Perajin Arak Didorong Bentuk Koperasi
Diskoperindag Jembrana Sambangi Perajin Arak Bali
Dinas Koperindag Jembrana juga minta bantuan kelian maupun perbekel untuk melakukan pendataan perajin arak Bali di wilayah masing-masing.
NEGARA, NusaBali
Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian, dan Perdagangan (Koperindag) Jembrana kini gencar mendata perajin arak Bali menyusul diundangkannya Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan atau Destilasi Khas Bali. Rencananya, perajin arak Bali di Gumi Makepung akan didorong membentuk koperasi untuk menaungi standar produk ataupun pemasaran hasil produksi. Hal itu dimaksudkan agar produk mereka bisa masuk ke industri pariwisata, bahkan diharapkan menembus pasar ekspor.
Kepala Dinas Koperindag Jembrana I Komang Agus Adinata, mengatakan untuk pendataan terhadap perajin arak ataupun minuman sejenisnya berupa berem dan tuak Bali, sudah dilakukan mulai sepekan lalu. Paling tidak ada dua kawasan perajin arak yang sudah disambangi oleh Bidang Koperasi beserta Bidang Perindustrian Dinas Koperindag. Yakni di kawasan Banjar Pangkung Lubang, Desa Pergung, Kecamatan Mendoyo, serta Banjar Pasatan, Desa Pohsanten, Kecamatan Mendoyo. Di dua tempat tersebut, sementara baru terdata delapan perajin.
“Dari informasi masyarakat, sebenarnya di Pangkung Lubang hampir semua warga di sana adalah perajin arak. Tetapi kebanyakan sembunyi, karena dikira ada sidak,” ujar Agus Adinata, Senin (10/2).
Informasi yang diterima Agus Adinata, ada sekitar 200 KK yang memproduksi arak di wilayah Banjar Pangkung Lubang. Perajin arak di wilayah tersebut sebagian besar warga asli Karangasem yang mengungsi saat Gunung Agung meletus tahun 1963 lalu, dan sudah lama mengandalkan hidup sebagai perajin arak. Nah, adanya sentra perajin arak di Banjar Pangkung Lubang, itu dilirik beberapa warga lokal di Banjar Pasatan, sehingga juga bermunculkan sejumlah perajin arak di banjar yang bertetangga tersebut.
“Tetapi di Pasatan tidak sebanyak di Pangkung Lubang. Informasinya, paling ada 7 KK, dan baru ada 2 yang sempat kami data. Kebanyakan sekarang ini, termasuk di Pangkung Lubang, hanya para orang tua saja yang tetap bertahan menjadi perajin, karena mungkin tidak punya skill lain. Tetapi kalau anak-anak mereka merantau kerja lain, dan banyak yang memilih ke kapal pesiar,” ucapnya.
Mempertimbangkan jumlah perajin yang cukup banyak dan belum mau terbuka dengan kehadiran OPD, telah diminta bantuan kelian banjar agar membantu pendataan maupun identifikasi terhadap perajin arak di banjar setempat. Begitu juga membantu sosialisasi berkenaan Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020, sehingga para perajin arak atau minuman sejenisnya, membuka diri terkait cara pengolahan, jumlah produksi, hingga pemasaran.
“Kami juga minta bantuan lewat kelian ataupun perbekel, karena kebanyakan mereka para perajin arak selama ini kan sembunyi-sembunyi, dan lokasinya jauh. Termasuk pagi tadi (kemarin), kami turun ke wilayah Benel (Desa Manistutu, Kecamatan Melaya), setelah mendapat informasi di sana juga ada perajin arak,” ungkap Agus Adinata.
Selain di Banjar Pangkung Lubang, Banjar Pasatan, dan Banjar Benel, menurut Agus Adinata, dari informasi yang diterimanya, juga ada beberapa perajin arak ataupun minuman sejenis di Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo. Terkait informasi tersebut, rencananya akan segera disambangi. “Nanti kalau di wilayah-wilayah lainnya juga ada, kami harapkan dari perbekel atau kelian membantu pendataan. Setelah ada datanya, nanti akan kami undang perajin-perajin itu sekalian melakukan pendataan lebih lanjut. Kemudian baru pembentukan koperasi, dan lanjut pembinaan,” ucapnya.
Yang perlu dipahami, sambung Agus Adinata, roh dari Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020, itu tidak hanya melegalkan arak ataupun minuman sejenisnya. Tetapi bagaimana perajin-perajin ini juga bisa menghasilkan produk yang terstandar, untuk masuk ke arah pemasaran yang lebih menjanjikan bagi kesejahteran perajin.
“Kalau sudah dilegalkan, tetap ada aturan-aturan yang wajib dipenuhi. Tidak bolah dijual sembarangan. Kalau yang legal untuk masuk ke hotel-hotel, harus terstandar produknya. Kalau untuk keperluan upakara, bisa saja tidak terstandar, tetapi harus benar untuk keperluan upakara. Di Pergub juga sudah diatur, kalau ingin mencari arak atau minuman sejenis untuk keperluan upakara, harus ada rekomendasi dari bendesa adat, berapa jumlah yang dibutuhkan, dan tetap akan diawasi,” tuturnya. *ode
Kepala Dinas Koperindag Jembrana I Komang Agus Adinata, mengatakan untuk pendataan terhadap perajin arak ataupun minuman sejenisnya berupa berem dan tuak Bali, sudah dilakukan mulai sepekan lalu. Paling tidak ada dua kawasan perajin arak yang sudah disambangi oleh Bidang Koperasi beserta Bidang Perindustrian Dinas Koperindag. Yakni di kawasan Banjar Pangkung Lubang, Desa Pergung, Kecamatan Mendoyo, serta Banjar Pasatan, Desa Pohsanten, Kecamatan Mendoyo. Di dua tempat tersebut, sementara baru terdata delapan perajin.
“Dari informasi masyarakat, sebenarnya di Pangkung Lubang hampir semua warga di sana adalah perajin arak. Tetapi kebanyakan sembunyi, karena dikira ada sidak,” ujar Agus Adinata, Senin (10/2).
Informasi yang diterima Agus Adinata, ada sekitar 200 KK yang memproduksi arak di wilayah Banjar Pangkung Lubang. Perajin arak di wilayah tersebut sebagian besar warga asli Karangasem yang mengungsi saat Gunung Agung meletus tahun 1963 lalu, dan sudah lama mengandalkan hidup sebagai perajin arak. Nah, adanya sentra perajin arak di Banjar Pangkung Lubang, itu dilirik beberapa warga lokal di Banjar Pasatan, sehingga juga bermunculkan sejumlah perajin arak di banjar yang bertetangga tersebut.
“Tetapi di Pasatan tidak sebanyak di Pangkung Lubang. Informasinya, paling ada 7 KK, dan baru ada 2 yang sempat kami data. Kebanyakan sekarang ini, termasuk di Pangkung Lubang, hanya para orang tua saja yang tetap bertahan menjadi perajin, karena mungkin tidak punya skill lain. Tetapi kalau anak-anak mereka merantau kerja lain, dan banyak yang memilih ke kapal pesiar,” ucapnya.
Mempertimbangkan jumlah perajin yang cukup banyak dan belum mau terbuka dengan kehadiran OPD, telah diminta bantuan kelian banjar agar membantu pendataan maupun identifikasi terhadap perajin arak di banjar setempat. Begitu juga membantu sosialisasi berkenaan Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020, sehingga para perajin arak atau minuman sejenisnya, membuka diri terkait cara pengolahan, jumlah produksi, hingga pemasaran.
“Kami juga minta bantuan lewat kelian ataupun perbekel, karena kebanyakan mereka para perajin arak selama ini kan sembunyi-sembunyi, dan lokasinya jauh. Termasuk pagi tadi (kemarin), kami turun ke wilayah Benel (Desa Manistutu, Kecamatan Melaya), setelah mendapat informasi di sana juga ada perajin arak,” ungkap Agus Adinata.
Selain di Banjar Pangkung Lubang, Banjar Pasatan, dan Banjar Benel, menurut Agus Adinata, dari informasi yang diterimanya, juga ada beberapa perajin arak ataupun minuman sejenis di Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo. Terkait informasi tersebut, rencananya akan segera disambangi. “Nanti kalau di wilayah-wilayah lainnya juga ada, kami harapkan dari perbekel atau kelian membantu pendataan. Setelah ada datanya, nanti akan kami undang perajin-perajin itu sekalian melakukan pendataan lebih lanjut. Kemudian baru pembentukan koperasi, dan lanjut pembinaan,” ucapnya.
Yang perlu dipahami, sambung Agus Adinata, roh dari Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020, itu tidak hanya melegalkan arak ataupun minuman sejenisnya. Tetapi bagaimana perajin-perajin ini juga bisa menghasilkan produk yang terstandar, untuk masuk ke arah pemasaran yang lebih menjanjikan bagi kesejahteran perajin.
“Kalau sudah dilegalkan, tetap ada aturan-aturan yang wajib dipenuhi. Tidak bolah dijual sembarangan. Kalau yang legal untuk masuk ke hotel-hotel, harus terstandar produknya. Kalau untuk keperluan upakara, bisa saja tidak terstandar, tetapi harus benar untuk keperluan upakara. Di Pergub juga sudah diatur, kalau ingin mencari arak atau minuman sejenis untuk keperluan upakara, harus ada rekomendasi dari bendesa adat, berapa jumlah yang dibutuhkan, dan tetap akan diawasi,” tuturnya. *ode
1
Komentar