Polisi Meninggal Usai Tolong Pengiring yang Jatuh
Musibah Maut Saat Prosesi Ritual Melasti di Pura Luhur Tanah Lot
Musibah maut terjadi saat prosesi ritual melasti rangkaian Karya Pengurip Gumi di Pura Luhur Batukaru, Desa Wongaya Gede, Kecamatan Penebel, Tabanan pada Buda Wage Warigadean, Rabu (29/1) malam.
TABANAN, NusaBali
Seorang polisi dari Satuan Pol Air Polres Tabanan, Aipda I Made Arya, 42, meninggal mendadak usai menolong salah seorang pengiring yang jatuh dari tebing Pura Luhur Tanah Lot, Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Tabanan.
Pengiring yang jatuh dari ketinggian tebing Pura Luhur Tanah Lot hari itu yang kemudian ditolong oleh Aipda I Made Arya adalah I Wayan Sugandi, 64, asal---. Pasca jatuh, Wayan Sugandi mengalami patah tulang pangkal paha kiri dan pergelangan tangan kiri.
Informasi yang dihimpun NusaBali, musibah pengiring melasti jatuh dari tebing Pura Luhur Tanah Lot tersebut terjadi Rabu malam sekitar pukul 19.45 Wita. Saat itu, Aipda Made Arya, polisi asal Banjar Mal Mundeh, Desa Pandak Bandung, Kecamatan Kediri, Tabanan sedang bertugas mengamankan prosesi ritual Melasti Pengurip Gumi bersama tiga rekannya, yakni Bripka I Nyoman Subagiarta, Bripka I Made Sukerta, dan Brigadir Agus Setiawan.
Pas saat hujan lebat dan sedang berlangsung ritual pemelastian, 4 anggota Polair Polres Tabanan ini mendengar informasi ada pengiring jatuh dari tebing sebelah timur Pura Luhur Uluwati. Nah, Aipda Made Arya pun langsung berusaha memberikan pertolongan.
Sebenarnya, Aipda Made Arya sudah disarankan rekannya untuk tidak usah ikut menolong, karena sempat mengeluh badan dingin. Namun, karena sedang bertugas, Aipda Made Arya tetap ikut membantu Wayan Sugandi, pengiring asal Banjar Piling Tengah, Desa Mangesta, Kecamatan Penebel yang jatuh dari tebing itu. Bahkan, polisi berusia 42 tahun ini ikut menggotong korban Wayan Sugandi menggunakan tandu menuju Pos Subsektor Tanah Lot.
Setelah ambulans datang, Aipda Made Arya juga masih ikut bantu menaikkan korban Wayan Sugandi yang hendak dibawa ke BRSUD Tabanan. Kemudian, Aipda Made Arya bersama 3 rekannya kembali bertugas dan turun ke lokasi pemelastian. Namun, baru berjalan sekitar 50 meter dari Pos Subsektor Tanah Lot, Aipda Made Arya langsung ambruk ke belakang. Sebelum ambruk, dia sempat memegangi tangan Brigadir I Nyoman Subagiarta.
Aipda Made Arya pun langsung dibawa ke Pos Polisi dan diberikan pertolongan awal, sembari menunggu ambulans datang. Setelah ambulans datang, Aipda Made Arya langsung dibawa ke RS Nyitdah di Desa Nyitdh, Kecamatan Kediri. Namun sayang, nyawanya tak tertolong. Saat tiba di RS Nyitdah, Aipda Made Arya dinyatakan sudah meninggal.
Polisi yang merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara pasangan I Made Jebeg dan Ni Nyoman Raweg ini diduga meninggal mendadak akibat serangan jantung. “Sesuai hasil diagnose dokter, dikatakan ada serangan jantung,” ungkap Kasubag Humas Polres Tabanan, Iptu I Made Budiarta, saat dikonfirmasi NusaBali, Jumat (31/1).
Hingga Jumat kemarin, jenazah Aipda Made Arya masih disemayamkan di rumah duka kawasan Banjar Mal Mundeh, Desa Pandak Bandung, Kecamatan Kediri. Jenazah almarhum rencananya akan diabenkan di Setra Desa Adat Mal Mundeh pada Anggara Kliwon Juluwangi, Selasa (4/1) depan. Almarhum berpulang buat selamanya dengan meninggalkan istri tercinta Ni Luh Murti, 50, serta tiga anak perempuan: Ni Putu Melisa Arya Putri, 20, Ni Kadek Wahyuni Arya Utari, 15, dan Ni Ko-mang Trisna Arya Putri, 10.
Pantauan NusaBali, suasana pilu mewarnai rumah duka, Jumat kemarin. Tiga putri almarhum tampak menangis tiada henti, bahkan si sulung Putu Melisa Arya Putri sampai jatuh pingsan.
Menurut istri almarhum, Ni Luh Murti, awalnya dia mendengar kabar musibah maut ini dari rekan suaminya yang pulang ke rumah, Rabu malam sekitar pukul 21.00 Wita. "Saya terkejut sampai teriak, karena tidak percaya. Sebab, sebelumnya bapak pergi kerja dalam kondisi sehat," cerita Luh Murti seraya menyebut almahum hari itu berangkat kerja pagi sekitar pukul 06.00 Wita.
Versi Luh Murti, tidak ada pesan khusus atau keluhan apa pun yang disampaikan almarhum Aipda Made Arya sebelum musibah maut. Hanya saja, Rabu sore saat hujan deras, sempat muncul petir di depan dapur. Gelagat aneh lainnya, saat berangkat kerja, almarhum membnerikanm uang kepada putrinya secara sembunyi-sembunyi. "Padahal, biasanya bapak kasi ke anak-anak secara terang-terangan. Tapi, ini kok tumben ngumpet," beber Luh Murti.
Aipda Made Arya sendiri sempat selama 12 tahun bertugas di Kalimantan, sebelum kemudian dipindahkan ke Bali pada 2008. Saat itu, almarhum bertugas di Pol Air Benoa, Denpasar Selatan. Barulah pada 2018 lalu, almarhum dipindahkan ke Sat Pol Air Polres Tabanan. *des
Pengiring yang jatuh dari ketinggian tebing Pura Luhur Tanah Lot hari itu yang kemudian ditolong oleh Aipda I Made Arya adalah I Wayan Sugandi, 64, asal---. Pasca jatuh, Wayan Sugandi mengalami patah tulang pangkal paha kiri dan pergelangan tangan kiri.
Informasi yang dihimpun NusaBali, musibah pengiring melasti jatuh dari tebing Pura Luhur Tanah Lot tersebut terjadi Rabu malam sekitar pukul 19.45 Wita. Saat itu, Aipda Made Arya, polisi asal Banjar Mal Mundeh, Desa Pandak Bandung, Kecamatan Kediri, Tabanan sedang bertugas mengamankan prosesi ritual Melasti Pengurip Gumi bersama tiga rekannya, yakni Bripka I Nyoman Subagiarta, Bripka I Made Sukerta, dan Brigadir Agus Setiawan.
Pas saat hujan lebat dan sedang berlangsung ritual pemelastian, 4 anggota Polair Polres Tabanan ini mendengar informasi ada pengiring jatuh dari tebing sebelah timur Pura Luhur Uluwati. Nah, Aipda Made Arya pun langsung berusaha memberikan pertolongan.
Sebenarnya, Aipda Made Arya sudah disarankan rekannya untuk tidak usah ikut menolong, karena sempat mengeluh badan dingin. Namun, karena sedang bertugas, Aipda Made Arya tetap ikut membantu Wayan Sugandi, pengiring asal Banjar Piling Tengah, Desa Mangesta, Kecamatan Penebel yang jatuh dari tebing itu. Bahkan, polisi berusia 42 tahun ini ikut menggotong korban Wayan Sugandi menggunakan tandu menuju Pos Subsektor Tanah Lot.
Setelah ambulans datang, Aipda Made Arya juga masih ikut bantu menaikkan korban Wayan Sugandi yang hendak dibawa ke BRSUD Tabanan. Kemudian, Aipda Made Arya bersama 3 rekannya kembali bertugas dan turun ke lokasi pemelastian. Namun, baru berjalan sekitar 50 meter dari Pos Subsektor Tanah Lot, Aipda Made Arya langsung ambruk ke belakang. Sebelum ambruk, dia sempat memegangi tangan Brigadir I Nyoman Subagiarta.
Aipda Made Arya pun langsung dibawa ke Pos Polisi dan diberikan pertolongan awal, sembari menunggu ambulans datang. Setelah ambulans datang, Aipda Made Arya langsung dibawa ke RS Nyitdah di Desa Nyitdh, Kecamatan Kediri. Namun sayang, nyawanya tak tertolong. Saat tiba di RS Nyitdah, Aipda Made Arya dinyatakan sudah meninggal.
Polisi yang merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara pasangan I Made Jebeg dan Ni Nyoman Raweg ini diduga meninggal mendadak akibat serangan jantung. “Sesuai hasil diagnose dokter, dikatakan ada serangan jantung,” ungkap Kasubag Humas Polres Tabanan, Iptu I Made Budiarta, saat dikonfirmasi NusaBali, Jumat (31/1).
Hingga Jumat kemarin, jenazah Aipda Made Arya masih disemayamkan di rumah duka kawasan Banjar Mal Mundeh, Desa Pandak Bandung, Kecamatan Kediri. Jenazah almarhum rencananya akan diabenkan di Setra Desa Adat Mal Mundeh pada Anggara Kliwon Juluwangi, Selasa (4/1) depan. Almarhum berpulang buat selamanya dengan meninggalkan istri tercinta Ni Luh Murti, 50, serta tiga anak perempuan: Ni Putu Melisa Arya Putri, 20, Ni Kadek Wahyuni Arya Utari, 15, dan Ni Ko-mang Trisna Arya Putri, 10.
Pantauan NusaBali, suasana pilu mewarnai rumah duka, Jumat kemarin. Tiga putri almarhum tampak menangis tiada henti, bahkan si sulung Putu Melisa Arya Putri sampai jatuh pingsan.
Menurut istri almarhum, Ni Luh Murti, awalnya dia mendengar kabar musibah maut ini dari rekan suaminya yang pulang ke rumah, Rabu malam sekitar pukul 21.00 Wita. "Saya terkejut sampai teriak, karena tidak percaya. Sebab, sebelumnya bapak pergi kerja dalam kondisi sehat," cerita Luh Murti seraya menyebut almahum hari itu berangkat kerja pagi sekitar pukul 06.00 Wita.
Versi Luh Murti, tidak ada pesan khusus atau keluhan apa pun yang disampaikan almarhum Aipda Made Arya sebelum musibah maut. Hanya saja, Rabu sore saat hujan deras, sempat muncul petir di depan dapur. Gelagat aneh lainnya, saat berangkat kerja, almarhum membnerikanm uang kepada putrinya secara sembunyi-sembunyi. "Padahal, biasanya bapak kasi ke anak-anak secara terang-terangan. Tapi, ini kok tumben ngumpet," beber Luh Murti.
Aipda Made Arya sendiri sempat selama 12 tahun bertugas di Kalimantan, sebelum kemudian dipindahkan ke Bali pada 2008. Saat itu, almarhum bertugas di Pol Air Benoa, Denpasar Selatan. Barulah pada 2018 lalu, almarhum dipindahkan ke Sat Pol Air Polres Tabanan. *des
Komentar