RDTR Mengwi, Abiansemal, dan Petang Dibahas Tahun Ini
Bapemperda-Eksekutif Bahas RDTR Kuta dan Kuta Utara
MANGUPURA, NusaBali
Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Badung bersama eksekutif, Rabu (12/2) di gedung dewan, menggelar rapat kerja (raker) khusus membahas kelanjutan Perda tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Kuta dan RDTR Kecamatan Kuta Utara yang selama ini masih mandek.
Namun, dalam pembahasan juga muncul usulan agar RDTR wilayah Badung Utara seperti RDTR Kecamatan Mengwi, RDTR Kecamatan Abiansemal, dan RDTR Kecamatan Petang juga dirampungkan. Pasalnya, dari enam kecamatan di Gumi Keris hanya RDTR Kecamatan Kuta Selatan sudah diundangkan menjadi Perda. Sedangkan RDTR di lima kecamatan lainnya masih terkatung-katung sejak 2014.
Raker dipimpin oleh Wakil Ketua I DPRD Badung I Wayan Suyasa didampingi anggota, IGN Shaskara, I Made Retha, Made Ponda Wirawan, dan IGN Sudiarsa. Dari eksekutif hadir Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTST) Badung Made Agus Aryawan, Sekwan Badung IGA Made Wardika, jajaran Dinas PUPR, Bagian Hukum, dan para camat se-Badung.
Suyasa menyatakan, RDTR ini wajib dituntaskan agar semua kecamatan di Badung memiliki payung hukum sebagai turunan dari Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Badung.
Dari enam kecamatan di Badung, baru Kecamatan Kuta Selatan yang memiliki RDTR. Sedangkan Kecamatan Kuta dan Kuta Utara masih mandek karena menunggu arahan pusat. Sementara RDTR Kecamatan Mengwi, Abiansemal, dan Petang belum disusun.
Suyasa menyebut penyebab terkatung-katungnya RDTR Kuta dan Kuta Utara selama ini lantaran belum sinkronnya 12 kementerian yang berimbas pada pembasahan RDTR di daerah. “Di tingkat pansus sebenarnya sudah dibahas. Tapi, karena ada 12 kementerian yang terlibat ini (RDTR), sehingga imbasnya pada daerah. Kita harap nanti ini ada titik temu dan solusi, sehingga permasalahan RDTR ini bisa segera ditetapkan,” harap politisi Golkar, ini.
RDTR Kuta dan Kuta Utara sangat mendesak, karena aturan yang berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan fakta di lapangan. Akibatnya, investasi di dua kecamatan itu tidak maksimal. “Sawah sudah terlanjut dibangun vila, masak sekarang itu tidak dikasih izin? Kan rugi mereka berinvestasi, sementara kita hidup dari pariwisata,” kata Suyasa.
Hal senada juga disampaikan Made Retha dan IGN Shaskara. Menurut mereka banyak kawasan limitasi sudah dibangun vila. Namun, karena tidak bisa mengurus izin, sehingga sekarang vila itu bodong dan tidak bayar pajak. Selain itu, dia juga menyebut banyak rumah tinggal yang difungsikan sebagai vila karena kesulitan mengurus izin.
Dalam raker tersebut eksekutif juga menggeber penyusunan RDTR Mengwi, Abiansemal, dan Petang. Menurut dewan ketiga RDTR di wilayah Badung Utara ini juga mendesak diselesaikan di 2020 ini. Dewan bahkan siap membentuk panitia khusus (pansus) untuk menggodok RDTR di tiga kecamatan itu.
Agus Aryawan sepakat RDTR harus mempermudah masuknya investasi ke Badung. Pihaknya selama ini sulit mengeluarkan sejumlah perizinan karena terbentur regulasi. “Kami sepakat investasi itu harus dipermudah. Selama ini kami banyak tidak menerbitkan izin bukan karena tidak mau, tapi karena memang tidak sesuai regulasi,” tegasnya. *asa
Namun, dalam pembahasan juga muncul usulan agar RDTR wilayah Badung Utara seperti RDTR Kecamatan Mengwi, RDTR Kecamatan Abiansemal, dan RDTR Kecamatan Petang juga dirampungkan. Pasalnya, dari enam kecamatan di Gumi Keris hanya RDTR Kecamatan Kuta Selatan sudah diundangkan menjadi Perda. Sedangkan RDTR di lima kecamatan lainnya masih terkatung-katung sejak 2014.
Raker dipimpin oleh Wakil Ketua I DPRD Badung I Wayan Suyasa didampingi anggota, IGN Shaskara, I Made Retha, Made Ponda Wirawan, dan IGN Sudiarsa. Dari eksekutif hadir Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTST) Badung Made Agus Aryawan, Sekwan Badung IGA Made Wardika, jajaran Dinas PUPR, Bagian Hukum, dan para camat se-Badung.
Suyasa menyatakan, RDTR ini wajib dituntaskan agar semua kecamatan di Badung memiliki payung hukum sebagai turunan dari Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Badung.
Dari enam kecamatan di Badung, baru Kecamatan Kuta Selatan yang memiliki RDTR. Sedangkan Kecamatan Kuta dan Kuta Utara masih mandek karena menunggu arahan pusat. Sementara RDTR Kecamatan Mengwi, Abiansemal, dan Petang belum disusun.
Suyasa menyebut penyebab terkatung-katungnya RDTR Kuta dan Kuta Utara selama ini lantaran belum sinkronnya 12 kementerian yang berimbas pada pembasahan RDTR di daerah. “Di tingkat pansus sebenarnya sudah dibahas. Tapi, karena ada 12 kementerian yang terlibat ini (RDTR), sehingga imbasnya pada daerah. Kita harap nanti ini ada titik temu dan solusi, sehingga permasalahan RDTR ini bisa segera ditetapkan,” harap politisi Golkar, ini.
RDTR Kuta dan Kuta Utara sangat mendesak, karena aturan yang berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan fakta di lapangan. Akibatnya, investasi di dua kecamatan itu tidak maksimal. “Sawah sudah terlanjut dibangun vila, masak sekarang itu tidak dikasih izin? Kan rugi mereka berinvestasi, sementara kita hidup dari pariwisata,” kata Suyasa.
Hal senada juga disampaikan Made Retha dan IGN Shaskara. Menurut mereka banyak kawasan limitasi sudah dibangun vila. Namun, karena tidak bisa mengurus izin, sehingga sekarang vila itu bodong dan tidak bayar pajak. Selain itu, dia juga menyebut banyak rumah tinggal yang difungsikan sebagai vila karena kesulitan mengurus izin.
Dalam raker tersebut eksekutif juga menggeber penyusunan RDTR Mengwi, Abiansemal, dan Petang. Menurut dewan ketiga RDTR di wilayah Badung Utara ini juga mendesak diselesaikan di 2020 ini. Dewan bahkan siap membentuk panitia khusus (pansus) untuk menggodok RDTR di tiga kecamatan itu.
Agus Aryawan sepakat RDTR harus mempermudah masuknya investasi ke Badung. Pihaknya selama ini sulit mengeluarkan sejumlah perizinan karena terbentur regulasi. “Kami sepakat investasi itu harus dipermudah. Selama ini kami banyak tidak menerbitkan izin bukan karena tidak mau, tapi karena memang tidak sesuai regulasi,” tegasnya. *asa
Komentar