Untung Jelang Galungan Hanya Mimpi
Nasib Peternak Karena Babinya Mati Beruntun
Singapadu Tengah Kecamatan Sukawati, Gianyar, mati beruntun.
GIANYAR, NusaBali
41 ekor babi milik peternak I Nyoman Dana Saputra, 52, di Banjar Abasan, Desa Kini, babi peliharaanya hanya tersisa 2 ekor. Itupun dalam kondisi memprihatinkan.
Ditemui di kediamannya Rabu (5/2), Nyoman Dana hanya bisa meratapi nasib. Bagaimana tidak, menjelang Hari Raya Galungan dan Kuningan semestinya dia panen besar-besaran. Namun kenyataannya, Nyoman Dana harus gigit jari. Dia bahkan mengalami kerugian sekitar Rp 45 juta. “Ada 4 ekor induk yang mati. Salah satunya bahkan sedang hamil. Selain itu, ada seekor babi berat 150 kg, 9 ekor babi berat 70 kg, dan 27 ekor bibit. Jadi total 41 babi saya yang mati,” ungkapnya.
Kondisi serupa, juga dialami temannya sesama peternak di Banjar Abasan. Totalnya sekitar 93 ekor ternak babi yang mati diduga terserang virus. “Babi saya paling banyak mati,” jelasnya. Dijelaskan Nyoman Dana, kejadian pertama babi mati dialami sejak Minggu, 26 Desember 2019 lalu. “Seingat tyang, setelah tumpek, satu induk mati mendadak,” jelasnya. Sejak saat itu, satu persatu babi peliaharaanya mati nyaris bersamaan. “Ciri-cirinya sama, tidak mau makan-minum. Ada bintik-bintik merah di kulit,” jelasnya.
Padahal dari segi kebersihan kandang, babi peliharaan Nyoman Dana termasuk sangat diperhatikan dan dalam pengawasan dokter hewan. “Vaksin sudah rutin, kebersihan kandang saya jaga betul. Makanya saya heran, kok bisa beruntun seperti ini. Sekarang sisa 2 ekor, kondisinya juga sama,” terangnya.
Atas kematian 41 ekor babi peliharaannya itu, Nyoman Dana menguburnya di lahan sekitar kandang babi. “Kuburannya berjejer, hampir semua gundukan ini kuburan babi. Sampai lelah saya terus gali tanah untuk mengubur,” sesalnya. Yang membuatnya tambah sedih, sebelum musibah ini terjadi dirinya sampai minjam uang di koperasi untuk biaya pakan. “Saya berani minjam karena yakin akan bisa jual banyak babi menjelang Galungan. Bahkan ada rencana mau perbaiki tembok, tapi kenyataanya seperti ini,” ujarnya sedih.
Peternak lain, I Nyoman Sudiarta mengaku ternak babinya sudah mati sebanyak 17 ekor diduga terkena virus. Sedangkan 8 ekor masih sisa namun tidak mau makan dan minum serta sudah tidak banyak gerak. Dengan adanya virus ini warga peternak babi di wilayah Banjar Abasan menjadi resah.
Seizin kepala Dinas Pertanian dan Peternakan, Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Keswan Kesmas Vet) Dinas Pertanian Gianyar I Made Santi Arka Wijaya menyampaikan pihaknya mulai menerima hasil penelitian laboratorium. Namun belum semua sampel selesai diuji. “Yang sudah keluar, hasil lab babi yang mati di Desa Kelusa. Itu negatif virus ASF, hanya kekurang asupan kalsium karena menyusui," ujarnya.
Sementara hasil sampel matinya babi di daerah lain masih menunggu dari provinsi. Pertimbangan pihak provinsi tentang hasil tes lab ini yakni karena ada yang minta jangan diumumkan adan ada yang ingin diumumkan. Kepentingannya tidak hanya untuk peternak, tapi juga menyangkut harga di pasaran. "Ada yang ingin di umumkan sebelum Galungan, ada yang minta setelah Kuningan," jelasnya. Pihaknya menegaskan, Pemerintah pasti akan memikirkan kepentingan yang lebih luas.
Dia mengaku tidak ingin seperti di Medan, Sumatera Barat. Seekor saja babi mati dikandangnya, semua babi di sekitarnya dimusnahkan. “Babi yang mati di Gianyar itu kebanyakan dari peternak rumahan, yang notabene kandang kurang terawat, sehingga bila kondisi babi lemah lebih cepat diserang virus,” jelasnya.
Sesuai instruksi, pihaknya masih mengajukan permohonan disinfektan ke Pemprov Bali. Karena persediaan disinfektan sudah minim setelah terpakai untuk penanganan flu burung. “Kami masih mengajukan penambahan disinfektan ke provinsi, untuk menambah persediaan,” ujar Santiarka.
Ditambahkan, kematian babi massal saat ini tidak hanya karena ASF, namun juga karena mencret dan kekurangan kalsium.*nvi
Ditemui di kediamannya Rabu (5/2), Nyoman Dana hanya bisa meratapi nasib. Bagaimana tidak, menjelang Hari Raya Galungan dan Kuningan semestinya dia panen besar-besaran. Namun kenyataannya, Nyoman Dana harus gigit jari. Dia bahkan mengalami kerugian sekitar Rp 45 juta. “Ada 4 ekor induk yang mati. Salah satunya bahkan sedang hamil. Selain itu, ada seekor babi berat 150 kg, 9 ekor babi berat 70 kg, dan 27 ekor bibit. Jadi total 41 babi saya yang mati,” ungkapnya.
Kondisi serupa, juga dialami temannya sesama peternak di Banjar Abasan. Totalnya sekitar 93 ekor ternak babi yang mati diduga terserang virus. “Babi saya paling banyak mati,” jelasnya. Dijelaskan Nyoman Dana, kejadian pertama babi mati dialami sejak Minggu, 26 Desember 2019 lalu. “Seingat tyang, setelah tumpek, satu induk mati mendadak,” jelasnya. Sejak saat itu, satu persatu babi peliaharaanya mati nyaris bersamaan. “Ciri-cirinya sama, tidak mau makan-minum. Ada bintik-bintik merah di kulit,” jelasnya.
Padahal dari segi kebersihan kandang, babi peliharaan Nyoman Dana termasuk sangat diperhatikan dan dalam pengawasan dokter hewan. “Vaksin sudah rutin, kebersihan kandang saya jaga betul. Makanya saya heran, kok bisa beruntun seperti ini. Sekarang sisa 2 ekor, kondisinya juga sama,” terangnya.
Atas kematian 41 ekor babi peliharaannya itu, Nyoman Dana menguburnya di lahan sekitar kandang babi. “Kuburannya berjejer, hampir semua gundukan ini kuburan babi. Sampai lelah saya terus gali tanah untuk mengubur,” sesalnya. Yang membuatnya tambah sedih, sebelum musibah ini terjadi dirinya sampai minjam uang di koperasi untuk biaya pakan. “Saya berani minjam karena yakin akan bisa jual banyak babi menjelang Galungan. Bahkan ada rencana mau perbaiki tembok, tapi kenyataanya seperti ini,” ujarnya sedih.
Peternak lain, I Nyoman Sudiarta mengaku ternak babinya sudah mati sebanyak 17 ekor diduga terkena virus. Sedangkan 8 ekor masih sisa namun tidak mau makan dan minum serta sudah tidak banyak gerak. Dengan adanya virus ini warga peternak babi di wilayah Banjar Abasan menjadi resah.
Seizin kepala Dinas Pertanian dan Peternakan, Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Keswan Kesmas Vet) Dinas Pertanian Gianyar I Made Santi Arka Wijaya menyampaikan pihaknya mulai menerima hasil penelitian laboratorium. Namun belum semua sampel selesai diuji. “Yang sudah keluar, hasil lab babi yang mati di Desa Kelusa. Itu negatif virus ASF, hanya kekurang asupan kalsium karena menyusui," ujarnya.
Sementara hasil sampel matinya babi di daerah lain masih menunggu dari provinsi. Pertimbangan pihak provinsi tentang hasil tes lab ini yakni karena ada yang minta jangan diumumkan adan ada yang ingin diumumkan. Kepentingannya tidak hanya untuk peternak, tapi juga menyangkut harga di pasaran. "Ada yang ingin di umumkan sebelum Galungan, ada yang minta setelah Kuningan," jelasnya. Pihaknya menegaskan, Pemerintah pasti akan memikirkan kepentingan yang lebih luas.
Dia mengaku tidak ingin seperti di Medan, Sumatera Barat. Seekor saja babi mati dikandangnya, semua babi di sekitarnya dimusnahkan. “Babi yang mati di Gianyar itu kebanyakan dari peternak rumahan, yang notabene kandang kurang terawat, sehingga bila kondisi babi lemah lebih cepat diserang virus,” jelasnya.
Sesuai instruksi, pihaknya masih mengajukan permohonan disinfektan ke Pemprov Bali. Karena persediaan disinfektan sudah minim setelah terpakai untuk penanganan flu burung. “Kami masih mengajukan penambahan disinfektan ke provinsi, untuk menambah persediaan,” ujar Santiarka.
Ditambahkan, kematian babi massal saat ini tidak hanya karena ASF, namun juga karena mencret dan kekurangan kalsium.*nvi
1
Komentar