RSUD Tambah 3 Mesin Cuci Darah
AMLAPURA, NusaBali
Mesin cuci darah atau Hemodialisa di RSUD Karangasem, kini bertambah tiga unit.
Sebelumnya, RS ini punya 15 unit mesin dan kini menjadi 18 unit. Penambahan ini karena jumlah pasien juga bertambah.
Sebelumnya, banyak pasien cuci darah di Denpasar, PP Karangasem-Denpasar. Kini sekali shift ada 18 pasien cuci darah terlayani di ruang Hemodialisa RSUD Karangasem, Jalan Ngurah Rai Amlapura, Kamis (5/3). Rata-rata pasien yang cuci darah menggunakan jasa BPJS Kesehatan. Jika tanpa BPJS, sekali cuci darah bayar Rp 700.000.
Direktur RSUD Karangasem I Wayan Suardana mengatakan, bertambahnya mesin hemodialisa, mengingat kebutuhannya bertambah, walau ruangannya belum mengalami perluasan. “Makanya tiap hari pasiennya penuh, semua pasien yang datang sudah punya jadwal cuci darah, sendiri-sendiri,” kata I Wayan Suardana.
Rata-rata cuci darah tiap pasien membutuhkan waktu 4 -4,5 jam. Tiap pasien juga rata-rata cuci darah dua kali seminggu. “Mesin hemodialisa itu adalah mesin pengganti ginjal, karena ginjalnya tidak berfungsi,” tambah I Wayan Suardana.
Bisa saja katanya berhenti cuci darah, jika melakukan operasi ginjal, dengan mengganti ginjal. Itu pun kalau ginjal yang digunakan cocok dalam tubuh, dan biayanya mahal hingga Rp 5 miliar.
Ginjal yang tidak lagi berfungsi, kata dia, perlu alat bantu, untuk menyaring dan membersihkan darah dari limbah berbahaya. Sebab, ginjal tak mampu lagi menyaring zat sisa metabolisme dalam tubuh.
Teknis cuci darah, pertama membuat akses dari pembuluh darah melalui operasi ringan, tujuannya untuk menyalurkan darah dari tubuh dialirkan melalui tabung ke dalam dialyzer (ginjal buatan), untuk dibersihkan. Hanya saja, pasien cuci darah perlu mewaspadai yang menyebabkan komplikasi, di antaranya: tekanan darah tinggi, anemia, kram otot, gatal-gatal, dan sebagainya. Penderita biasanya, kesulitan tidur, inflansi membran, menurunnya nafsu makan, perubahan warna dan suhu kulit, dan sebagainya.
Pasien I Wayan Roja,58, dari Banjar Abiantiying, Desa Amerta Bhuana, Kecamatan Selat mengaku telah tujuh tahun cuci darah. Selama menjalani program cuci darah, nafsu makan berkurang, sulit tidur, sulit minum air berlebihan, dan kesulitan makan buah-buahan yang banyak mengandung air. “Saat sedang menjalani cuci darah, nafsu makan baru muncul, makannya jadi enak. Sebab, darah sedang diproses mesin,” kata I Wayan Roja, yang tidak lagi bisa kerja.
Pasien lainnya I Wayan Rodiasa, 28, dari Banjar Pesiatin, Desa Seraya Barat, Kecamatan Karangasem juga demikian. “Suami saya selama menderita sakit gagal ginjal sejak 4 tahun lalu, tidak lagi bisa kerja. Saya hanya kerja menganyam ata, juga tidak banyak waktu tersedia,” kata istrinya I Wayan Rodiasa, Ni Wayan Okirianti. *k16
Sebelumnya, banyak pasien cuci darah di Denpasar, PP Karangasem-Denpasar. Kini sekali shift ada 18 pasien cuci darah terlayani di ruang Hemodialisa RSUD Karangasem, Jalan Ngurah Rai Amlapura, Kamis (5/3). Rata-rata pasien yang cuci darah menggunakan jasa BPJS Kesehatan. Jika tanpa BPJS, sekali cuci darah bayar Rp 700.000.
Direktur RSUD Karangasem I Wayan Suardana mengatakan, bertambahnya mesin hemodialisa, mengingat kebutuhannya bertambah, walau ruangannya belum mengalami perluasan. “Makanya tiap hari pasiennya penuh, semua pasien yang datang sudah punya jadwal cuci darah, sendiri-sendiri,” kata I Wayan Suardana.
Rata-rata cuci darah tiap pasien membutuhkan waktu 4 -4,5 jam. Tiap pasien juga rata-rata cuci darah dua kali seminggu. “Mesin hemodialisa itu adalah mesin pengganti ginjal, karena ginjalnya tidak berfungsi,” tambah I Wayan Suardana.
Bisa saja katanya berhenti cuci darah, jika melakukan operasi ginjal, dengan mengganti ginjal. Itu pun kalau ginjal yang digunakan cocok dalam tubuh, dan biayanya mahal hingga Rp 5 miliar.
Ginjal yang tidak lagi berfungsi, kata dia, perlu alat bantu, untuk menyaring dan membersihkan darah dari limbah berbahaya. Sebab, ginjal tak mampu lagi menyaring zat sisa metabolisme dalam tubuh.
Teknis cuci darah, pertama membuat akses dari pembuluh darah melalui operasi ringan, tujuannya untuk menyalurkan darah dari tubuh dialirkan melalui tabung ke dalam dialyzer (ginjal buatan), untuk dibersihkan. Hanya saja, pasien cuci darah perlu mewaspadai yang menyebabkan komplikasi, di antaranya: tekanan darah tinggi, anemia, kram otot, gatal-gatal, dan sebagainya. Penderita biasanya, kesulitan tidur, inflansi membran, menurunnya nafsu makan, perubahan warna dan suhu kulit, dan sebagainya.
Pasien I Wayan Roja,58, dari Banjar Abiantiying, Desa Amerta Bhuana, Kecamatan Selat mengaku telah tujuh tahun cuci darah. Selama menjalani program cuci darah, nafsu makan berkurang, sulit tidur, sulit minum air berlebihan, dan kesulitan makan buah-buahan yang banyak mengandung air. “Saat sedang menjalani cuci darah, nafsu makan baru muncul, makannya jadi enak. Sebab, darah sedang diproses mesin,” kata I Wayan Roja, yang tidak lagi bisa kerja.
Pasien lainnya I Wayan Rodiasa, 28, dari Banjar Pesiatin, Desa Seraya Barat, Kecamatan Karangasem juga demikian. “Suami saya selama menderita sakit gagal ginjal sejak 4 tahun lalu, tidak lagi bisa kerja. Saya hanya kerja menganyam ata, juga tidak banyak waktu tersedia,” kata istrinya I Wayan Rodiasa, Ni Wayan Okirianti. *k16
Komentar