Luas 1,2 Hektare, Mampu Tampung 10.000 Pamedek dari 14 Banjar
Genah Melasti Desa Adat Pedungan di Areal Pelabuhan Benoa Terbagi dalam Dua Palemahan
Ke depan, Genah Melasti di areal Pelabuhan Benoa akan dilengkapi tembok penyengker, wantilan, dan bale pesantian. Tembok penyengker ini penting untuk membatasi areal melasti dengan lingkungan sekitar, agar tidak baur
DENPASAR, NusaBali
Genah Melasti dan Penganyutan Desa Adat Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan di areal Pelabuhan Benoa yang baru saja diresmikan Gubernur Bali Wayan Koster, Minggu (23/2), akan digunakan perdana untuk upacara melasti serangkaian Nyepi Tahun Baru Saka 1942 yang jatuh pada 25 Maret 2020 mendatang. Dengan luas mencapai 1,2 hektare, Genah Melasti yang dibangun Pelindo III (pengelola Pelabuhan Benoa) ini mampu menampung 10.000 pamedek dari 14 banjar di Desa Adat Pedungan.
Secara garis besar, Genah Melasti yang baru diresmikan Gubernur Koster di kawasan Pelabuhan Benoa ini dibagi menjadi dua palebahan. Pertama, utama mandala (di sisi timur) untuk palebahan melasti maupun upacara lainnya yang berkaitan dengan upacara Dewa Yadnya. Kedua, nista mandala (bagian barat) untuk lokasi penganyutan terkait upacara PitraYadnya, seperti rangkaian ngaben.
Kedua palebahan ini (utama mandala dan nista mandala) dibatasi undakan yang memanjang dari utara ke selatan. “Pembagian ini supaya ada sor singgih antara upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya,” papar Bendesa Adat Pedungan, I Gusti Putu Budiarta alias Gung De, kepada NusaBali, Selasa (25/2) .
Saat ini, di Utama Mandala Genah Melasti tersebut baru terdapat sebuah Palinggih Padmasari dan Asagan (altar). Palinggih Padmasari ini sebagai sthana (linggih) Ida Batara Segara. Sedangkan Asagan atau altar itu untuk linggih pralingga (pratima) Ida Batara yang kairing saa upacara melasti.
Menurut Gung De, ada banyak pralingga Ida Batara dari 15 pura yang kapundut saat upacara melasti. Belasan pura itu, baik Pura Kahyangan Tiga maupun pura kahyangan lainnya dari wewidangan Desa Adat Pedungan.
Selain digunakan buat melasti secara umum, kata Gung De, Genah Melasti yang baru dibangun di areal Pelabuhan Benoa ini nantinya juga akan dimanfaatkan untuk tempat pelaksanaan upacara keagamaan (Dewa Yadnya) dari krama Desa Adat Pedungan. “Termasuk, upacara Dewa Yadnya di masing-masing pamerajan dan dadia,” jelas Gung De yang kini juga menjadi anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Denpasar.
Ke depan, Genah Melasti di areal Pelabuhan Benoa ini akan dilengkapi berbagai fasilitas, seperti tembok penyengker, wantilan, dan bale persantian. “Tembok penyengker penting untuk membatasi areal genah melasti dengan lingkungan sekitar, sehingga tidak cero (baur),” ungkap Pamangku Pura Dalem Penataran Kahyangan Prajapati Pesanggaran, Desa Adat Pedungan, Jro Mangku Wayan Suata, yang ditemui NusaBali terpisah, Senin (24/2) lalu.
Sementara, Penyarikan Desa Adat Pedungan, Anak Agung Made Gede Sukadana alias Gung Aji Damar, mengatakan sebelum dibangun Genah Melasti ini, tempat untuk upacara melasti di kawasan Pelabuhan Benoa sangat sempit, luasnya hanya 800 meter persegi atau cuma 0,08 hektare. Karena saking sempitnya, maka tidak banyak krama yang bisa mengikuti prosesi melasti di sana.
Secara garis besar, Genah Melasti yang baru diresmikan Gubernur Koster di kawasan Pelabuhan Benoa ini dibagi menjadi dua palebahan. Pertama, utama mandala (di sisi timur) untuk palebahan melasti maupun upacara lainnya yang berkaitan dengan upacara Dewa Yadnya. Kedua, nista mandala (bagian barat) untuk lokasi penganyutan terkait upacara PitraYadnya, seperti rangkaian ngaben.
Kedua palebahan ini (utama mandala dan nista mandala) dibatasi undakan yang memanjang dari utara ke selatan. “Pembagian ini supaya ada sor singgih antara upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya,” papar Bendesa Adat Pedungan, I Gusti Putu Budiarta alias Gung De, kepada NusaBali, Selasa (25/2) .
Saat ini, di Utama Mandala Genah Melasti tersebut baru terdapat sebuah Palinggih Padmasari dan Asagan (altar). Palinggih Padmasari ini sebagai sthana (linggih) Ida Batara Segara. Sedangkan Asagan atau altar itu untuk linggih pralingga (pratima) Ida Batara yang kairing saa upacara melasti.
Menurut Gung De, ada banyak pralingga Ida Batara dari 15 pura yang kapundut saat upacara melasti. Belasan pura itu, baik Pura Kahyangan Tiga maupun pura kahyangan lainnya dari wewidangan Desa Adat Pedungan.
Selain digunakan buat melasti secara umum, kata Gung De, Genah Melasti yang baru dibangun di areal Pelabuhan Benoa ini nantinya juga akan dimanfaatkan untuk tempat pelaksanaan upacara keagamaan (Dewa Yadnya) dari krama Desa Adat Pedungan. “Termasuk, upacara Dewa Yadnya di masing-masing pamerajan dan dadia,” jelas Gung De yang kini juga menjadi anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Denpasar.
Ke depan, Genah Melasti di areal Pelabuhan Benoa ini akan dilengkapi berbagai fasilitas, seperti tembok penyengker, wantilan, dan bale persantian. “Tembok penyengker penting untuk membatasi areal genah melasti dengan lingkungan sekitar, sehingga tidak cero (baur),” ungkap Pamangku Pura Dalem Penataran Kahyangan Prajapati Pesanggaran, Desa Adat Pedungan, Jro Mangku Wayan Suata, yang ditemui NusaBali terpisah, Senin (24/2) lalu.
Sementara, Penyarikan Desa Adat Pedungan, Anak Agung Made Gede Sukadana alias Gung Aji Damar, mengatakan sebelum dibangun Genah Melasti ini, tempat untuk upacara melasti di kawasan Pelabuhan Benoa sangat sempit, luasnya hanya 800 meter persegi atau cuma 0,08 hektare. Karena saking sempitnya, maka tidak banyak krama yang bisa mengikuti prosesi melasti di sana.
Penyarikan Desa Adat Pedungan, Anak Agung Made Gede Sukadana. Foto:-NATA
“Yang melasti di tempat ini dulunya paling dane jero mangku, pemundut pralingga Ida Batara, prajuru adat, dan beberapa krama Desa Adat Pedungan,” kenang Gung Aji Damar saat dikonfirmasi terpisah, Selasa lalu.
Terkadang, ribuan krama yang ikut melasti saat itu terpaksa memanfaatkan sebagian ruas jalan di sisi timur jalur menuju Pelabuhan Benoa, yang merupakan akses Jalan Tol Bali Mandara. “Hal itu bukan hanya mengganggu arus lalulintas menuju Jalan Tol, namun juga sangat membahayakan,” papar Gung Aji Damar.
Karena itu, kata dia, keberadaan Genah Melasti yang baru diresmikan Gubernur Koster ini benar-benar dirasakan bermanfaat bagi krama Desa Adat Pedungan. “Walaupun sarananya belum lengkap, namun sudah bisa digunakan untuk upacara melasti rangkaian Nyepi Tahun Baru Saka 1942 nanti,” jelasnya.
Paparan senada juga disampaikan Bendesa Adat Pedungan, IGP Budiarta alias Gung De. Menurut Gung De, selama ini upacara melasti menjadi persoalan tersendiri bagi krama Desa Adat Pedungan, karena tempat melasti sempit. Belum lagi adanya ancaman air pasang, karena upacara melasti selalu dilakukan jelang Tilem Kasanga (bulan mati kesembilan sistem penanggalan Bali).
“Lokasi sempit tidak memungkinkan menampung ribuan krama yang ngiring,” terang Gung De yang kini menjabat Ketua Komisi IV PDIP DPRD Bali. Kini, dengan dibangunnya Genah Melasti seluas 1,2 hektare, Gung De memperkirakan tempat ini bisa menampung 10.000 krama pamedek (umat yang ikut tangkil sembahyang saat measti). Jumlah tersebut separoh dari total jumlah krama Desa Adat Pedungan yang mencapai 20.000 dari 14 banjar adat.
Pembangunan Genah Melasti di areal Pelabuhan Benoa itu sendiri dimulai sejak Oktober 2019 hingga diresmikan oleh Gubernur Bali Wayan Koster didampingi
Dirut Pelindo III, Doso Agung, pada Radite Wage Kuningan, Minggu lalu. Menurut GM Pelabuhan Benoa, I Wayan Eka Saputra, Genah Melasti ini memang diminta untuk sebelum Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1942.
“Pengelolaan Genah Melasti ini sudah diserahkan kepada Desa Adat Pedungan, begitu selesai Mendem Pedagingan, Mecaru, lan Melaspas Bumi Sudha, hari Minggu kemarin,” terang Eka Saputra.
Genah Melasti Desa Adat Pedungan di kawasan Pelabuhan Benoa, Denpasar Selatan, yang baru diresmikan. .-IST
“Yang melasti di tempat ini dulunya paling dane jero mangku, pemundut pralingga Ida Batara, prajuru adat, dan beberapa krama Desa Adat Pedungan,” kenang Gung Aji Damar saat dikonfirmasi terpisah, Selasa lalu.
Terkadang, ribuan krama yang ikut melasti saat itu terpaksa memanfaatkan sebagian ruas jalan di sisi timur jalur menuju Pelabuhan Benoa, yang merupakan akses Jalan Tol Bali Mandara. “Hal itu bukan hanya mengganggu arus lalulintas menuju Jalan Tol, namun juga sangat membahayakan,” papar Gung Aji Damar.
Karena itu, kata dia, keberadaan Genah Melasti yang baru diresmikan Gubernur Koster ini benar-benar dirasakan bermanfaat bagi krama Desa Adat Pedungan. “Walaupun sarananya belum lengkap, namun sudah bisa digunakan untuk upacara melasti rangkaian Nyepi Tahun Baru Saka 1942 nanti,” jelasnya.
Paparan senada juga disampaikan Bendesa Adat Pedungan, IGP Budiarta alias Gung De. Menurut Gung De, selama ini upacara melasti menjadi persoalan tersendiri bagi krama Desa Adat Pedungan, karena tempat melasti sempit. Belum lagi adanya ancaman air pasang, karena upacara melasti selalu dilakukan jelang Tilem Kasanga (bulan mati kesembilan sistem penanggalan Bali).
“Lokasi sempit tidak memungkinkan menampung ribuan krama yang ngiring,” terang Gung De yang kini menjabat Ketua Komisi IV PDIP DPRD Bali. Kini, dengan dibangunnya Genah Melasti seluas 1,2 hektare, Gung De memperkirakan tempat ini bisa menampung 10.000 krama pamedek (umat yang ikut tangkil sembahyang saat measti). Jumlah tersebut separoh dari total jumlah krama Desa Adat Pedungan yang mencapai 20.000 dari 14 banjar adat.
Pembangunan Genah Melasti di areal Pelabuhan Benoa itu sendiri dimulai sejak Oktober 2019 hingga diresmikan oleh Gubernur Bali Wayan Koster didampingi
Dirut Pelindo III, Doso Agung, pada Radite Wage Kuningan, Minggu lalu. Menurut GM Pelabuhan Benoa, I Wayan Eka Saputra, Genah Melasti ini memang diminta untuk sebelum Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1942.
“Pengelolaan Genah Melasti ini sudah diserahkan kepada Desa Adat Pedungan, begitu selesai Mendem Pedagingan, Mecaru, lan Melaspas Bumi Sudha, hari Minggu kemarin,” terang Eka Saputra.
Genah Melasti Desa Adat Pedungan di kawasan Pelabuhan Benoa, Denpasar Selatan, yang baru diresmikan. .-IST
Sementara itu, Gubernur Koster sebelumnya menyatakan pembangunan Genah Melasti di kawasan Pelabuhan Benoa sebagai wujud pengimplementasian visi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’, yakni menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali dan kesejahteraan krama Bali sekala-niskala. Menurut Gubernur Koster, Genah Melasti ini merupakan satu bagian dari Pelabuhan Benoa, yang dikembangkan dalam satu desain. Pembangunannya dikoordinasikan dengan Pelindo III.
Gubernur Koster menyebutkan, desain pembangunan Genah Melasti ini dilakukan melalui berbagai tahapan, termasuk mendengarkan masukan dari pihak Desa Adat Pedungan. “Pembangunan ini hasil koordinasi saya dengan Bapak Dirut Pelindo III (Doso Agung, Red) dan Menteri BUMN (Eric Thohir). Saya berupaya betul meyakinkan beliau dan astungkara Genah Melasti akhirnya bisa dibangun di atas lahan sekitar 1 hektare,” ujar Koster saat meresmikan Genah Melasti tersebut.
Koster mengapresiasi Pelindo III yang berhasil menyelesaikan pembangunan Genah Melasti ini tepat waktu, jauh sebelum Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1942. Dengan demikian, tempat bersejarah ini nantinya bisa dimanfaatkan untuk upacara melasti rangkaian Nyepi Tahun Baru Saka 1942. “Dengan membangun Genah Melasti ini, kami berharap masyarakat bersama pemerintah setempat bisa bersinergi dengan Pelindo memajukan masyarakat Bali,” tandas Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Koster juga menyarankan Genah Melasti di kawasan Pelabuhan Benoa ini jangan hanya dimanfaatkan untuk upacara melasti, yang Cuma setahun sekali. “Tetapi, manfaatkanlah tempat ini untuk kreativitas dan inovasi lain di bidang seni dan budaya. Ya, supaya tempat ini hidup. Bila perlu, bisa menghasilkan bagi Desa Adat Pedungan,” saran Koster. *k17
1
Komentar