Sunyi Sepi Sendiri
Sunyi sepi sendiri Sejak kau tinggal pergi Tiada kabar berita Hatiku merana
Ini lirik lagu berjudul ‘Surat Undangan’, hits di tahun 1960-an, gubahan Jules Fioole.
Sekarang pun lagu ini banyak cover version-nya dalam berbagai gaya: bossanova, pop, keroncong, sering berkumandang di acara-acara lagu nostalgia. Acara yang dinanti-nanti ini dinikmati penuh perasaan oleh kaum manula, mengenang masa-masa muda yang indah, sederhana, santun, dan memang sangat menghayati sepi. Kendati dinyanyikan oleh banyak biduanita, namun paling romantis yang didendangkan oleh Diah Iskandar.
Sunyi dan sepi acap dikaitkan dengan kerinduan pada kekasih. Bing Slamet menggubah lagu ‘Sri Rahayu’ berkisah betapa kalau sendiri, manusia suka teringat yang dicintai. Kalaku seorang diri/Teringat akan kasihku/Masa lalu cumbu rayu/Nada kan setiap kau ucapkan. Aransemen asli lagu ini yang dinyanyikan Bing Slamet, sangat memikat.
Brian May menyanyikan Too Much Love Will Kill You untuk rekannya dalam kelompok Queen, Freddie Mercury, yang meninggal karena AIDS. Brian bertutur tentang orang pada akhirnya akan terdampar dalam sunyi sendiri, setelah mereguk begitu banyak tingkah polah cinta. I'm far away from home/And I've been facing this alone/For much too long. (Aku jauh dari rumah. Dan begitu lama kuhadapi semua ini sendirian).
Sunyi, sepi, dan sendiri punya banyak kisah. Setiap orang pernah berhadapan pada kesendirian, berkali-kali bahkan, dalam banyak waktu. Banyak yang lebih suka menyendiri, daripada hidup bergerombol dan beramai-ramai. Tak sedikit yang bosan pada keramaian, lalu sangat ingin sendiri. Bagi mereka hiruk pikuk, kebisingan, sesuatu yang sangat memuakkan. Dan sunyi, sepi, sendiri, kemudian menjadi kemewahan.
Selain populer dalam lagu, sunyi-sepi banyak bisa dijumpai dalam sastra. Tak terkatakan banyak puisi, cerpen, novel, berkisah tentang kesunyian. Banyak yang dilukiskan dengan nyata, tak sedikit pula yang diungkap dengan absurd, remang-remang, namun intinya sama, betapa kesunyian itu sangat personal, demikian unik, dan beraneka ragam.
Amir Hamzah berulang-ulang melukiskan sunyi dalam bukunya Nyanyi Sunyi yang terbit pertama kali tahun 1937. Dalam sajak ‘Sunyi itu Duka’ Amir Hamzah menulis: Sunyi itu duka/ Sunyi itu kudus/ Sunyi itu lupa/ Sunyi itu lampus. Dalam buku yang memuat 25 sajak ini ia memilih sunyi untuk bisa menajamkan kerinduannya pada Sang Pencipta dalam ‘Padamu Jua’: Engkau ganas/ Mangsa aku dalam cakarmu/ Bertukar tangkap dengan lepas.
Chairil Anwar menulis sajak ‘Hampa’ yang memberi makna sangat dalam tentang sunyi pada diri seseorang, menjadi sepi yang mencekam: Sepi di luar. Sepi menekan mendesak./ Lurus kaku pohonan. Tak bergerak/ Sampai ke puncak. Sepi memagut,/ Tak satu kuasa melepas-renggut/ Segala menanti. Menanti. Menanti./ Sepi.
Tidak mengherankan jika kemudian acap kali sepi, sunyi, kesendirian, justru menjadi bencana, merusak perasaan, dan bisa berujung pada putus asa dan kematian. Dalam sajak ‘Sia-sia’ Chairil Anwar menulis: Mampus kau dikoyak-koyak sepi.
Entah berapa banyak sepi, sunyi dan kesendirian ditulis saban hari, dalam sastra, dalam buku harian, dalam lontaran dendam kesumat serta ungkapan kerinduan kepada yang dikasihi. Ini pertanda betapa sendiri, sunyi, dan sepi adalah situasi yang sangat sulit dan menyesakkan dada serta pikiran. Orang bisa gila karena kesunyian akibat lama diisolasi. Betapa dilematis sunyi sendiri, sehingga harus diurus negara.
Tapi banyak orang yang justru memburu sepi. Mereka pergi ke hutan, ke gua-gua di pantai, bersemedi agar bisa mencapai puncak segala tuju spiritualisme. Mereka meminta pertolongan pada sepi, berniat moksa, sangat yakin itu hanya bisa dicapai dengan sunyi sepi sendiri, tidak cukup dengan mengisolasi diri bersama keluarga di bawah satu atap. Penekun sunyi ini yakin, sepi memang menjadi jalan keluar dari wabah bencana kemelut persoalan. Kalau saja setiap orang paham tentang hakikat sunyi sepi sendiri, wabah tak bakalan sanggup gampang bertingkah.
Sesungguhnya orang-orang Bali memiliki paham dan filosofi sunyi sepi sendiri. Mereka sudah melakoninya sejak berabad-abad dalam kegiatan ritual Nyepi. Mereka melakukan meditasi begitu memulai hari pertama dalam satu siklus setahun berkegiatan. Hari pertama mereka sebut kosong, nol, yang sesungguhnya sepadan dengan sunyi, sepi, sendiri, itu. Kosong itu berarti hening, pikiran kosong itu bening, sehingga ketika menghadapi masalah tetap tenang, tidak panik.
Alangkah unik dan ajaib filosofi Nyepi. Sebuah pandangan hidup untuk arif menghargai senyap, tenang, dan kesadaran mengisolasi diri. Cuma sayang banyak yang menyelewengkan filosofi ini dengan berpura-pura melakoninya. Ketika Nyepi mengaku menyendiri, tapi nyatanya berkumpul, berlima dalam satu meja, asyik suntuk meceki. Mereka tak peduli apa itu social distancing untuk menghindari wabah virus yang bikin gering. *
Aryantha Soethama
Pengarang
Komentar