Kekeringan Lahan di Dua Kecamatan Teratasi
Alat berat dikerahkan untuk mengeruk sedimen pada irigasi di Lokapaksa.
SINGARAJA, NusaBali
Sekitar 400 hektare lahan pertanian di Kecamatan Seririt dan Kecamatan Gerokgak, Buleleng, kurun waktu 8 tahun terakhir mengalami kesulitan air akibat penyumbatan irigasi subak. Kini para petani di dua kecamatan bertetangga tersebut berharap, upaya pengerukan sedimen irigasi dengan alat berat, air dapat mengalir lancar.
Upaya pengerukan sedimen dilakukan di Irigasi Raras Payu, yang berada di Desa Lokapaksa, Kecamatan Seririt, mulai Jumat (14/2/2020) pagi. Satu alat berat milik Bupati Buleleng, Putu Agus Suruadnyana dikerahkan mengeruk sedimen di irigasi tersebut. Pengerukan itu juga dibantu krama Subak di wilayah itu.
Irigasi Raras Payu di Desa Lokapakasa menjadi irigasi utama bagi sejumlah subak di Kecamatan Seririt dan Kecamatan Gerokgak, dengan luas areal pertanian sekitar 400 hektare. Irigasi ini mendapat pasokan air dari Tukad Saba, dengan hulunya dari Bendungan Titab. Namun, sejak delapan tahun terakhir, hampir seluruh lahan pertanian di dua kecamatan bertetangga itu tidak bisa diolah, akibat kesulitan air karena irigasi Raras Payu mengalami sedimentasi parah. “Dalam 8 tahun terakhir kami tidak bisa menanam apapun. Karena bisa dibilang tidak ada air, akibat sedimen yang parah,” ungkap Kelian Subak Pangkung Kuyit, Desa Banjarasem, Kecamatan Seririt, Made Darmawan, yang ditemui di lokasi kemarin.
Dikatakan, tersumbatnya aliran air akibat sedimen yang cukup parah. Krama subak sempat melaksanakan pengerukan secara manual di dalam terowongan. Namun, upaya itu tidak berjalan maksimal, karena saluran irigasi sepanjang 4 kilometer dari mulut trowongan menuju lahan pertanian masih mengalami sedimen yang parah. “Dulu kami dibantu dana oleh UP sekitar Rp 40 juta, untuk pengerukan, dan kami lakukan secara swadaya menghabiskan dana sebesar Rp 60 juta. Tetapi itu belum maksimal, karena masih ada sedimen,” terang Klian Subak Darmawan.
Menurut Darmawan, kini dengan bantuan alat berat dari Bupati Buleleng, para petani sangat berharap air dapat mengalir normal seperti delapan tahun lalu. Sehingga lahan pertanian yang ada dapat diolah kembali. “Kami juga berharap pemilik galian C di kawasan itu memiliki kepedulian, karena salah satu penyebab sedimen itu dari tanah galian yang hanyut ke irigasi,” katanya.
Sementara, Bupati Agus Suradnyana, normalisasi irigasi dengan satu alat berat tersebut membutuhkan waktu sekitar 3 bulan. Karena ketebalan sedimentasinya hampir 1,2 meter dengan panjang 4 kilometer. “Kebetulan saya punya alat berat yang kecil, jadi saya batu agar irigasi dapat berfungsi normal. Kasihan juga kalau trowongan di BS 5 sudah diperbaiki, ternyata airnya tetap tidak normal, kan mubasir,” ujarnya.
Menurut Bupati, debit air yang melintasi Irigasi Raras Payu cukup besar, dan tidak pernah habis. Sehingga, dengan upaya pengerukan sedimen, lahan pertanian yang ada di dua kecamatan bertetangga dapat dioleh kembali oleh petani. “Sebenarnya dulu sudah kita ajukan ke BWS, dan BWS sudah membantu, tetapi upaya itu saya rasa belum maksimal, karena air belum bisa mengalir normal,” imbuhnya. *k19
Upaya pengerukan sedimen dilakukan di Irigasi Raras Payu, yang berada di Desa Lokapaksa, Kecamatan Seririt, mulai Jumat (14/2/2020) pagi. Satu alat berat milik Bupati Buleleng, Putu Agus Suruadnyana dikerahkan mengeruk sedimen di irigasi tersebut. Pengerukan itu juga dibantu krama Subak di wilayah itu.
Irigasi Raras Payu di Desa Lokapakasa menjadi irigasi utama bagi sejumlah subak di Kecamatan Seririt dan Kecamatan Gerokgak, dengan luas areal pertanian sekitar 400 hektare. Irigasi ini mendapat pasokan air dari Tukad Saba, dengan hulunya dari Bendungan Titab. Namun, sejak delapan tahun terakhir, hampir seluruh lahan pertanian di dua kecamatan bertetangga itu tidak bisa diolah, akibat kesulitan air karena irigasi Raras Payu mengalami sedimentasi parah. “Dalam 8 tahun terakhir kami tidak bisa menanam apapun. Karena bisa dibilang tidak ada air, akibat sedimen yang parah,” ungkap Kelian Subak Pangkung Kuyit, Desa Banjarasem, Kecamatan Seririt, Made Darmawan, yang ditemui di lokasi kemarin.
Dikatakan, tersumbatnya aliran air akibat sedimen yang cukup parah. Krama subak sempat melaksanakan pengerukan secara manual di dalam terowongan. Namun, upaya itu tidak berjalan maksimal, karena saluran irigasi sepanjang 4 kilometer dari mulut trowongan menuju lahan pertanian masih mengalami sedimen yang parah. “Dulu kami dibantu dana oleh UP sekitar Rp 40 juta, untuk pengerukan, dan kami lakukan secara swadaya menghabiskan dana sebesar Rp 60 juta. Tetapi itu belum maksimal, karena masih ada sedimen,” terang Klian Subak Darmawan.
Menurut Darmawan, kini dengan bantuan alat berat dari Bupati Buleleng, para petani sangat berharap air dapat mengalir normal seperti delapan tahun lalu. Sehingga lahan pertanian yang ada dapat diolah kembali. “Kami juga berharap pemilik galian C di kawasan itu memiliki kepedulian, karena salah satu penyebab sedimen itu dari tanah galian yang hanyut ke irigasi,” katanya.
Sementara, Bupati Agus Suradnyana, normalisasi irigasi dengan satu alat berat tersebut membutuhkan waktu sekitar 3 bulan. Karena ketebalan sedimentasinya hampir 1,2 meter dengan panjang 4 kilometer. “Kebetulan saya punya alat berat yang kecil, jadi saya batu agar irigasi dapat berfungsi normal. Kasihan juga kalau trowongan di BS 5 sudah diperbaiki, ternyata airnya tetap tidak normal, kan mubasir,” ujarnya.
Menurut Bupati, debit air yang melintasi Irigasi Raras Payu cukup besar, dan tidak pernah habis. Sehingga, dengan upaya pengerukan sedimen, lahan pertanian yang ada di dua kecamatan bertetangga dapat dioleh kembali oleh petani. “Sebenarnya dulu sudah kita ajukan ke BWS, dan BWS sudah membantu, tetapi upaya itu saya rasa belum maksimal, karena air belum bisa mengalir normal,” imbuhnya. *k19
Komentar