Desa Adat Delodbrawah Batal Segel Kafe
Desa Pakraman Delodbrawah dapat fee Rp 300 juta setahun jika mampu jual bir 600 krat per bulan.
NEGARA, NusaBali
Prajuru Desa Pakraman Delodbrawah, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, batalkan keputusan segel tiga kafe yang jual bir merk lain di luar kesepakatan desa adat. Dalam mediasi di Mapolsek Mendoyo, ketiga pengelola kefe bersedia mengikuti tata tertib jual bir sesuai kerjasama Desa Pakraman Delodbrawah dengan salah satu perusahaan bir.
Bendesa Adat Delodbrawah, I Ketut Narya, mengatakan ketiga kafe pelanggar tatib rencananya disegel, Kamis (25/8). Setelah berkoordinasi dengan Polsek Mendoyo, ada jalan tengah berupa mediasi. “Kami diwakili perbekel dan Ketua Objek Wisata Delodbrawah, ada kesepakatan damai. Kami dari desa tidak jadi menutup kafe karena ketiga pengusaha itu mau mengikuti tatib yang mereka langgar,” ungkap Narya, kemarin. Tatib yang dimaksud yakni penjualan bir sesuai kerjasama Desa Pakraman Delodbrawah dengan salah satu perusahaan bir.
Dikatakan, ada keharusan para pengusaha kafe di Delodbrawah menjual salah satu merk bir yang menjalin kerjasama dengan desa pakraman setempat. Dalam kerjasama dengan salah satu merk bir itu, desa pakraman mendapat kontribusi sebesar Rp 300 juta setahun. Fee Rp 300 juta itu masuk rekening jika memenuhi target penjualan bir sebanyak 600 krat per bulan atau 7.200 krat per tahun. “Ada hitam di atas putih berupa MoU. Uang kontribusi digunakan untuk kepentingan adat,” terang Narya.
MoU itu berdurasi satu tahun itu sudah dua kali dilaksanakan. Pertama pada tahun 2014. Saat itu ditawarkan empat opsi dengan keputusan pilih kerjasama dengan salah satu merk bir. Dalam keputusan itu, katanya, sudah melibatkan para pengusaha kafe, sehingga desa pakraman sukses menjalankan kerjasama pertama kali itu. Setahun jeda, kembali jalin kerjasama dengan salah satu merk bir per bulan April 2016. Dalam upaya kerjasama yang kedua itu, ketiga pengelola kafe bersangkutan kedapatan menjual merk bir berbeda dari yang dikerjasamakan pihak desa pakraman.
Akibatnya mereka diberikan surat peringatan tersebut. Mengenai pembangkangan ketiga pengusaha kafe itu, diperkirakan mengikuti salah satu pengusaha di antaranya yang sebenarnya juga sudah membangkang dalam kerjasama pertama pada tahun 2014. “Tahun pertama hanya satu pengusaha membandel, kami sudah tegur sehingga pindah kepemilikan. Tetapi sekarang begitu lagi, sampai diikuti dua kafe lainnya,” tambahnya.
Dalam mediasi pada Rabu (24/8) malam, ketiga pengelola kafe itu mengaku tidak tahu tentang lanjutan kerjasama penjualan bir tersebut, karena tidak ada sosialiasi. Prajuru desa pakraman pun mengakui tidak ada melaksanakan sosialisasi dengan alasan melanjutkan yang sudah pernah dijalankan. “Kami terima alasan mereka biar tidak ribut saja. Tetapi, sesuai keputusan mediasi kemarin, mereka menyatakan sanggup mengikuti tatib. Kalau dilanggar lagi, akan kami bahas dalam paruman adat,” tandas Narya yang menjabat Bendesa Delodbrawah sejak tahun 2011. * ode
Bendesa Adat Delodbrawah, I Ketut Narya, mengatakan ketiga kafe pelanggar tatib rencananya disegel, Kamis (25/8). Setelah berkoordinasi dengan Polsek Mendoyo, ada jalan tengah berupa mediasi. “Kami diwakili perbekel dan Ketua Objek Wisata Delodbrawah, ada kesepakatan damai. Kami dari desa tidak jadi menutup kafe karena ketiga pengusaha itu mau mengikuti tatib yang mereka langgar,” ungkap Narya, kemarin. Tatib yang dimaksud yakni penjualan bir sesuai kerjasama Desa Pakraman Delodbrawah dengan salah satu perusahaan bir.
Dikatakan, ada keharusan para pengusaha kafe di Delodbrawah menjual salah satu merk bir yang menjalin kerjasama dengan desa pakraman setempat. Dalam kerjasama dengan salah satu merk bir itu, desa pakraman mendapat kontribusi sebesar Rp 300 juta setahun. Fee Rp 300 juta itu masuk rekening jika memenuhi target penjualan bir sebanyak 600 krat per bulan atau 7.200 krat per tahun. “Ada hitam di atas putih berupa MoU. Uang kontribusi digunakan untuk kepentingan adat,” terang Narya.
MoU itu berdurasi satu tahun itu sudah dua kali dilaksanakan. Pertama pada tahun 2014. Saat itu ditawarkan empat opsi dengan keputusan pilih kerjasama dengan salah satu merk bir. Dalam keputusan itu, katanya, sudah melibatkan para pengusaha kafe, sehingga desa pakraman sukses menjalankan kerjasama pertama kali itu. Setahun jeda, kembali jalin kerjasama dengan salah satu merk bir per bulan April 2016. Dalam upaya kerjasama yang kedua itu, ketiga pengelola kafe bersangkutan kedapatan menjual merk bir berbeda dari yang dikerjasamakan pihak desa pakraman.
Akibatnya mereka diberikan surat peringatan tersebut. Mengenai pembangkangan ketiga pengusaha kafe itu, diperkirakan mengikuti salah satu pengusaha di antaranya yang sebenarnya juga sudah membangkang dalam kerjasama pertama pada tahun 2014. “Tahun pertama hanya satu pengusaha membandel, kami sudah tegur sehingga pindah kepemilikan. Tetapi sekarang begitu lagi, sampai diikuti dua kafe lainnya,” tambahnya.
Dalam mediasi pada Rabu (24/8) malam, ketiga pengelola kafe itu mengaku tidak tahu tentang lanjutan kerjasama penjualan bir tersebut, karena tidak ada sosialiasi. Prajuru desa pakraman pun mengakui tidak ada melaksanakan sosialisasi dengan alasan melanjutkan yang sudah pernah dijalankan. “Kami terima alasan mereka biar tidak ribut saja. Tetapi, sesuai keputusan mediasi kemarin, mereka menyatakan sanggup mengikuti tatib. Kalau dilanggar lagi, akan kami bahas dalam paruman adat,” tandas Narya yang menjabat Bendesa Delodbrawah sejak tahun 2011. * ode
Komentar