Jagal Babi Diimbau Jangan Main Harga
Jelang hari raya Galungan 7 September mendatang, sejumlah komoditi diperkirakan akan mengalami fluktuasi harga, terutama daging babi yang menjadi kebutuhan umat Hindu di Bali pada hari raya tersebut.
DENPASAR, NusaBali
Ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Bali, Ketut Sudikerta akan mengusahakan berbagai cara untuk menahan laju inflasi akibat kenaikan harga daging babi jelang Galungan.
Menurutnya, harus ada solusi karena daging babi merupakan salah satu penyumbang inflasi terutama saat hari raya Galungan. Saat ini stok daging babi, ayam, masih sapi masih melebihi kebutuhan daging konsumsi. Ini artinya, stok daging masih aman. Pihaknya juga telah mengkoordinasikan dengan TPID masing-masing kabupaten/kota untuk mengantisipasi lonjakan harga jelang hari raya keagamaan Galungan.
“Yang jelas kebutuhan konsumsi kebutuhan masyarakat dengan stok yang ada itu masih melebihi. Karena ada momen hari raya ini kita usahakan harga daging tidak mengalami fluktuasi harga. Untuk babi hidup kita usahakan Rp 23 ribu per kilogram, sedangkan untuk daging babi Rp 50-55 ibu per kilogram harga TPID,” ujar Sudikerta yang juga Wakil Gubernur Bali seusai melakukan rapat tertutup dengan beberapa pihak di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Selasa (23/8).
Walau demikian, tidak tertutup kemungkinan komoditi lain juga bisa mempengaruhi. Maka solusinya, TPID juga mengerahkan cara melalui operasi pasar. Operasi pasar diserahkan kepada TPID masing-masing kabupaten/kota untuk memulainya kemarin, terutama komoditi pokok seperti beras, gula, cabe, bawang, dan sebagainya.
Terkait harga daging babi, Sudikerta mengakui disparitas harga daging babi memang tinggi. Hal ini karena belum adanya pusat penyetokan, sehingga pihaknya akan memikirkan kemungkinan membangun cold storage agar dapat menekan kesenjangan harga di tingkat peternak dan pembeli.
Disparitas harga daging yang cukup tinggi pun diakui pula oleh Kadis Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali Putu Sumantra. Menurutnya, hal tersebut diakibatkan oleh adanya permainan pemotong daging babi yang bermain harga. “Soal pasokan sebenarnya tidak ada masalah. Stok babi di Bali saat ini sekitar 181.000 ekor. Kalau permintaan pada Galungan sampai 120.000 ekor. Namun, masalah harga memang masih terjadi disparitas cukup tinggi. Kami tidak bisa ikut campur, hanya tetap mengimbau agar pemotong daging babi tidak mencari laba terlalu tinggi, sehingga harga tetap stabil,” terangnya.
Disparitas harga daging babi ini nyatanya sangat berdampak pada kelangsungan usaha dari para peternak babi. Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Karangasem, Nyoman Tinta mengatakan setiap Galungan, peternak tidak terlalu mendapatkan keuntungan tinggi meskipun harga daging babi naik.
Kondisi para peternak babi ini diakuinya akibat tidak memiliki daya tawar terhadap tukang potong (jagal). Lemahnya daya tawar peternak juga lantaran sebagian besar bukan peternak professional melainkan peternakan rakyat yang hanya membudidayakan sekitar 5 ekor-10 ekor. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan untuk menekan harga.
Akhirnya, hal ini mengakibatkan harga daging jika dibandingkan harga babi hidup di tingkat peternak sangat tidak berimbang. Akibatnya, jagal menjadi pasar yang menentukan harga. Dia menuturkan, seharusnya dengan harga jual daging babi Rp55.000 per kg, harga jual di tingkat peternak bisa mencapai Rp 28 ribu per kilogram. i
Menurutnya, harus ada solusi karena daging babi merupakan salah satu penyumbang inflasi terutama saat hari raya Galungan. Saat ini stok daging babi, ayam, masih sapi masih melebihi kebutuhan daging konsumsi. Ini artinya, stok daging masih aman. Pihaknya juga telah mengkoordinasikan dengan TPID masing-masing kabupaten/kota untuk mengantisipasi lonjakan harga jelang hari raya keagamaan Galungan.
“Yang jelas kebutuhan konsumsi kebutuhan masyarakat dengan stok yang ada itu masih melebihi. Karena ada momen hari raya ini kita usahakan harga daging tidak mengalami fluktuasi harga. Untuk babi hidup kita usahakan Rp 23 ribu per kilogram, sedangkan untuk daging babi Rp 50-55 ibu per kilogram harga TPID,” ujar Sudikerta yang juga Wakil Gubernur Bali seusai melakukan rapat tertutup dengan beberapa pihak di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Selasa (23/8).
Walau demikian, tidak tertutup kemungkinan komoditi lain juga bisa mempengaruhi. Maka solusinya, TPID juga mengerahkan cara melalui operasi pasar. Operasi pasar diserahkan kepada TPID masing-masing kabupaten/kota untuk memulainya kemarin, terutama komoditi pokok seperti beras, gula, cabe, bawang, dan sebagainya.
Terkait harga daging babi, Sudikerta mengakui disparitas harga daging babi memang tinggi. Hal ini karena belum adanya pusat penyetokan, sehingga pihaknya akan memikirkan kemungkinan membangun cold storage agar dapat menekan kesenjangan harga di tingkat peternak dan pembeli.
Disparitas harga daging yang cukup tinggi pun diakui pula oleh Kadis Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali Putu Sumantra. Menurutnya, hal tersebut diakibatkan oleh adanya permainan pemotong daging babi yang bermain harga. “Soal pasokan sebenarnya tidak ada masalah. Stok babi di Bali saat ini sekitar 181.000 ekor. Kalau permintaan pada Galungan sampai 120.000 ekor. Namun, masalah harga memang masih terjadi disparitas cukup tinggi. Kami tidak bisa ikut campur, hanya tetap mengimbau agar pemotong daging babi tidak mencari laba terlalu tinggi, sehingga harga tetap stabil,” terangnya.
Disparitas harga daging babi ini nyatanya sangat berdampak pada kelangsungan usaha dari para peternak babi. Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Karangasem, Nyoman Tinta mengatakan setiap Galungan, peternak tidak terlalu mendapatkan keuntungan tinggi meskipun harga daging babi naik.
Kondisi para peternak babi ini diakuinya akibat tidak memiliki daya tawar terhadap tukang potong (jagal). Lemahnya daya tawar peternak juga lantaran sebagian besar bukan peternak professional melainkan peternakan rakyat yang hanya membudidayakan sekitar 5 ekor-10 ekor. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan untuk menekan harga.
Akhirnya, hal ini mengakibatkan harga daging jika dibandingkan harga babi hidup di tingkat peternak sangat tidak berimbang. Akibatnya, jagal menjadi pasar yang menentukan harga. Dia menuturkan, seharusnya dengan harga jual daging babi Rp55.000 per kg, harga jual di tingkat peternak bisa mencapai Rp 28 ribu per kilogram. i
1
Komentar