanaman ini tak akan berhasil. Oleh karena itu kami sangat berharap agar sampah di Tukad Mati dan Tukad Badung bisa dijaring sebelum hanyut ke teluk,” ucap Agus Diana. * cr64
1
Komentar