Sinergi Kebijakan Perkuat Ekonomi
Perekonomian Indonesia Meningkat Lagi di 2021
Ekonomi Indonesia dinilai tetap berdaya tahan meskipun perlambatan ekonomi dunia menekan ekspor Indonesia.
DENPASAR, NusaBali
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho berpandangan sinergi kebijakan menjadi kunci untuk terus memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia, termasuk memitigasi risiko dampak saat merebaknya Covid-19 terhadap perekonomian jangka pendek. "Kami melihat prospek pertumbuhan ekonomi domestik 2020 akan tertahan akibat meluasnya Covid-19. Pemerintah, Bank Indonesia, dan otoritas terkait berkomitmen akan terus memperkuat sinergi kebijakan untuk memonitor dinamika penyebaran Covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia," kata Trisno, Kamis (2/4).
Pihaknya memperkirakan perekonomian Indonesia kembali meningkat pada 2021 dan menguat dalam jangka menengah. Prospek tersebut ditopang oleh tiga elemen penting yakni ‘Sinergi, Transformasi, dan Inovasi’. Hal tersebut sejalan dengan buku Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) yang diluncurkan Bank Indonesia pada 30 Maret 2020 yang mengangkat tema ‘Sinergi, Transformasi, dan Inovasi: Menuju Indonesia Maju’.
Untuk memitigasi risiko penyebaran Covid-19, peluncuran buku dilakukan secara digital oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Mengutip apa yang disampaikan Perry, dia menambahkan, perekonomian global diwarnai dengan pergeseran struktural yang terus menguat pada 2019. Kondisi ekonomi global tersebut berdampak ke ekonomi Indonesia melalui jalur perdagangan dan finansial. Otoritas berbagai negara merespon dengan berbagai bauran kebijakan secara terintegrasi.
“Ekonomi Indonesia tetap berdaya tahan meskipun perlambatan ekonomi dunia menekan ekspor Indonesia. Neraca pembayaran Indonesia surplus 4,7 miliar dolar AS, inflasi terkendali sebesar 2,7 persen (masih dalam kisaran sasaran), dan stabilitas sisem keuangan terkendali," ucapnya.
Kinerja ekonomi Indonesia yang terjaga, lanjut dia, merupakan buah dari bauran kebijakan yang kuat. Bank Indonesia menempuh bauran kebijakan akomodatif pada 2019 untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas kebijakan moneter dan sistem keuangan.
Selain itu, kebijakan makro prudensial akomodatif juga ditempuh dengan didukung oleh kebijakan pengembangan ekonomi syariah dan UMKM. Kebijakan sistem pembayaran terus diperkuat. Pada 2019, BI meluncurkan blue print sistem pembayaran Indonesia 2025 untuk mendukung integrasi ekonomi keuangan digital nasional. "Ke depan, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 diperkirakan tertahan di 4,2 – 4,6 karena terdampak oleh merebaknya COVID-19. Prospek ekonomi 2020 yang lebih rendah berpengaruh pada indikator perekonomian lain," ujar Trisno.
Sedangkan ketahanan eksternal akan tetap baik, dimana defisit transaksi berjalan diperkirakan sebesar 2,5 – 3 persen PDB, cadangan devisa tetap kuat, inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3,0 + 1 persen. Pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat berisiko menurunkan prospek pertumbuhan kredit 2020 yaitu sebesar 6,0 – 8,0 persen,
Perekonomian Indonesia pada 2021 diperkirakan akan kembali meningkat didukung prospek indikator makroekonomi 2021. Inflasi terkendali pada sasaran 3,0 + 1 persen, nilai tukar stabil, defisit transaksi berjalan terkendali 2,5 – 3,0 persen PDB serta pertumbuhan kredit meningkat menjadi 9,00 – 11,00 persen.
Pasca berakhirnya Covid-19, pertumbuhan ekonomi 2021 diperkirakan kembali meningkat menjadi 5,2-5,6 persen, antara lain dipengaruhi upaya pemerintah memperbaiki iklim investasi melalui RUU Cipta Kerja dan Perpajakan. "Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan OJK untuk memonitor secara cermat dinamika penyebaran Covid-19 dan dampaknya terhadap Indonesia dari waktu ke waktu, serta langkah-langkah koordinasi kebijakan lanjutan yang perlu ditempuh untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik dan berdaya tahan," katanya.*ant
Pihaknya memperkirakan perekonomian Indonesia kembali meningkat pada 2021 dan menguat dalam jangka menengah. Prospek tersebut ditopang oleh tiga elemen penting yakni ‘Sinergi, Transformasi, dan Inovasi’. Hal tersebut sejalan dengan buku Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) yang diluncurkan Bank Indonesia pada 30 Maret 2020 yang mengangkat tema ‘Sinergi, Transformasi, dan Inovasi: Menuju Indonesia Maju’.
Untuk memitigasi risiko penyebaran Covid-19, peluncuran buku dilakukan secara digital oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Mengutip apa yang disampaikan Perry, dia menambahkan, perekonomian global diwarnai dengan pergeseran struktural yang terus menguat pada 2019. Kondisi ekonomi global tersebut berdampak ke ekonomi Indonesia melalui jalur perdagangan dan finansial. Otoritas berbagai negara merespon dengan berbagai bauran kebijakan secara terintegrasi.
“Ekonomi Indonesia tetap berdaya tahan meskipun perlambatan ekonomi dunia menekan ekspor Indonesia. Neraca pembayaran Indonesia surplus 4,7 miliar dolar AS, inflasi terkendali sebesar 2,7 persen (masih dalam kisaran sasaran), dan stabilitas sisem keuangan terkendali," ucapnya.
Kinerja ekonomi Indonesia yang terjaga, lanjut dia, merupakan buah dari bauran kebijakan yang kuat. Bank Indonesia menempuh bauran kebijakan akomodatif pada 2019 untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas kebijakan moneter dan sistem keuangan.
Selain itu, kebijakan makro prudensial akomodatif juga ditempuh dengan didukung oleh kebijakan pengembangan ekonomi syariah dan UMKM. Kebijakan sistem pembayaran terus diperkuat. Pada 2019, BI meluncurkan blue print sistem pembayaran Indonesia 2025 untuk mendukung integrasi ekonomi keuangan digital nasional. "Ke depan, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 diperkirakan tertahan di 4,2 – 4,6 karena terdampak oleh merebaknya COVID-19. Prospek ekonomi 2020 yang lebih rendah berpengaruh pada indikator perekonomian lain," ujar Trisno.
Sedangkan ketahanan eksternal akan tetap baik, dimana defisit transaksi berjalan diperkirakan sebesar 2,5 – 3 persen PDB, cadangan devisa tetap kuat, inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3,0 + 1 persen. Pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat berisiko menurunkan prospek pertumbuhan kredit 2020 yaitu sebesar 6,0 – 8,0 persen,
Perekonomian Indonesia pada 2021 diperkirakan akan kembali meningkat didukung prospek indikator makroekonomi 2021. Inflasi terkendali pada sasaran 3,0 + 1 persen, nilai tukar stabil, defisit transaksi berjalan terkendali 2,5 – 3,0 persen PDB serta pertumbuhan kredit meningkat menjadi 9,00 – 11,00 persen.
Pasca berakhirnya Covid-19, pertumbuhan ekonomi 2021 diperkirakan kembali meningkat menjadi 5,2-5,6 persen, antara lain dipengaruhi upaya pemerintah memperbaiki iklim investasi melalui RUU Cipta Kerja dan Perpajakan. "Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan OJK untuk memonitor secara cermat dinamika penyebaran Covid-19 dan dampaknya terhadap Indonesia dari waktu ke waktu, serta langkah-langkah koordinasi kebijakan lanjutan yang perlu ditempuh untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik dan berdaya tahan," katanya.*ant
1
Komentar