Sudaji Memanas, Kerauhan Dibubarkan
Ketegangan dipicu saat krama Desa Adat Sudaji kerauhan (trance) dan mendapat pawisik untuk mendak tirta pengusir wabah. Sedangkan di sisi lain ada larangan keramaian massa terkait wabah Corona.
SINGARAJA, NusaBali
Desa Sudaji di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng, sempat memanas pada saat Ngembak Gni Nyepi, Kamis (26/3). Krama Sudaji dan kepolisian pun sempat tegang beberapa saat, karena miss komunikasi. Dihubungi via telepon Perbekel Desa Sudaji, I Made Ngurah Fajar Kurniawan, Jumat (27/3) siang menjelaskan peristiwa yang sedikit memanas itu bermula saat beberapa kramanya pada malam Sipeng, Buda Kliwon Pahang, Rabu (25/3) lalu kerauhan. Situasi pun semakin menjadi dan berlanjut hingga Ngembak Gni, Wraspati Umanis Pahang, Kamis (26/3) lalu. “Masalah timbul karena masalah niskala bukan masalah mengarak ogoh-ogoh saat pangerupukan. Warga kami banyak yang kerauhan setelah bunyi ledakan dari Pura Batu Bedil di Bukit Sudaji,” ungkap Perbekel Fajar.
Kerauhan sejumlah kramanya kemudian membuat prajuru adat dan perbekel melangsungkan paruman pada Ngembak Gni. Namun pelaksanaan paruman itu mengundang informasi simpang siur yang masuk ke kepolisian yang menyebut Desa Adat Sudaji akan melangsungkan pengarakan ogoh-ogoh keliling desa. “Posisi saat itu masih paruman untuk menyikapi peristiwa niskala ini disesuaikan dengan situasi sekala saat ini. Kami pengurangan keramaian kami sudah lakukan dengan batal pengarakan ogoh-ogoh saat pangerupukan padahal sudah dipasupati,” imbuh dia.
Situasi paruman mendadak itu kemudian ditanggapi kurang pas dan disebut menimbulkan keramaian. Polres Buleleng pun langsung membubarkan masyarakat dan prajuru adat yang sedang melaksanakan paruman serta beberapa krama desa yang saat itu sedang dalam keadaan kerauhan.
“Itu kan masalah niskala, kami sedang rembugkan bagaimana solusinya, tetapi langsung dibubarkan dan beberapa masyarakat termasuk saya sempat diamankan polisi. Kami kecewa juga dengan insiden kemarin,” tutur Perbekel Fajar. Dari pawisik sesuhunan Ida Bhatara yang malinggih di Pura Batu Bedil yang dikenal keramat itu menyarankan krama Sudaji agar mendak tirta pengusir wabah yang kemudian distanakan di Pura Desa dan dilakukan persembahyangan di Pura Dalem. Ogoh-ogoh yang sudah terlanjur dipasupati pun diharuskan dipralina dengan tirta daru Pura Batu Bedil juga.
“Kepercayaan kami di Desa Adat Sudaji kalau ada pertanda niskala dengan bunyi ledakan di Pura Batu Bedil, itu pertanda tidak baik dan akan terjadi suatu keributan atau hal buruk lainnya,” lanjut Fajar. Beruntung situasi yang sempat memanas itu segera tertangani setelah prajuru adat Desa Sudaji memutuskan untuk melakukan pawisik krama yang kerauhan dengan membatasi peserta upacara.
“Tidak ada pengarakan ogoh-ogoh keliling desa dan dipralina pakai api. Hanya dipralina pakai tirta di tempat penyimpanan dan simbolis pengarakan di tempat itu juga tidak ada berpindah tempat. Kemudian langsung di bongkar, polisi juga yang bantu bongkar biar tidak ada salah paham lagi,” tegas dia. Usai upacara mendak tirta kemudian dibagikan kepada seluruh warga beserta gelang benang yang sudah dipasupati.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah Polres Buleleng diwakili Kabag Ops Polres Buleleng, Kompol Anak Agung Wiranata Kusuma didampingi Kasubbag Humas Iptu Gede Sumarjaya mengatakan pembubaran kerumunan warga itu dilakukan setelah ada informasi pengarakan ogoh-ogoh ke setra untuk dipralina. Kapolres yang turun langsung ke Sudaji saat tiba di lokasi juga mendapati kumpulan masa di sejumlah titik.
“Kami permasalahkan massa yang kumpul, sudah jelas dilarang, sangat bertentangan dengan himbauan melalui surat edaran Gubernur Bali Wayan Koster dan Maklumat Kapolri dalam upaya mencegah penyebaran virus Korona (Covid-19) semakin meluas,” ungkap Kabag Ops.Anak Agung Wiranata Kusuma.
Kabag Ops Kompol Wiranata pun menjelaskan Kapolres Buleleng AKBP I Made Sinar Subawa sempat menyampaikan imbauan di hadapan kerumunan massa untuk segera membubarkan diri dan melarang untuk berkumpul apalagi melakukan pengarakan ogoh-ogoh. Pengamanan beberapa krama desa itu pun disebut tindakan tegas sesuai dengan ketentuan yang ada. “Rupanya ada komunikasi yang tidak pas. Kami menanyakan siapa yang bertanggungjawab ogoh-ogoh ini bergerak, namun kami menerima jawaban masih dilakukan paruman. Kita persoalkan bukan parumannya atau prosesi upacaranya, karena yang dilarang pemerintah itu adalah kerumunan massa dalam jumlah banyak,” terangnya.
Sejumlah tokoh masyarakat dan Perbekel Sudaji melakukan pendekatan dan berkomunikasi dengan Kapolres Buleleng dan disepakati hanya dapat dilakukan ritual upacara saja yang dilaksanakan oleh prajuru saja sedangkan ogoh-ogoh tetap di tempat. Kesepakatan itu yang mengakhiri situasi yang sempat memanas sebelumnya.*k23
Kerauhan sejumlah kramanya kemudian membuat prajuru adat dan perbekel melangsungkan paruman pada Ngembak Gni. Namun pelaksanaan paruman itu mengundang informasi simpang siur yang masuk ke kepolisian yang menyebut Desa Adat Sudaji akan melangsungkan pengarakan ogoh-ogoh keliling desa. “Posisi saat itu masih paruman untuk menyikapi peristiwa niskala ini disesuaikan dengan situasi sekala saat ini. Kami pengurangan keramaian kami sudah lakukan dengan batal pengarakan ogoh-ogoh saat pangerupukan padahal sudah dipasupati,” imbuh dia.
Situasi paruman mendadak itu kemudian ditanggapi kurang pas dan disebut menimbulkan keramaian. Polres Buleleng pun langsung membubarkan masyarakat dan prajuru adat yang sedang melaksanakan paruman serta beberapa krama desa yang saat itu sedang dalam keadaan kerauhan.
“Itu kan masalah niskala, kami sedang rembugkan bagaimana solusinya, tetapi langsung dibubarkan dan beberapa masyarakat termasuk saya sempat diamankan polisi. Kami kecewa juga dengan insiden kemarin,” tutur Perbekel Fajar. Dari pawisik sesuhunan Ida Bhatara yang malinggih di Pura Batu Bedil yang dikenal keramat itu menyarankan krama Sudaji agar mendak tirta pengusir wabah yang kemudian distanakan di Pura Desa dan dilakukan persembahyangan di Pura Dalem. Ogoh-ogoh yang sudah terlanjur dipasupati pun diharuskan dipralina dengan tirta daru Pura Batu Bedil juga.
“Kepercayaan kami di Desa Adat Sudaji kalau ada pertanda niskala dengan bunyi ledakan di Pura Batu Bedil, itu pertanda tidak baik dan akan terjadi suatu keributan atau hal buruk lainnya,” lanjut Fajar. Beruntung situasi yang sempat memanas itu segera tertangani setelah prajuru adat Desa Sudaji memutuskan untuk melakukan pawisik krama yang kerauhan dengan membatasi peserta upacara.
“Tidak ada pengarakan ogoh-ogoh keliling desa dan dipralina pakai api. Hanya dipralina pakai tirta di tempat penyimpanan dan simbolis pengarakan di tempat itu juga tidak ada berpindah tempat. Kemudian langsung di bongkar, polisi juga yang bantu bongkar biar tidak ada salah paham lagi,” tegas dia. Usai upacara mendak tirta kemudian dibagikan kepada seluruh warga beserta gelang benang yang sudah dipasupati.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah Polres Buleleng diwakili Kabag Ops Polres Buleleng, Kompol Anak Agung Wiranata Kusuma didampingi Kasubbag Humas Iptu Gede Sumarjaya mengatakan pembubaran kerumunan warga itu dilakukan setelah ada informasi pengarakan ogoh-ogoh ke setra untuk dipralina. Kapolres yang turun langsung ke Sudaji saat tiba di lokasi juga mendapati kumpulan masa di sejumlah titik.
“Kami permasalahkan massa yang kumpul, sudah jelas dilarang, sangat bertentangan dengan himbauan melalui surat edaran Gubernur Bali Wayan Koster dan Maklumat Kapolri dalam upaya mencegah penyebaran virus Korona (Covid-19) semakin meluas,” ungkap Kabag Ops.Anak Agung Wiranata Kusuma.
Kabag Ops Kompol Wiranata pun menjelaskan Kapolres Buleleng AKBP I Made Sinar Subawa sempat menyampaikan imbauan di hadapan kerumunan massa untuk segera membubarkan diri dan melarang untuk berkumpul apalagi melakukan pengarakan ogoh-ogoh. Pengamanan beberapa krama desa itu pun disebut tindakan tegas sesuai dengan ketentuan yang ada. “Rupanya ada komunikasi yang tidak pas. Kami menanyakan siapa yang bertanggungjawab ogoh-ogoh ini bergerak, namun kami menerima jawaban masih dilakukan paruman. Kita persoalkan bukan parumannya atau prosesi upacaranya, karena yang dilarang pemerintah itu adalah kerumunan massa dalam jumlah banyak,” terangnya.
Sejumlah tokoh masyarakat dan Perbekel Sudaji melakukan pendekatan dan berkomunikasi dengan Kapolres Buleleng dan disepakati hanya dapat dilakukan ritual upacara saja yang dilaksanakan oleh prajuru saja sedangkan ogoh-ogoh tetap di tempat. Kesepakatan itu yang mengakhiri situasi yang sempat memanas sebelumnya.*k23
1
Komentar