Demi PON, Ketut Ariana Naikkan Bobot 8 Kg
Pasca kandas di Olimpiade Brasil 2016, lifter andalan Bali Ketut ‘Banat’ Ariana sudah kembali berlatih menyongsong PON 2016.
DENPASAR, NusaBali
Repotnya, kini Banat tak hanya focus menebus kegagalan di Rio de Janeiro dengan medali PON. Namun lifter kelahiran Melaya ini juga harus menaikkan bobot beratnya sebanyak 8 kg.
Di Brasil, Banat turun di kelas 69 kg sehingga angkatannya cenderung tidak maksimal hanya mampu mengangkat 145 kg, dari angkatan terbaiknya 150 kg. "Di PON Jabar kami turun di kelas 77 kg. Jadi masih minus 8 kg untuk bisa masuk di kelas tersebut," ucap Ariana di Hotel Batukaru, Ubung, Denpasar, Kamis (18/8).
Ariana telah masuk mengikuti program TC Sentralisasi sejak dua hari yang lalu. Dalam tahap penyesuaian itu dia pilih menaikkan berat badan terlebih dulu. Dengan begitu nanti bisa main di kelas 77 kg. "Sebelum ke Brasil berat saya memang berkisar di kelas 77 kg. Tetapi, saya diturunkan untuk bisa masuk Olimpiade main di kelas 69 kg,” kata Ariana.
Dan, setelah gagal di Brasil, dia kembali ke kelas 77 kg. Dan, kondisi bolak-balik menaik-turunkan berat badan diakui sudah sering dialaminya. “Saya main di 69 kg saat Olimpiade karena peluangnya lebih terbuka, sehingga bisa masuk fase utama meskipun akhirnya kandas,” kata Ariana.
Sementara hal berbeda justru terjadi di PON, dia melihat di kelas 77 kg justru peluang meraih emas sangat terbuka. "Saya memang terus bolak-balik menurunkan dan menaikkan berat badan. Sehingga di Brasil tampil tidak maksimal. Dan, itu saya akui. Sebab, sebelum turun di Brasil saya sudah kelas 77 kg, namun malah turun melihat peluang yang ada. Dan, sekarang kami kembali ke 77 kg. Padahal spesialis saya di kelas 69 kg," beber Ariana sembari menyebut medali emas di Rio Brszil di kelas 69 kg dengan angkatan 163 kg.
Kata Ariana, waktu di PON Riau dia turun di 69 kg dan waktu itu hanya meraih medali perunggu, sementara medali emas disabet Triatno. "Untuk PON saya jamin emas masih aman. Rata-rata angkatan rival maksimal 140 kg. Dan, rival akan datang dari Lifter Jatim ada Sando, dan Kaltim Lifter Edi. Dua rival itu bukan pelatnas tapi atlet senior sekali," jelas Ariana.
Sedangkan waktu seleksi menuju Brasil dia sempat bersaing dengan tiga rivalnya Triatno dan Deni. Triatno lifter asal Kaltim, dan Deni lifter asal Jabar. Akhirnya dia yang lolos. Dan, untuk di PON Jabar dua rival itu memutuskan untuk turun di kelas 69 kg. "Jika sama-sama ngotot turun di 69 persaingan memang sengit. Nasib apes bisa saja kembali meraih perunggu. Untuk itu saya naik kelas saja menjadi 77 kg. Dan, mereka tetap turun di kelas 69. Sama-sama terbuka untuk bisa menjadi yang terbaik di PON Jabar nantinya," jelas Ariana sembari menyebut ini sebenarnya sama-sama spesialis 69 kg. Tetapi mereka tetap pilih main di 69 kg.
"Tidak ada yang mengatur atau kesepakatan. Tetapi hanya melihat peluang saja," dalih Ariana. Sehingga tiga lifter yang sempat bersaing ketat itu diprediksi sama-sama mulus melenggang untuk meraih medali di multi even empat tahunan. Mengingat, tiga lifter itu sampai sementara ini masih menjadi yang terbaik di kelasnya.*dek
Repotnya, kini Banat tak hanya focus menebus kegagalan di Rio de Janeiro dengan medali PON. Namun lifter kelahiran Melaya ini juga harus menaikkan bobot beratnya sebanyak 8 kg.
Di Brasil, Banat turun di kelas 69 kg sehingga angkatannya cenderung tidak maksimal hanya mampu mengangkat 145 kg, dari angkatan terbaiknya 150 kg. "Di PON Jabar kami turun di kelas 77 kg. Jadi masih minus 8 kg untuk bisa masuk di kelas tersebut," ucap Ariana di Hotel Batukaru, Ubung, Denpasar, Kamis (18/8).
Ariana telah masuk mengikuti program TC Sentralisasi sejak dua hari yang lalu. Dalam tahap penyesuaian itu dia pilih menaikkan berat badan terlebih dulu. Dengan begitu nanti bisa main di kelas 77 kg. "Sebelum ke Brasil berat saya memang berkisar di kelas 77 kg. Tetapi, saya diturunkan untuk bisa masuk Olimpiade main di kelas 69 kg,” kata Ariana.
Dan, setelah gagal di Brasil, dia kembali ke kelas 77 kg. Dan, kondisi bolak-balik menaik-turunkan berat badan diakui sudah sering dialaminya. “Saya main di 69 kg saat Olimpiade karena peluangnya lebih terbuka, sehingga bisa masuk fase utama meskipun akhirnya kandas,” kata Ariana.
Sementara hal berbeda justru terjadi di PON, dia melihat di kelas 77 kg justru peluang meraih emas sangat terbuka. "Saya memang terus bolak-balik menurunkan dan menaikkan berat badan. Sehingga di Brasil tampil tidak maksimal. Dan, itu saya akui. Sebab, sebelum turun di Brasil saya sudah kelas 77 kg, namun malah turun melihat peluang yang ada. Dan, sekarang kami kembali ke 77 kg. Padahal spesialis saya di kelas 69 kg," beber Ariana sembari menyebut medali emas di Rio Brszil di kelas 69 kg dengan angkatan 163 kg.
Kata Ariana, waktu di PON Riau dia turun di 69 kg dan waktu itu hanya meraih medali perunggu, sementara medali emas disabet Triatno. "Untuk PON saya jamin emas masih aman. Rata-rata angkatan rival maksimal 140 kg. Dan, rival akan datang dari Lifter Jatim ada Sando, dan Kaltim Lifter Edi. Dua rival itu bukan pelatnas tapi atlet senior sekali," jelas Ariana.
Sedangkan waktu seleksi menuju Brasil dia sempat bersaing dengan tiga rivalnya Triatno dan Deni. Triatno lifter asal Kaltim, dan Deni lifter asal Jabar. Akhirnya dia yang lolos. Dan, untuk di PON Jabar dua rival itu memutuskan untuk turun di kelas 69 kg. "Jika sama-sama ngotot turun di 69 persaingan memang sengit. Nasib apes bisa saja kembali meraih perunggu. Untuk itu saya naik kelas saja menjadi 77 kg. Dan, mereka tetap turun di kelas 69. Sama-sama terbuka untuk bisa menjadi yang terbaik di PON Jabar nantinya," jelas Ariana sembari menyebut ini sebenarnya sama-sama spesialis 69 kg. Tetapi mereka tetap pilih main di 69 kg.
"Tidak ada yang mengatur atau kesepakatan. Tetapi hanya melihat peluang saja," dalih Ariana. Sehingga tiga lifter yang sempat bersaing ketat itu diprediksi sama-sama mulus melenggang untuk meraih medali di multi even empat tahunan. Mengingat, tiga lifter itu sampai sementara ini masih menjadi yang terbaik di kelasnya.*dek
1
Komentar