Gianyar Kehilangan Rp 300 Miliar
Tunggu Regulasi Terkait 6 Bulan Stop Pungut PHR
Pemkab Gianyar terancam kehilangan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 300 miliar dari Pajak Hotel dan Restoran (PHR) tahun 2020, menyusul kebijakan pusat yang melarang pemerintah daerah memungut PHR selama 6 bulan sejak Maret 2020.
GIANYAR, NusaBali
Ini bisa mengganggu program pembangunan yang telah dirancang. Bupati Gianyar, Made Agus Mahayastra, mengakui dalam APBD 2020, Pemkab Gianyar memasang target pemasukan dari Pajak Hotel sebesar Rp 301 miliar dan Pajak Restoran sebesar Rp 193 miliar. Total target PHR dalam APBD Gianyar 2020 mencapai Rp 494 miliar. Sedangkan realisasi PHR mulai awal Januari 2020 sampai 27 Februari 2020 sudah mencapai Rp 30 miliar.
“Jika mengacu realisasi PHR tahun sebelumya dengan kunjungan wisatawan ramai pada bulan Maret-Agustus, maka Gianyar terancam kehilangan 60 persen dari target Rp 494 miliar PHR atau sekitar Rp 300 milliar,” ungkap Bupati Mahayastra saat dikonfirmasi NusaBali di Gianyar, Jumat (28/2).
Bupati Mahayastra yakin Gianyar akan kehilangan pendapatan dari PHR kisaran Rp 300 miliar, karena selama ini capaian dari PHR selalu melebihi target. Terkait kondisi tersebut, Mahayastra masih bertanya-tanya, apakah dana hibah dari pusat pengganti PHR ini bisa langsung dipakai untuk menggantikan pendapatan PHR yang hilang atau tidak? Pasalnya, pendapatan PHR yang hilang tersebut telah diplot untuk membiayai program pembangunan yang tertuang dalam APBD Gianyar 2020.
Jika tidak bisa digunakan, kata Mahayastra, maka Pemkab Gianyar harus mereview program kegiatan sesuai dengan Juknis yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan. “Seperti apa nantinya dana hibah itu, besarnya berapa untuk Gianyar, dan seperti apa penggunaanya, itu harus jelas. Juknis ini masih kami tunggu,” jelas Bupati asal Desa Melinggih, Kecanatan Payangan, Gianyar yang juga Ketua DPC PDIP Gianyar ini.
Mahayastra mengakui kebijakan pusat yang melarang pemungutan PHR selama 6 bulan sebagai bagian pemulihan pariwisata yang drop akibat wabah virus Corona ini, cukup mengejutkan. Pasalnya, kebijakan ini muncul di tengah upaya Pemkab Gianyar mengintensifkan penambahan pendapatan dari PHR.
Dikonfirmasi terpisah, Jumat kemarin, Kepala Badan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Gianyar, Ngakan Jati Amabarsika, mengatakan rencana pemerintah pusat untuk stop pungutan PHR selama 6 bulan di 10 destinasi pariwisata termasuk Bali, masih sebatas wacana. Pemkab Gianyar masih menunggu regulasinya.
Karena itu, menurut Ngakan Jati, BPKAD Gianyar tetap bekerja seperti biasa. Artinya, aktivitas pemungutan PHR tetap dilakukan. “Kami tetap berjalan seperti biasa. Secara formal kami tidak ada perintah untuk pembebasan PHR,” tegas Ngakan Jati, Jumat kemarin.
Sedangkan Kepala Dinas Pariwisata Gianyar, Anak Agung Gede Putrawan, mengaku telah berkoordinasi dengan BPKAD Gianyar mengenai wacana kebijakan stop pungutan PHR selama 6 bulan tersebut. “Hasil koordinasi dengan BPKAD, kami masih menunggu regulasi dari kementerian,” jelas Putrawan.
Sementara itu, Ketua BPC PHRI Gianyar, Pande Mahayana Adityawarman, menyambut baik kebijakan penghapusan pungut PHR selama 6 bulan, mulai Maret 2020 ini. Menurut Pande Mahayana, kebijakan ini pro terhadap praktisi pariwisata. Dengan keringanan beban bayar PHR ini, setidaknya bisa membuat harga lebih kompetitif.
Dengan demikian, kata dia, ketiadaan kunjungan wisatawan China bisa dicover dari kunjungan wisatawan domestik. “Dengan harga kompetitif, tamu-tamu domestik bisa datang ke Bali, khususnya ke Gianyar,” harap Pande Mahayana saat dikonfirmasi NusaBali, Jumat kemarin.
Hanya saja, Pande Mahayana belum mengetahui pasti teknis pembebasan beban PHR tersebut. PHRI Gianyar berharap kerjasama pemerintah pusat dan Pemkab Gianyar bisa berjalan dengan baik terkait rencana stop pungut PHR 6 bulan ke depan ini. “Kami masih menunggu regulasi dari Kemenkeu,” ujar Pande Mahayana saat dikonfirmasi NusaBali, Jumat kemarin.
Terkait dampak sebaran virus Corona, menurut Pande Mahayana, cukup berimbas terhadap tingkat hunian hotel di Gianyar, khususnya kawasan wisata Ubud. Namun, dampaknya belum signifikan, karena mayoritas wisatawan yang menginap di Ubud berasal dari Eropa dan Australia.
Hanya saja, jika virus Corona ini terus merebak, dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap tingkat kunjungan maupun hunian hotel periode Mei-Juni 2020 nanti. “Di Gianyar mayoritas yang tinggal adalah market Eropa dan Australia. Jadi, rata-rata okupansi saat ini masih di 45-55 persen. Tapi, apabila wabah virus Corona terus meningkat, ssatu dua pekan ke depan pastinya pick up booking untuk Mei sampai Juni bisa sangat slow,” keluhnya.
Berkaca dari kondisi ini, PHRI Gianyar berharap ada berita baik dari penanggulangan virus Corona. Kalau toh kondisi memburuk, Pande Mahayana berharap jangan sampai industri pariwisata terpuruk hingga berujung PHK. Setahu Pande Mahayani, sampai detik ini di Gianyar belum ada informasi hotel atau restoran sampai merumahkan karyawannya. *lsa,nvi
“Jika mengacu realisasi PHR tahun sebelumya dengan kunjungan wisatawan ramai pada bulan Maret-Agustus, maka Gianyar terancam kehilangan 60 persen dari target Rp 494 miliar PHR atau sekitar Rp 300 milliar,” ungkap Bupati Mahayastra saat dikonfirmasi NusaBali di Gianyar, Jumat (28/2).
Bupati Mahayastra yakin Gianyar akan kehilangan pendapatan dari PHR kisaran Rp 300 miliar, karena selama ini capaian dari PHR selalu melebihi target. Terkait kondisi tersebut, Mahayastra masih bertanya-tanya, apakah dana hibah dari pusat pengganti PHR ini bisa langsung dipakai untuk menggantikan pendapatan PHR yang hilang atau tidak? Pasalnya, pendapatan PHR yang hilang tersebut telah diplot untuk membiayai program pembangunan yang tertuang dalam APBD Gianyar 2020.
Jika tidak bisa digunakan, kata Mahayastra, maka Pemkab Gianyar harus mereview program kegiatan sesuai dengan Juknis yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan. “Seperti apa nantinya dana hibah itu, besarnya berapa untuk Gianyar, dan seperti apa penggunaanya, itu harus jelas. Juknis ini masih kami tunggu,” jelas Bupati asal Desa Melinggih, Kecanatan Payangan, Gianyar yang juga Ketua DPC PDIP Gianyar ini.
Mahayastra mengakui kebijakan pusat yang melarang pemungutan PHR selama 6 bulan sebagai bagian pemulihan pariwisata yang drop akibat wabah virus Corona ini, cukup mengejutkan. Pasalnya, kebijakan ini muncul di tengah upaya Pemkab Gianyar mengintensifkan penambahan pendapatan dari PHR.
Dikonfirmasi terpisah, Jumat kemarin, Kepala Badan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Gianyar, Ngakan Jati Amabarsika, mengatakan rencana pemerintah pusat untuk stop pungutan PHR selama 6 bulan di 10 destinasi pariwisata termasuk Bali, masih sebatas wacana. Pemkab Gianyar masih menunggu regulasinya.
Karena itu, menurut Ngakan Jati, BPKAD Gianyar tetap bekerja seperti biasa. Artinya, aktivitas pemungutan PHR tetap dilakukan. “Kami tetap berjalan seperti biasa. Secara formal kami tidak ada perintah untuk pembebasan PHR,” tegas Ngakan Jati, Jumat kemarin.
Sedangkan Kepala Dinas Pariwisata Gianyar, Anak Agung Gede Putrawan, mengaku telah berkoordinasi dengan BPKAD Gianyar mengenai wacana kebijakan stop pungutan PHR selama 6 bulan tersebut. “Hasil koordinasi dengan BPKAD, kami masih menunggu regulasi dari kementerian,” jelas Putrawan.
Sementara itu, Ketua BPC PHRI Gianyar, Pande Mahayana Adityawarman, menyambut baik kebijakan penghapusan pungut PHR selama 6 bulan, mulai Maret 2020 ini. Menurut Pande Mahayana, kebijakan ini pro terhadap praktisi pariwisata. Dengan keringanan beban bayar PHR ini, setidaknya bisa membuat harga lebih kompetitif.
Dengan demikian, kata dia, ketiadaan kunjungan wisatawan China bisa dicover dari kunjungan wisatawan domestik. “Dengan harga kompetitif, tamu-tamu domestik bisa datang ke Bali, khususnya ke Gianyar,” harap Pande Mahayana saat dikonfirmasi NusaBali, Jumat kemarin.
Hanya saja, Pande Mahayana belum mengetahui pasti teknis pembebasan beban PHR tersebut. PHRI Gianyar berharap kerjasama pemerintah pusat dan Pemkab Gianyar bisa berjalan dengan baik terkait rencana stop pungut PHR 6 bulan ke depan ini. “Kami masih menunggu regulasi dari Kemenkeu,” ujar Pande Mahayana saat dikonfirmasi NusaBali, Jumat kemarin.
Terkait dampak sebaran virus Corona, menurut Pande Mahayana, cukup berimbas terhadap tingkat hunian hotel di Gianyar, khususnya kawasan wisata Ubud. Namun, dampaknya belum signifikan, karena mayoritas wisatawan yang menginap di Ubud berasal dari Eropa dan Australia.
Hanya saja, jika virus Corona ini terus merebak, dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap tingkat kunjungan maupun hunian hotel periode Mei-Juni 2020 nanti. “Di Gianyar mayoritas yang tinggal adalah market Eropa dan Australia. Jadi, rata-rata okupansi saat ini masih di 45-55 persen. Tapi, apabila wabah virus Corona terus meningkat, ssatu dua pekan ke depan pastinya pick up booking untuk Mei sampai Juni bisa sangat slow,” keluhnya.
Berkaca dari kondisi ini, PHRI Gianyar berharap ada berita baik dari penanggulangan virus Corona. Kalau toh kondisi memburuk, Pande Mahayana berharap jangan sampai industri pariwisata terpuruk hingga berujung PHK. Setahu Pande Mahayani, sampai detik ini di Gianyar belum ada informasi hotel atau restoran sampai merumahkan karyawannya. *lsa,nvi
Komentar