Prajuru Adat Kubutambahan Dalami Perda 4 dan 34
Penguatan dilakukan agar punya landasan dan konsep dalam mewujudkan PAUD bernuansa Hindu dan BUPDA.
SINGARAJA, NusaBali
Desa Adat saat ini memiliki tugas lebih pasca diberlakukannya Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat dan Perda Nomor 34 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Adat. Salah satu program prioritasnya yakni mendirikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) bernafaskan agama Hindu dan Baga Utsaha Padruwen Desa Adat (BUPDA).
Namun sejauh ini prajuru desa adat masih kebingungan terkait dengan cara dan regulasi pencapaian program yang diberlakukan pada September 2019 lalu.
Sebanyak 66 prajuru adat dari 22 desa adat di Kecamatan Kubutambahan, Kamis (13/2/2020) kemarin melakukan penguatan terkait dua Perda yang menjadi landasan hukum pelaksanaan program mereka.
Kegiatan yang dilangsungkan di wantilan desa adat Bila Tua, Desa Bila, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng. Ketua Panitia, I Ketut Darmawan, mengatakan penguatan prajuru desa adat dilakukan untuk menegaskan kembali isi Perda Nomor 4 dan 34 tahun 2019 tentang Desa Adat. “Kami di Kecamatan Kubutambahan mendahului melakukan penguatan karena sejauh ini sosialisasi tentang isi Perda oleh masing-masing prajuru desa adat kepada kramanya belum optimal. Sehingga di lapangan banyak krama yang belum paham betul tentang substansi Perda,” jelas Darmawan.
Selain juga pemahaman prajuru desa adat sendiri terkait kebijakan Pemprov Bali terhadap desa adat, kelembagaan desa adat, tata cara ngadegang bendesa adat dan tata kelola keuangan desa adat.
Sementara itu Ketua Majelis Madya Desa Adat Kabupaten Buleleng, Dewa Putu Budharsa tak memungkiri dalam pemahaman program prioritas 170 desa adat di Buleleng memang belum maksimal. “Ini memang masih baru, jadi banyak yang menanyakan terutama pendirian PAUD bernuansa Hindu dan BUPDA, kami juga akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dulu,” jelas dia.
Sejauh ini masing-masing desa adat digelontor anggaran Rp 300 juta yang direalisasikan untuk program Tri Hita Karana. Dalam bidang pawongan salah satunya membangun PAUD bernuansa Hindu yang memang rata-rata belum ada desa adat yang memilikinya sejauh ini. Padahal keberadaan PAUD bernuansa Hindu ini sangat diperlukan dalam pembinaan karakter anak usia dini.
“Belum bisa targetkan kapan karena ini bisa dibilang barang baru masih baru masih meraba-raba, kedepan juga akan diagendakan pendampingan dan pelatihan prajuru adat sehingga program prioritas yang dicanangkan Pak Gubernur (Wayan Koster) dapat tercapai,” ungkap dia.*k23
Namun sejauh ini prajuru desa adat masih kebingungan terkait dengan cara dan regulasi pencapaian program yang diberlakukan pada September 2019 lalu.
Sebanyak 66 prajuru adat dari 22 desa adat di Kecamatan Kubutambahan, Kamis (13/2/2020) kemarin melakukan penguatan terkait dua Perda yang menjadi landasan hukum pelaksanaan program mereka.
Kegiatan yang dilangsungkan di wantilan desa adat Bila Tua, Desa Bila, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng. Ketua Panitia, I Ketut Darmawan, mengatakan penguatan prajuru desa adat dilakukan untuk menegaskan kembali isi Perda Nomor 4 dan 34 tahun 2019 tentang Desa Adat. “Kami di Kecamatan Kubutambahan mendahului melakukan penguatan karena sejauh ini sosialisasi tentang isi Perda oleh masing-masing prajuru desa adat kepada kramanya belum optimal. Sehingga di lapangan banyak krama yang belum paham betul tentang substansi Perda,” jelas Darmawan.
Selain juga pemahaman prajuru desa adat sendiri terkait kebijakan Pemprov Bali terhadap desa adat, kelembagaan desa adat, tata cara ngadegang bendesa adat dan tata kelola keuangan desa adat.
Sementara itu Ketua Majelis Madya Desa Adat Kabupaten Buleleng, Dewa Putu Budharsa tak memungkiri dalam pemahaman program prioritas 170 desa adat di Buleleng memang belum maksimal. “Ini memang masih baru, jadi banyak yang menanyakan terutama pendirian PAUD bernuansa Hindu dan BUPDA, kami juga akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dulu,” jelas dia.
Sejauh ini masing-masing desa adat digelontor anggaran Rp 300 juta yang direalisasikan untuk program Tri Hita Karana. Dalam bidang pawongan salah satunya membangun PAUD bernuansa Hindu yang memang rata-rata belum ada desa adat yang memilikinya sejauh ini. Padahal keberadaan PAUD bernuansa Hindu ini sangat diperlukan dalam pembinaan karakter anak usia dini.
“Belum bisa targetkan kapan karena ini bisa dibilang barang baru masih baru masih meraba-raba, kedepan juga akan diagendakan pendampingan dan pelatihan prajuru adat sehingga program prioritas yang dicanangkan Pak Gubernur (Wayan Koster) dapat tercapai,” ungkap dia.*k23
Komentar