Desa Zona Merah Rabies di Jembrana Bertambah
Selama 2019, Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Keswan Kesmavet) Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana, mencatat ada 9 desa/kelurahan yang termasuk zona merah rabies di Kabupaten Jembrana.
NEGARA, NusaBali
Jumlah desa zona merah rabies itu bertambah dibanding tahun 2018 yang hanya 8 desa. Meski ada penambahan jumlah desa zona rabies, namun jumlah temuan kasus anjing rabies di Jembrana pada 2019 lalu, berkurang dibanding tahun 2018. Pada 2019 tercatat ada 10 kasus anjing rabies yang tersebar di 9 desa. Sedangkan pada 2018 lalu, tercatat sebanyak 12 kasus anjing rabies yang tersebar di 8 desa. “Desa zona merah rabies ini ditetapkan jika ada kasus anjing rabies di desa setempat. Tidak tergantung berapa kali terjadi kasus anjing rabies selama setahun,” ujar Kepala Bidang (Kabid) Keswan Kesmavet Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana drh I Wayan Widarsa, Selasa (25/2).
Sebanyak 8 desa yang masuk zona merah rabies tahun 2018 lalu, di antaranya tersebar di 5 desa di wilayah Kecamatan Melaya, yakni di Desa Melaya, Desa Tukadaya, Desa Blimbingsari, Desa Tuwed, dan Desa Candikusuma. Kemudian 2 desa di wilayah Kecamatan Mendoyo, yakni di Desa Penyaringan dan Desa Yehembang Kangin, serta 1 desa di wilayah Kecamatan Negara, yakni Desa Kaliakah.
Sedangkan 9 desa yang masuk zona rabies tahun 2019, di antaranya tersebar di 5 desa/kelurahan di Kecamatan Negara, yakni Desa Berambang, Desa Tegal Badeng Timur, Desa Tegal Badeng Barat, Desa Baluk, dan Kelurahan Banjar Tengah. Kemudian 2 desa di wilayah Kecamatan Melaya, yakni di Desa Warnasari dan Desa Tuwed, 1 desa di wilayah Kecamatan Mendoyo, yakni di Desa Yeh Sumbul, dan 1 kelurahan di wilayah Kecamatan Jembrana, yakni di Kelurahan Sangkaragung.
Menurut Widarsa, jika melihat perbandingan sebaran desa yang masuk zona merah rabies antara tahun 2018 dengan tahun 2019, terjadi pergeseran. Desa zona merah rabies yang sempat terbanyak di wilayah Kecamatan Melaya pada 2018 lalu, belakangan terbanyak ditemukan di wilayah Kecamatan Negara. “Dari 8 desa yang masuk zona merah rabies tahun 2018, dan tetap masuk zona merah rabies di 2019, cuma satu desa yakni Desa Tuwed. Sedangkan di 7 desa lainnya, sudah tidak ditemukan lagi di tahun 2019,” ujarnya.
Tujuh desa zona merah rabies di 2018 yang tidak lagi ditemukan kasus anjing rabies di 2019, sudah masuk zona kuning rabies. Apabila tahun 2020 tidak ada lagi kasus rabies di desa-desa tersebut, barulah ditetapkan sebagia zona hijau rabies. “Jadi dilihat selama dua tahun. Kalau semisal tahun 2020 ini kembali ada kasus rabies, kembali masuk sebagai zona merah,” ucap Widarsa.
Sesuai catatan, selama Januari dan Februari 2020 sudah ada 2 kasus anjing rabies di 2 desa/kelurahan yang otomatis ditetapkan sebagai desa zona merah rabies. Dua kasus tersebut, satu ekor di Kelurahan Sangkaragung, Kecamatan Jembrana yang diketahui positif rabies pada 8 Januari lalu, dan teranyar satu ekor di Desa Mendoyo Dauh Tukad, Kecamatan Mendoyo yang diketahui positif rabies pada 23 Februari lalu. “Mendoyo Dauh Tukad itu sebelumnya termasuk zona hijau,” ungkap Widarsa.
Widarsa menjelaskan, dari temuan kasus anjing rabies selama ini, sebagian besar merupakan anjing peliharaan warga. Meskipun berada di zona hijau, jika anjing peliharaan tidak dipelihara atau dirawat dengan baik, maka peluang rabies masih tetap ada. Seperti kasus teranyar di Mendoyo Dauh Tukad. Anjing peliharaan warga yang ternyata positif rabies itu, ternyata belum divaksin. Anjing tersebut sempat lepas, dan berkelahi dengan seekor anjing liar.
“Waktu vaksinasi massal tahun lalu, sebenarnya petugas kami sudah turun ke sana (Mendoyo Dauh Tukad). Tetapi pemilik anjing tidak ada. Untuk menghindari rabies, tetap perlu kesadaran pemilik, dan anjingnya harus rutin diberikan vaksin. Untuk anjing anakan berumur di bawah 3 bulan, vaksinasi berikutnya dapat diulang 3 bulan berikutnya. Sedangkan untuk anjing dewasa dilakukan setiap tahun,” kata Widarsa. *ode
Sebanyak 8 desa yang masuk zona merah rabies tahun 2018 lalu, di antaranya tersebar di 5 desa di wilayah Kecamatan Melaya, yakni di Desa Melaya, Desa Tukadaya, Desa Blimbingsari, Desa Tuwed, dan Desa Candikusuma. Kemudian 2 desa di wilayah Kecamatan Mendoyo, yakni di Desa Penyaringan dan Desa Yehembang Kangin, serta 1 desa di wilayah Kecamatan Negara, yakni Desa Kaliakah.
Sedangkan 9 desa yang masuk zona rabies tahun 2019, di antaranya tersebar di 5 desa/kelurahan di Kecamatan Negara, yakni Desa Berambang, Desa Tegal Badeng Timur, Desa Tegal Badeng Barat, Desa Baluk, dan Kelurahan Banjar Tengah. Kemudian 2 desa di wilayah Kecamatan Melaya, yakni di Desa Warnasari dan Desa Tuwed, 1 desa di wilayah Kecamatan Mendoyo, yakni di Desa Yeh Sumbul, dan 1 kelurahan di wilayah Kecamatan Jembrana, yakni di Kelurahan Sangkaragung.
Menurut Widarsa, jika melihat perbandingan sebaran desa yang masuk zona merah rabies antara tahun 2018 dengan tahun 2019, terjadi pergeseran. Desa zona merah rabies yang sempat terbanyak di wilayah Kecamatan Melaya pada 2018 lalu, belakangan terbanyak ditemukan di wilayah Kecamatan Negara. “Dari 8 desa yang masuk zona merah rabies tahun 2018, dan tetap masuk zona merah rabies di 2019, cuma satu desa yakni Desa Tuwed. Sedangkan di 7 desa lainnya, sudah tidak ditemukan lagi di tahun 2019,” ujarnya.
Tujuh desa zona merah rabies di 2018 yang tidak lagi ditemukan kasus anjing rabies di 2019, sudah masuk zona kuning rabies. Apabila tahun 2020 tidak ada lagi kasus rabies di desa-desa tersebut, barulah ditetapkan sebagia zona hijau rabies. “Jadi dilihat selama dua tahun. Kalau semisal tahun 2020 ini kembali ada kasus rabies, kembali masuk sebagai zona merah,” ucap Widarsa.
Sesuai catatan, selama Januari dan Februari 2020 sudah ada 2 kasus anjing rabies di 2 desa/kelurahan yang otomatis ditetapkan sebagai desa zona merah rabies. Dua kasus tersebut, satu ekor di Kelurahan Sangkaragung, Kecamatan Jembrana yang diketahui positif rabies pada 8 Januari lalu, dan teranyar satu ekor di Desa Mendoyo Dauh Tukad, Kecamatan Mendoyo yang diketahui positif rabies pada 23 Februari lalu. “Mendoyo Dauh Tukad itu sebelumnya termasuk zona hijau,” ungkap Widarsa.
Widarsa menjelaskan, dari temuan kasus anjing rabies selama ini, sebagian besar merupakan anjing peliharaan warga. Meskipun berada di zona hijau, jika anjing peliharaan tidak dipelihara atau dirawat dengan baik, maka peluang rabies masih tetap ada. Seperti kasus teranyar di Mendoyo Dauh Tukad. Anjing peliharaan warga yang ternyata positif rabies itu, ternyata belum divaksin. Anjing tersebut sempat lepas, dan berkelahi dengan seekor anjing liar.
“Waktu vaksinasi massal tahun lalu, sebenarnya petugas kami sudah turun ke sana (Mendoyo Dauh Tukad). Tetapi pemilik anjing tidak ada. Untuk menghindari rabies, tetap perlu kesadaran pemilik, dan anjingnya harus rutin diberikan vaksin. Untuk anjing anakan berumur di bawah 3 bulan, vaksinasi berikutnya dapat diulang 3 bulan berikutnya. Sedangkan untuk anjing dewasa dilakukan setiap tahun,” kata Widarsa. *ode
Komentar