IHDN Denpasar Tampilkan Sesolahan ‘Jaratkaru’
Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar berkolaborasi dengan Sanggar Sekdut Bali PAC menampilkan sesolahan seni sastra berjudul ‘Jaratkaru’ serangkaian Bulan Bahasa Bali 2020 di Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Rabu (12/2).
DENPASAR, NusaBali
Garapan yang mengisahkan tentang perjalanan Sang Jaratkaru untuk memperoleh sang istri itu disajikan secara utuh, namun kemasannya dibuat dengan inovasi yang bersifat kekinian.
Dikisahkan, Sang Jaratkaru memperoleh sang istri. Hal tersebut sesuai dengan janjinya yang diikrarkannya kepada roh leluhurnya yang tergantung pada ujung bambu petung di Ayastanasthana. Keturunan adalah keberlanjutan pada aspek sekala dan begitu juga pada aspek niskala (atma kertih). Hal tersebutlah yang dikejar oleh Sang Jaratkaru untuk membebaskan roh leluhurnya dari siksaan.
Sutradara I Gede Tilem Pastika Pangripta yang didamping penata tabuh, Praptika Kamalia Jaya mengatakan, cerita ini dibungkus oleh konsep kekinian yang menggunakan cerita berbingkai. Mereka berusaha mengolah cara menyajikannya agar pesan yang disampaikan itu mampu diterima penonton. “Kami membahasnya dengan baik, sehingga tidak terjadi penyelewengan makna. Dalam obrolan orang awam, memaparkan apa itu keturunan dan apa itu pertisentana yang akan melanjutkan keturunan dan sebagainya,” ujarnya.
Dari konsep dan bentuk garapan, dirinya ingin menawarkan sesuatu yang baru dengan memanfaatkan kopetensi yang dimiliki oleh para pemain. Idenya, dari cerita yang diberikan lalu dikemas dan disesuaikan dengan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki. Sebab, visual dan bentuk diserahkan kepada sutradara. “Dari ceritanya itu tidak ada perubahan, tetapi sebagai sutradara, saya memiliki kuasa untuk mengintrerpretasikan untuk memasukan kembali imajinasi agar patahan adegan dan alur dramatiknya tidak patah,” ucap Dosen PGSD Dharma Acarya IHDN Denpasar itu.
Penambahan itu ada penambahan pada adegan di pasar. Di sana Jaratkaru mencari cinta, karena sebagai seorang wiku telah diperkenankan untuk ngelebar kewikuannya dan memasuki grahasta asrama agar memiliki keturunan. Pasar adalah tempat para wanita itu berkumpul, sehingga kami memasukan adegan pasar itu. Adegan ini juga perlu ada, karena adanya sebuah kebutuhan alur dramatiknya agar ada komedi, sehingga sesolahan tidak menjadi kaku. “Dalam adegan ini ada banyolan, penari yang lihai melucu. Namun, tidak keluar dari kontek dan tidak merubah secara konseptual cerita Jaratkaru itu,” tegasnya.
Garapan teater ini juga lebih berkiblat pada yoga. Hal itu, karena IHDN memiliki pendidikan yoga, sehingga sangat perlu unsur itu dimasukan. Lanjutnya, IHDN memiliki ranah agama, maka pertamen dan literasi yang ada di agama itu dibawa dan ditransfer pada pertunjukan seni, sehingga memasukan usur menyanyi atau tembang,” tandasnya. *ind
Dikisahkan, Sang Jaratkaru memperoleh sang istri. Hal tersebut sesuai dengan janjinya yang diikrarkannya kepada roh leluhurnya yang tergantung pada ujung bambu petung di Ayastanasthana. Keturunan adalah keberlanjutan pada aspek sekala dan begitu juga pada aspek niskala (atma kertih). Hal tersebutlah yang dikejar oleh Sang Jaratkaru untuk membebaskan roh leluhurnya dari siksaan.
Sutradara I Gede Tilem Pastika Pangripta yang didamping penata tabuh, Praptika Kamalia Jaya mengatakan, cerita ini dibungkus oleh konsep kekinian yang menggunakan cerita berbingkai. Mereka berusaha mengolah cara menyajikannya agar pesan yang disampaikan itu mampu diterima penonton. “Kami membahasnya dengan baik, sehingga tidak terjadi penyelewengan makna. Dalam obrolan orang awam, memaparkan apa itu keturunan dan apa itu pertisentana yang akan melanjutkan keturunan dan sebagainya,” ujarnya.
Dari konsep dan bentuk garapan, dirinya ingin menawarkan sesuatu yang baru dengan memanfaatkan kopetensi yang dimiliki oleh para pemain. Idenya, dari cerita yang diberikan lalu dikemas dan disesuaikan dengan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki. Sebab, visual dan bentuk diserahkan kepada sutradara. “Dari ceritanya itu tidak ada perubahan, tetapi sebagai sutradara, saya memiliki kuasa untuk mengintrerpretasikan untuk memasukan kembali imajinasi agar patahan adegan dan alur dramatiknya tidak patah,” ucap Dosen PGSD Dharma Acarya IHDN Denpasar itu.
Penambahan itu ada penambahan pada adegan di pasar. Di sana Jaratkaru mencari cinta, karena sebagai seorang wiku telah diperkenankan untuk ngelebar kewikuannya dan memasuki grahasta asrama agar memiliki keturunan. Pasar adalah tempat para wanita itu berkumpul, sehingga kami memasukan adegan pasar itu. Adegan ini juga perlu ada, karena adanya sebuah kebutuhan alur dramatiknya agar ada komedi, sehingga sesolahan tidak menjadi kaku. “Dalam adegan ini ada banyolan, penari yang lihai melucu. Namun, tidak keluar dari kontek dan tidak merubah secara konseptual cerita Jaratkaru itu,” tegasnya.
Garapan teater ini juga lebih berkiblat pada yoga. Hal itu, karena IHDN memiliki pendidikan yoga, sehingga sangat perlu unsur itu dimasukan. Lanjutnya, IHDN memiliki ranah agama, maka pertamen dan literasi yang ada di agama itu dibawa dan ditransfer pada pertunjukan seni, sehingga memasukan usur menyanyi atau tembang,” tandasnya. *ind
Komentar