Kematian Babi di Gianyar Meluas
Jangan membuang ternak yang sudah mati ke sungai, saluràn irigasi, atau tempat pembuangan akhir (TPA).
GIANYAR, NusaBali
Kasus kematian babi secara mendadak dan beruntun semakin meluas di Kabupaten Gianyar. Setelah puluhan babi mati milik warga Banjar Abasan, Desa Singapadu Tengah, Kecamatan Sukawati, kali ini kasus yang sama dialami oleh peternak babi, I Nyoman Supata asal Banjar Mas, Desa Sayan, Kecamatan Ubud. Babi yang mati itu pun dikuburnya, Minggu (2/2). Kasus ini mengakibatkan Supata mengalami kerugian mencapai Rp 25 juta.
Dia menyampaikan, sabelum mati, pertama kali babinya mengalami sakit yang ditandai dengan tidak mau makan. Selanjutnya, sejak tiga hari belakangan babinya mati mendadak secara bertahap. “Tiga hari lalu sudah empat yang mati, sedangkan hari ini (Minggu kemarin,Red) lagi dua. Terdapat dua babi yang tengah hamil dan satu babi pejantan,” jelasnya.
Supata mengatakan, selain babi miliknya, salah satu tetangganya yang beternak babi juga mengalami hal yang sama. Hanya saja dengan jumlah yang lebih sedikit. “Tetangga ada juga mengalami yang sama, tetapi yang mati hanya dua. Kemarin sempat cari dokter hewan, sudah disuntik, tidak mempan, disemprot diberikan obat juga tidak ada reaksinya,” imbuh ayah dua anak tersebut.
Dikonfirmasi terpisah, Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Keswan Kesmas Vet) Dinas Pertanian Gianyar I Made Santi Arka Wijaya, seizin Kadis Pertanian I Made Raka, menjelaskan masih mendata jumlah kematian babi di Gianyar. Pendataan sedang dilakukan oleh masing-masing UPT Keswan di setiap kecamatan agar data yang didapatkan lebih rinci dan pasti. “Seperti kasus babi mati mendadak di Banjar Baung, Desa Sayan, Ubud, apakah karena terpapar virus African Swine Fever (ASF) atau bukan. Kami tidak bisa memastikannya dulu, karena belum ada laporan,” jelasnya.
Santi Arka mengaku jika saat pendataan dilakukan, peternak kerap menyembunyikan kasus kematian babi. Sehingga hal itu yang membuat salah satu kendala bagi petugasnya untuk melakukan pendataan. “Katanya banyaknya kasus babi yang mati mendadak dapat memengaruhi harga babi. Sedangkan kasus yang baru ada di data kami baru di Banjar Abasan, Desa Singapadu Tengah tersebut untuk dibawa ke lab,” imbuhnya.
Guna menyikapi melausnya kasus penyakit dan kematian babi di Gianyar, dia akan kembali menyosialisasikan. Agar para peternak babi dan masyarakat dapat mengambil langkah – langkah yang harus dilakukan. “Bagi peternak yang ternak babinya sudah terjangkit, babi babi harus dikubur. Jangan membuang ternak yang sudah mati ke sungai, saluràn irigasi, atau tempat pembuangan akhir (TPA). Jangan menjual ternak sakit atau mati untuk mencegah penyebaran penyakit, dan jika kandang sudah kosong untuk sementara jangan dulu memasukkan babi sampai situasi penyakit sudah terkendali,” bebernya.
Bagi peternak yang babinya masih sehat dan belum tertular diharapkan dapat melakukan pencegahan dengan menerapkan biosecurity yang ketat. Caranya dengan tetap menjaga kebersihan dan sanitasi kandang dengan menyemprotkan disinfektan dua kali dalam sehari. Pengawasan yang ketat kepada setiap orang keluar masuk kandang, sebelum dan sesudah masuk kandang mandi dulu dan menggunakan pakaian, sepatu dan peralatan lainnya yang sudah didesinfeksi. “Jika babinya akan dijual, jangan dengan peralatannya. Petugas kandang yang mengeluarkan babinya dengan mempergunakan keranjang (bangsung) milik sendiri. Semua peralatan yang digunakan harus dilakukan desinfeksi. Sedangkan bagi masyarakat, penyakit ini tidak bersifat penyakit zoonosis, artinya penyakit ini tidak menular ke manusia. Aman mengkonsumsi daging babi jika berasal dari babi yang sehat dan dimasak sampai matang,” pintanya. *nvi
Dia menyampaikan, sabelum mati, pertama kali babinya mengalami sakit yang ditandai dengan tidak mau makan. Selanjutnya, sejak tiga hari belakangan babinya mati mendadak secara bertahap. “Tiga hari lalu sudah empat yang mati, sedangkan hari ini (Minggu kemarin,Red) lagi dua. Terdapat dua babi yang tengah hamil dan satu babi pejantan,” jelasnya.
Supata mengatakan, selain babi miliknya, salah satu tetangganya yang beternak babi juga mengalami hal yang sama. Hanya saja dengan jumlah yang lebih sedikit. “Tetangga ada juga mengalami yang sama, tetapi yang mati hanya dua. Kemarin sempat cari dokter hewan, sudah disuntik, tidak mempan, disemprot diberikan obat juga tidak ada reaksinya,” imbuh ayah dua anak tersebut.
Dikonfirmasi terpisah, Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Keswan Kesmas Vet) Dinas Pertanian Gianyar I Made Santi Arka Wijaya, seizin Kadis Pertanian I Made Raka, menjelaskan masih mendata jumlah kematian babi di Gianyar. Pendataan sedang dilakukan oleh masing-masing UPT Keswan di setiap kecamatan agar data yang didapatkan lebih rinci dan pasti. “Seperti kasus babi mati mendadak di Banjar Baung, Desa Sayan, Ubud, apakah karena terpapar virus African Swine Fever (ASF) atau bukan. Kami tidak bisa memastikannya dulu, karena belum ada laporan,” jelasnya.
Santi Arka mengaku jika saat pendataan dilakukan, peternak kerap menyembunyikan kasus kematian babi. Sehingga hal itu yang membuat salah satu kendala bagi petugasnya untuk melakukan pendataan. “Katanya banyaknya kasus babi yang mati mendadak dapat memengaruhi harga babi. Sedangkan kasus yang baru ada di data kami baru di Banjar Abasan, Desa Singapadu Tengah tersebut untuk dibawa ke lab,” imbuhnya.
Guna menyikapi melausnya kasus penyakit dan kematian babi di Gianyar, dia akan kembali menyosialisasikan. Agar para peternak babi dan masyarakat dapat mengambil langkah – langkah yang harus dilakukan. “Bagi peternak yang ternak babinya sudah terjangkit, babi babi harus dikubur. Jangan membuang ternak yang sudah mati ke sungai, saluràn irigasi, atau tempat pembuangan akhir (TPA). Jangan menjual ternak sakit atau mati untuk mencegah penyebaran penyakit, dan jika kandang sudah kosong untuk sementara jangan dulu memasukkan babi sampai situasi penyakit sudah terkendali,” bebernya.
Bagi peternak yang babinya masih sehat dan belum tertular diharapkan dapat melakukan pencegahan dengan menerapkan biosecurity yang ketat. Caranya dengan tetap menjaga kebersihan dan sanitasi kandang dengan menyemprotkan disinfektan dua kali dalam sehari. Pengawasan yang ketat kepada setiap orang keluar masuk kandang, sebelum dan sesudah masuk kandang mandi dulu dan menggunakan pakaian, sepatu dan peralatan lainnya yang sudah didesinfeksi. “Jika babinya akan dijual, jangan dengan peralatannya. Petugas kandang yang mengeluarkan babinya dengan mempergunakan keranjang (bangsung) milik sendiri. Semua peralatan yang digunakan harus dilakukan desinfeksi. Sedangkan bagi masyarakat, penyakit ini tidak bersifat penyakit zoonosis, artinya penyakit ini tidak menular ke manusia. Aman mengkonsumsi daging babi jika berasal dari babi yang sehat dan dimasak sampai matang,” pintanya. *nvi
1
Komentar