Alasan Kesehatan, Komnas HAM Dukung Pilkada Ditunda
JAKARTA, NusaBali
Komnas HAM mendukung rencana penundaan Pilkada serentak 2020 karena wabah virus Corona (COVID-19).
Komnas HAM menyebut penundaan pilkada itu bisa menyelamatkan penyelenggara dan masyarakat sebagai pemilik suara dari penularan virus tersebut. "Penyelenggara juga diselamatkan dari wabah ini, kalau tidak (ditunda) kan penyelengara bisa juga kena. Jadi bukan hanya pemilik suara, penyelenggara juga bisa kena," kata Komisioner Komnas HAM, Amirrudin, dalam diskusi via video streaming, Senin (6/4).
Amiruddin mengatakan, penyebaran COVID-19 di tahun penyelenggaraan pemilu memang menimbulkan dilema. Dia berpendapat, hak politik boleh saja ditunda demi mengakhiri dilema tersebut. "Ini kan dilema, kita antara menyelamatkan hak kesehatan publik yang ujungnya bisa jadi hak hidup atau kita menunda hak partisipasi politik itu. Saya melihat demi kewajiban negara bisa jalan melindungi kesehatan publik, mau tidak mau hak partisipasi politik ini kita bisa tunda sementara," ujarnya.
Dia menyebut, penundaan itu membuat pemerintah berkewajiban aturan penundaan pilkada itu secepat mungkin. Dia menyarankan, pilkada itu dilakukan setelah wabah benar-benar bisa diatasi. "Kalau ini bisa cepat kita atasi, misalnya 3 bulan, jadi penundaannya 6 bulan lah. Jadi masyarakat tidak perlu was-was," ucap dia dilansir detik.com.
Senada dengan Komnas HAM, Wakil Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik FISIP UI, Hurriyah, juga mendukung penundaan pilkada. Dia menilai tak ada tekanan agar pilkada serentak tetap dilangsungkan sesuai jadwal. "Dalam konteks ini sekarang, concern masyarakat sekarang soal keamanan, saya tidak lihat ada tekanan KPU atau pemerintah yang memaksa tetap menyelenggarakan pilkada, memang betul harus dipikirkan aspek konstitusionalnya," ujarnya. "Penundaan pemilu adalah pilihan yang mungkin tidak nyaman dan membutuhkan peraturan-peraturan, tapi ini menjadi perlu demi pencegahan penyebaran wabah COVID di Indonesia," imbuh Hurriyah. *
Amiruddin mengatakan, penyebaran COVID-19 di tahun penyelenggaraan pemilu memang menimbulkan dilema. Dia berpendapat, hak politik boleh saja ditunda demi mengakhiri dilema tersebut. "Ini kan dilema, kita antara menyelamatkan hak kesehatan publik yang ujungnya bisa jadi hak hidup atau kita menunda hak partisipasi politik itu. Saya melihat demi kewajiban negara bisa jalan melindungi kesehatan publik, mau tidak mau hak partisipasi politik ini kita bisa tunda sementara," ujarnya.
Dia menyebut, penundaan itu membuat pemerintah berkewajiban aturan penundaan pilkada itu secepat mungkin. Dia menyarankan, pilkada itu dilakukan setelah wabah benar-benar bisa diatasi. "Kalau ini bisa cepat kita atasi, misalnya 3 bulan, jadi penundaannya 6 bulan lah. Jadi masyarakat tidak perlu was-was," ucap dia dilansir detik.com.
Senada dengan Komnas HAM, Wakil Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik FISIP UI, Hurriyah, juga mendukung penundaan pilkada. Dia menilai tak ada tekanan agar pilkada serentak tetap dilangsungkan sesuai jadwal. "Dalam konteks ini sekarang, concern masyarakat sekarang soal keamanan, saya tidak lihat ada tekanan KPU atau pemerintah yang memaksa tetap menyelenggarakan pilkada, memang betul harus dipikirkan aspek konstitusionalnya," ujarnya. "Penundaan pemilu adalah pilihan yang mungkin tidak nyaman dan membutuhkan peraturan-peraturan, tapi ini menjadi perlu demi pencegahan penyebaran wabah COVID di Indonesia," imbuh Hurriyah. *
Komentar