Garapan 'Bima Swarga' SMKN 3 Sukawati, Gambaran Kebaktian Pandawa
SMKN 3 Sukawati, Gianyar menampilkan garapan berjudul ‘Bima Swarga’ serangkaian kegiatan Bulan Bahasa Bali di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Kamis (6/2) malam.
DENPASAR, NusaBali
Penonton diajak melihat rasa kasih sayang seorang anak yang begitu dalam terhadap orangtuanya, meski telah tiada. Garapan Bima Swarga mengisahkan perjalanan spiritual Bima ke swargaloka sekaligus menggambarkan rasa bakti Pandawa terhadap ayah ibunya, Maharaja Pandu dan Dewi Madri yang telah meninggal. Dikisahkan, Dewi Kunti bermimpi didatangi atma Raja Pandu dan Dewi Madri. Mereka meminta tolong agar dibebaskan dari siksa api neraka. Kedua atma orangtua Pandawa itu berada dalam kawah Candra Gomuka. Kunti menyampaikan mimpi itu kepada anak-anaknya, Di antara Pandawa, Bima lah yang bersedia mengangkat atma-atma yang masih ada dalam kawah tersebut.
“Cerita ini merupakan gambaran kebaktian seorang anak terhadap ayah ibunya yang telah meninggal. Jika dilihat dengan tema Atma Kerthi, ini bisa dikaitkan dengan sebuah rentetan upacara menyucikan atma dari keterikatan dengan karma wasana. Ada istilah yang dinamakan atma wedana,” ungkap Kepala SMKN 3 Sukawati, I Gusti Ngurah Serama Semadi, usai pertunjukan.
Serama Semadi mengaku untuk menampilkan garapan Bima Swarga pihaknya mengerahkan sebanyak 60 seniman yang terdiri dari 30 penari dan 30 penabuh. Disinggung soal kesulitan, pihaknya mengaku terkedala waktu karena aktivitas belajar mengajar di SMKN 3 Sukawati yang cukup padat. Latihan pun diambil setelah jam pelajaran berakhir. “Kami persiapkan selama dua minggu dengan mengambil waktu latihan setelah pulang sekolah. Sebenarnya harus dipersiapkan selama satu bulan, tapi karena kesibukan anak-anak belajar di sekolah, jadi atur waktu saja,” katanya,
Sementara terkait penggunaan Bahasa Bali dalam garapan sebagaimana tujuan pelaksanaan Bulan Bahasa Bali, Serama Semadi mengaku tidak ada masalah. Sebab dalam keseharian saat menggarap suatu seni pertunjukan sudah biasa menggunakan bahasa Bali. “Garapan ini pakai dua bahasa, bahasa Bali dan bahasa Kawi. Tidak masalah sebetulnya karena selama ini seni pertunjukan Bali kan pakai bahasa Bali,” katanya.
Sementara saat disinggung soal biaya penggarapan, dia juga tidak memungkiri jika anggaran yang diberikan untuk membuat garapan ini masih kurang dibandingkan total anggaran yang sebenarnya dibutuhkan. Meski demikian, bukan berarti SMKN 3 Sukawati lantas menurunkan kualitas tampilan. Mereka tetap tampil maksimal. “Kita tetap tampil maksimal. Ada dana tidak ada dana, kami tetap semangat tampil, apalagi untuk menyukseskan program pemerintah yang sudah memberikan perhatian terhadap pengembangan seni budaya Bali. Cuma memang anggaran yang diberikan hanya cukup untuk biaya properti garapan, pakaian seniman dan konsumsi. Anak-anak jarang dapat honor,” imbuhnya.*ind
“Cerita ini merupakan gambaran kebaktian seorang anak terhadap ayah ibunya yang telah meninggal. Jika dilihat dengan tema Atma Kerthi, ini bisa dikaitkan dengan sebuah rentetan upacara menyucikan atma dari keterikatan dengan karma wasana. Ada istilah yang dinamakan atma wedana,” ungkap Kepala SMKN 3 Sukawati, I Gusti Ngurah Serama Semadi, usai pertunjukan.
Serama Semadi mengaku untuk menampilkan garapan Bima Swarga pihaknya mengerahkan sebanyak 60 seniman yang terdiri dari 30 penari dan 30 penabuh. Disinggung soal kesulitan, pihaknya mengaku terkedala waktu karena aktivitas belajar mengajar di SMKN 3 Sukawati yang cukup padat. Latihan pun diambil setelah jam pelajaran berakhir. “Kami persiapkan selama dua minggu dengan mengambil waktu latihan setelah pulang sekolah. Sebenarnya harus dipersiapkan selama satu bulan, tapi karena kesibukan anak-anak belajar di sekolah, jadi atur waktu saja,” katanya,
Sementara terkait penggunaan Bahasa Bali dalam garapan sebagaimana tujuan pelaksanaan Bulan Bahasa Bali, Serama Semadi mengaku tidak ada masalah. Sebab dalam keseharian saat menggarap suatu seni pertunjukan sudah biasa menggunakan bahasa Bali. “Garapan ini pakai dua bahasa, bahasa Bali dan bahasa Kawi. Tidak masalah sebetulnya karena selama ini seni pertunjukan Bali kan pakai bahasa Bali,” katanya.
Sementara saat disinggung soal biaya penggarapan, dia juga tidak memungkiri jika anggaran yang diberikan untuk membuat garapan ini masih kurang dibandingkan total anggaran yang sebenarnya dibutuhkan. Meski demikian, bukan berarti SMKN 3 Sukawati lantas menurunkan kualitas tampilan. Mereka tetap tampil maksimal. “Kita tetap tampil maksimal. Ada dana tidak ada dana, kami tetap semangat tampil, apalagi untuk menyukseskan program pemerintah yang sudah memberikan perhatian terhadap pengembangan seni budaya Bali. Cuma memang anggaran yang diberikan hanya cukup untuk biaya properti garapan, pakaian seniman dan konsumsi. Anak-anak jarang dapat honor,” imbuhnya.*ind
Komentar