Bali Juara Terbaik Parade Tari Nusantara
Dari seluruh provinsi yang tampil, Sulawesi Tengah dan Kepulauan Riau tampil dengan sangat apik dan menjadi saingan berat Bali.
DENPASAR, NusaBali
Garapan seni tradisi berjudul ‘Legu Gondong’ kolaborasi Yayasan Pancer Langit dengan Penggak Men Mersi berhasil mengantarkan Bali meraih juara umum dalam Parade Tari Nusantara ke-35 yang diselenggarakan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, Sabtu (20/8). Dalam parade yang diikuti 30 provinsi itu, Bali juga menyabet beberapa kategori terbaik di antaranya Anak Agung Gede Agung Rahma Putra menyabet gelar penyaji terbaik dan penata tari terbaik, I Made Sugiarta sebagai penata rias dan busana terbaik, serta I Wayan Sudiarsa sebagai penata musik unggulan.
Kemenangan ini pun diraih dengan tidak mudah karena seniman dari provinsi lain juga bermain bagus. Ini diakui oleh Kadek Wahyudita yang juga sebagai salah satu dari lima juri dalam menilai Parade Budaya Nusantara tersebut. Dari seluruh provinsi yang tampil, Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Kepulauan Riau tampil dengan sangat apik dan menjadi saingan berat Bali. Sedangkan provinsi lainnya dinilai memiliki seni yang indah namun masih belum bisa mewakili konsep utama yang diangkat yakni tentang ‘legenda atau cerita rakyat’.
“Banyak dari mereka menampilkan gerakan-gerakan yang indah namun tidak membangun bahasa simbolik untuk menjelaskan karya atau ide cerita yang mereka angkat,” ujar Wahyudita yang juga Kelian Penggak Men Mersi ini, dalam keterangan pers di Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Senin (22/8). Catatan ke depan, garapan tidak menjadi sebuah pengulangan.
Koreografer tari, AA Gede Agung Rahma Putra mengatakan, Yayasan Pancer Langit dengan kru yang sangat minim berusaha menampilkan yang terbaik. Mereka antara lain AA Gede Agung Rahma Putra (penata tari), I Wayan Sudiarsa (penata musik), Made Sugiarta (tata busana), Anggradana (make up artist), Wandana (properti), Gede Parta (manajer artist), Ngurah (dokumentasi), dan Gus Dodik (lighting). Sedangkan penari yang dikerahkan yakni Ni Ketut Candra Lestari, IGA Sukma Yanti, Rai Yoga Iswara, Putu Parama Kesawa Ananda, Pande Putu Kevin Diah, dan IB Eka Haristha. Para penabuh di antaranya Pande Gede Eka Mardiana, I Wayan Eris Setiawan, Ika Yana Adnyana, I Wayan Pande Wisiana, I Wayan Situ Banda, Kadek Juliantara, I Wayan Ari Widyantara, dan I Wayan Partha Wijaya.
“Tantangan terbesar saat menyiapkan pakaian, karena pakaiannya kami rancang khusus. Jadi ketika ditarik, pakaian itu berubah jadi pakaian Legu Gondong yang digunakan penari. Selain itu, durasi pementasan juga sangat singkat, hanya tujuh menit,” tuturnya. Mereka membawakan garapan berjudul ‘Legu Gondong’ yang diangkat dari legenda di Puri Kesiman Denpasar Timur. Cerita rakyat ini mengisahkan tentang raksasa bersayap seperti nyamuk yang dikenal dengan Legu Gondong yang telah mengakibatkan wabah berujung kematian pada masyarakat Kesiman, Denpasar.
Singkat cerita, Prabu Kesiman masuk ke dalam lautan melakukan meditasi dan memohon kekuatan dari Dewa Laut untuk mendapatkan kekuatan agar bisa mengembalikan Legu Gondong kepada pencipta-Nya. Akhirnya dari tengah lautan, Prabu Kesiman muncul bersama Dewa Laut yang berwujud Gajah Mina atau ikan raksasa berkepala gajah. Legu Gondong dapat dimusnahkan.
Kepala Dinas Kebudayaan Bali Dewa Putu Beratha mengapresiasi prestasi yang telah ditorehkan wakil Bali itu. Beratha mengatakan akan mengupayakan reward khusus, karena telah mengharumkan nama Bali di kancah nasional. Diharapkan para seniman jangan cepat berpuas diri. Sebaliknya semakin memiliki inovasi untuk perkembangan dunia seni ke depannya. “Harus terus menciptakan berbagai karya seni yang inovatif dan kreatif karena provinsi lain pastinya terus membuat yang terbaru,” pesannya. Dikatakan, seni tradisi memang harus tetap dilestarikan dan dipelihara, tetapi tak boleh stagnan. * i
Kemenangan ini pun diraih dengan tidak mudah karena seniman dari provinsi lain juga bermain bagus. Ini diakui oleh Kadek Wahyudita yang juga sebagai salah satu dari lima juri dalam menilai Parade Budaya Nusantara tersebut. Dari seluruh provinsi yang tampil, Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Kepulauan Riau tampil dengan sangat apik dan menjadi saingan berat Bali. Sedangkan provinsi lainnya dinilai memiliki seni yang indah namun masih belum bisa mewakili konsep utama yang diangkat yakni tentang ‘legenda atau cerita rakyat’.
“Banyak dari mereka menampilkan gerakan-gerakan yang indah namun tidak membangun bahasa simbolik untuk menjelaskan karya atau ide cerita yang mereka angkat,” ujar Wahyudita yang juga Kelian Penggak Men Mersi ini, dalam keterangan pers di Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Senin (22/8). Catatan ke depan, garapan tidak menjadi sebuah pengulangan.
Koreografer tari, AA Gede Agung Rahma Putra mengatakan, Yayasan Pancer Langit dengan kru yang sangat minim berusaha menampilkan yang terbaik. Mereka antara lain AA Gede Agung Rahma Putra (penata tari), I Wayan Sudiarsa (penata musik), Made Sugiarta (tata busana), Anggradana (make up artist), Wandana (properti), Gede Parta (manajer artist), Ngurah (dokumentasi), dan Gus Dodik (lighting). Sedangkan penari yang dikerahkan yakni Ni Ketut Candra Lestari, IGA Sukma Yanti, Rai Yoga Iswara, Putu Parama Kesawa Ananda, Pande Putu Kevin Diah, dan IB Eka Haristha. Para penabuh di antaranya Pande Gede Eka Mardiana, I Wayan Eris Setiawan, Ika Yana Adnyana, I Wayan Pande Wisiana, I Wayan Situ Banda, Kadek Juliantara, I Wayan Ari Widyantara, dan I Wayan Partha Wijaya.
“Tantangan terbesar saat menyiapkan pakaian, karena pakaiannya kami rancang khusus. Jadi ketika ditarik, pakaian itu berubah jadi pakaian Legu Gondong yang digunakan penari. Selain itu, durasi pementasan juga sangat singkat, hanya tujuh menit,” tuturnya. Mereka membawakan garapan berjudul ‘Legu Gondong’ yang diangkat dari legenda di Puri Kesiman Denpasar Timur. Cerita rakyat ini mengisahkan tentang raksasa bersayap seperti nyamuk yang dikenal dengan Legu Gondong yang telah mengakibatkan wabah berujung kematian pada masyarakat Kesiman, Denpasar.
Singkat cerita, Prabu Kesiman masuk ke dalam lautan melakukan meditasi dan memohon kekuatan dari Dewa Laut untuk mendapatkan kekuatan agar bisa mengembalikan Legu Gondong kepada pencipta-Nya. Akhirnya dari tengah lautan, Prabu Kesiman muncul bersama Dewa Laut yang berwujud Gajah Mina atau ikan raksasa berkepala gajah. Legu Gondong dapat dimusnahkan.
Kepala Dinas Kebudayaan Bali Dewa Putu Beratha mengapresiasi prestasi yang telah ditorehkan wakil Bali itu. Beratha mengatakan akan mengupayakan reward khusus, karena telah mengharumkan nama Bali di kancah nasional. Diharapkan para seniman jangan cepat berpuas diri. Sebaliknya semakin memiliki inovasi untuk perkembangan dunia seni ke depannya. “Harus terus menciptakan berbagai karya seni yang inovatif dan kreatif karena provinsi lain pastinya terus membuat yang terbaru,” pesannya. Dikatakan, seni tradisi memang harus tetap dilestarikan dan dipelihara, tetapi tak boleh stagnan. * i
Komentar