Ketua Panitia Upacara Ngaben Resmi Ditetapkan Jadi Tersangka
Buntut Upacara Ngaben di Sudaji yang Libatkan Banyak Orang di Tengah Pandemi Covid-19
Versi Bendesa Adat Sudaji, Nyoman Sunuada, aparat desa dan petugas sudah berusaha mencegah terjadinya kerumunan massa saat upacara ngaben, 1 Mei 2020, namun mereka tidak bisa berbuat banyak. Sebab, krama yang telanjur membludak menonton arak-arakan bade di pinggir jalan jumlahnya cukup banyak
SINGARAJA, NusaBali
Sat Reskrim Polres Buleleng ambil tindakan tegas atas pelaksanaan upacara ngaben di Desa Adat Sudaji, Kecamatan Sawan, Buleleng pada Sukra Paing Matal, Jumat (1/5), yang dianggap melanggar social distancing di tengah pandemi Covid-19, karena melibatkan massa dalam jumlah besar. Dalam kasus ini, satu orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Ketua Panitia Ngaben berinisial Gede S.
Gede S resmi ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani penahanan, sejak Minggu (3/5). Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Ketua Panitia Ngaben di Desa Adat Sudaji ini lebih dulu diperiksa intensif selama 1x24 jam, sejak Sabtu (2/5).
Kasubbag Humas Polres Buleleng, Iptu Gede Sumarjaya, menyatakan sebelumnya sejumlah tokoh masyarakat Desa Sudaji yang melaksanakan upacara ngaben sudah sempat dipanggil penyidik untuk diperiksa. Tokoh yang dipanggil, termasuk di antaranya Perbekel Sudaji I Made Ngurah Fajar Kurniawan dan Bendesa Adat Sudaji, Nyoman Sunuada.
Dari sejumlah tokoh masyarakat Desa Sudaji yang diperiksa penyidik Polres Buleleng, kata Iptu Sumarjaya, hanya Gede S yang diamankan dan diinapkan di Mapolres Buleleng, Jalan Pramuka Singaraja. Gede S diamankan dalam kapasitasnya selaku Ketua Panitia Upacara Ngaben yang melibatkan kerumunan massa di tengah pandemi Covid-19.
“Kami melakukan penyidikan intensif dalam kasus ini, termasuk mengumpulkan keterangan saksi dan juga gelar perkara. Akhirnya, satu orang yang diduga bertanggung jawab atas pelaksanaan ngaben itu ditetapkan sebagai tersangka,” jelas Iptu Sumarjaya di Singaraja, Senin (4/5).
Menurut Iptu Sumarjaya, selain mengumpulkan keterangan saksi-saksi, polisi juga mendapatkan bukti yang kuat atas pelanggaran social distancing, yang terekam jelas lewat video yang viral di media sosial. Selain itu, juga keterlibatan Bhabhinkamtibmas dan Babinsa Desa Sudaji yang saat itu berusaha menghalau massa yang berkerumun.
Dari keterangan saksi dan bukti awal tersebut, Gede S selaku Ketua Panitia Upacara Ngaben di Desa Adat Sudaji akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Gede S dijerat Pasal 14 ayat (1) UU RI No 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, dengan ancaman pidana maksimal 1 tahun penjara atau denda setinggi-tingginya Rp 100 juta. Tersangka Gede S juga dijerat Pasal 93 UU RI No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dengan ancaman pidana 1 tahun penjara.
“Yang bersangkutan (Gede S) diduga gagal mengawasi kegiatan upacara yang sudah ada ketetapannya hanya boleh diikuti 25 orang saja. Ini masih dalam tahap pengembangan juga. Jadi, potensi penambahan tersangka mungkin saja terjadi,” tegas Iptu Sumarjaya.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, Gede S dipastikan tidak akan lama ditahan, karena ancaman hukumannya di bawah 5 tahun penjara. Yang bersangkutan akan dikenakan wajib lapor. “Karena hukumannya di bawah 5 tahun, tersangka mungkin diberikan wajib lapor. Tapi, saat ini sudah ditahan di Mapolres Buleleng,” terang Iptu Sumarjaya.
Sementara itu, Bendesa Adat Sudaji, Nyoman Sunuada, menjelaskan upacara ngaben di desanya semula hendak dilaksankaan oleh tiga dadia. Namun, Dadia Tangkas pilih menunda pelaksanaan ngaben karena yang ikut berjumlah 27 sawa. Karenanya, tinggal dua dadia yang melaksanakan ngaben, yakni Dadia Pasek Pegatepan dan Dadia Kubayan.
Nyoman Sunuada selaku Bendesa Adat Sudaji mengaku tidak pernah memberikan izin ataupun mengeluarkan larangan jika ada krama menggelar upacara ngaben di tengah pandemi Covid-19. Dia hanya menjalankan seperti yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Wayan Koster, yang menyebutkan upacara ngaben ngewangun ditiadakan. Tetapi, dalam SE Gubernur itu juga disebutkan upacara ngaben diperkenankan jika memang tak bisa ditunda, dengan catatan dilaksanakan dengan jumlah krama maksimal 25 orang.
Ketentuan yang tersurat pada SE point 7c itu, kata Nyoman Sunuada, dipakai acuan krama Dadia Kubayan dan Dadia Pasek Pegatepan untuk melanjutkan rencana ngaben. “Ya, saya dan prajuru tidak berhak menutup jalannya upacara, kami tidak berani, karena bunyi SE di poin 7c itu,” ungkap Sunuada saat dikonfirmasi NusaBali terpisah, Senin kemarin.
Menurut Sunuada, imbauan dan pengawasan dari Satgas Gotong Royong Desa Adat Sudaji sudah dijalankan. Yakni, dengan pembatasan jumlah krama yang ikut serta dalam upacara ngaben, peserta harus memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Hanya saja, koordinasi yang dilakukan dengan kedua dadia soal pelaksanaan ngaben di tengah pandemi Covid-19, berbeda dengan kondisi di lapangan.
Bahkan, kata Sunuada, pemerintah desa dan aparat keamanan yang sudah diminta untuk bantu mengantisipasi terjadinya kerumunan massa saat upacara ngaben, juga tidak bisa berbuat banyak. Krama yang telanjur membludak menonton arak-arakan bade di pinggir jalan, jumlahnya cukup banyak. Belum lagi krama dua dadia yang ikut prosesi menuju setra saat itu jauh melebihi 25 orang.
“Sebenarnya sudah saya tegaskan, jika tidak bisa mengikuti imbauan pemerintah termasuk jaga jarak dan membatasi orang ikut ngaben, lebih baik dimundurkan atau batalkan upacara ngaben itu,” kenang Sunuada.
Sunuada menyebutkan, ngaben Dadia Pasek Kubayan di Banjar Desa, Desa Adat Sudaji diikuti 7 sawa. Sedangkan ngaben Dadia Pasek Gelgel Pegatepan di Banjar Singkung, Desa Adat Sudaji diikuti 10 sawa. Puncak acara ngaben kedua dadia digelar bersamaan, 1 Mei 2020. Bedanya, Dadia Kubayan menggunakan Setra Tengah, sementara Dadia Pasek Gelgel Pegatepoan menggunakan Setra Barat yang berlokasi di sebelah barat Lapangan Umum Desa Sudaji.
Sementara, Perbekel Sudaji, I Made Ngurah Fajar Kurniawan, mengaku sudah sempat dipanggil penyidik Polres Buleleng untuk diperiksa terkait upacara ngaben di desanya saat pandemi Covid-19. Menurut Ngurah Fajuar, dirinya sebagai Pebekel Sudaji bersama Muspika Sawan telah memberikan imbauan terkait Covid-19. Hanya saja, upacara ngaben yang dilaksanakan kedua dadia mengacu pada keputusan adat.
“Katanya, Bendesa Adat sudah memberikan izin atau peluang untuk bisa dilanjutkan pengabenan tersebut, dengan dasar keputusan bersama PHDI Bali dan Majelis Desa Adat Provinsi Bali,” ungkap Ngurah Fajar saat dihubungi terpisah, Senin kemarin.
Di sisi lain, Plt Ketua PHDI Buleleng, Gde Made Metera, menegaskan pihaknya memberikan ruang kepada penegak hukum untuk memproses apabila memang ditemukan adanya pelanggaran. Menurut Metera, Keputusan Bersama PHDI Bali dan Majelis Desa Adat Provinsi Bali tentang Ketentuan Pelaksanaan Upacara Panca Yadnya dan/atau Kegiatan Adat dalam Status Pandemi Covid 19 di Bali sudah sangat jelas.
“Dalam suasana wabah Covid-19, ada instruksi dari aparat negara untuk melakukan social distancing dan physical distancing. Terkait dengan instruksi itu, ada juga Keputusan Bersama PHDI dan MDA Provinsi Bali,” jelas Metera yang juga Rektor Universitas Panji Sakti, Senin kemarin.
Menurut Metera, krama Hindu semestinya melaksanakan yadnya dan sembahyang mengikuti dharma agama dan dharma negara, agar yadnya dan sembahyang yang dilaksanakan mencapai tujuan. “Salah satu dharma negara yang dimaksudkan adalah mengikuti anjuran pemerintah, terlebih ajaran Hindu sangat fleksibel,” katanya. *k23
Gede S resmi ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani penahanan, sejak Minggu (3/5). Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Ketua Panitia Ngaben di Desa Adat Sudaji ini lebih dulu diperiksa intensif selama 1x24 jam, sejak Sabtu (2/5).
Kasubbag Humas Polres Buleleng, Iptu Gede Sumarjaya, menyatakan sebelumnya sejumlah tokoh masyarakat Desa Sudaji yang melaksanakan upacara ngaben sudah sempat dipanggil penyidik untuk diperiksa. Tokoh yang dipanggil, termasuk di antaranya Perbekel Sudaji I Made Ngurah Fajar Kurniawan dan Bendesa Adat Sudaji, Nyoman Sunuada.
Dari sejumlah tokoh masyarakat Desa Sudaji yang diperiksa penyidik Polres Buleleng, kata Iptu Sumarjaya, hanya Gede S yang diamankan dan diinapkan di Mapolres Buleleng, Jalan Pramuka Singaraja. Gede S diamankan dalam kapasitasnya selaku Ketua Panitia Upacara Ngaben yang melibatkan kerumunan massa di tengah pandemi Covid-19.
“Kami melakukan penyidikan intensif dalam kasus ini, termasuk mengumpulkan keterangan saksi dan juga gelar perkara. Akhirnya, satu orang yang diduga bertanggung jawab atas pelaksanaan ngaben itu ditetapkan sebagai tersangka,” jelas Iptu Sumarjaya di Singaraja, Senin (4/5).
Menurut Iptu Sumarjaya, selain mengumpulkan keterangan saksi-saksi, polisi juga mendapatkan bukti yang kuat atas pelanggaran social distancing, yang terekam jelas lewat video yang viral di media sosial. Selain itu, juga keterlibatan Bhabhinkamtibmas dan Babinsa Desa Sudaji yang saat itu berusaha menghalau massa yang berkerumun.
Dari keterangan saksi dan bukti awal tersebut, Gede S selaku Ketua Panitia Upacara Ngaben di Desa Adat Sudaji akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Gede S dijerat Pasal 14 ayat (1) UU RI No 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, dengan ancaman pidana maksimal 1 tahun penjara atau denda setinggi-tingginya Rp 100 juta. Tersangka Gede S juga dijerat Pasal 93 UU RI No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dengan ancaman pidana 1 tahun penjara.
“Yang bersangkutan (Gede S) diduga gagal mengawasi kegiatan upacara yang sudah ada ketetapannya hanya boleh diikuti 25 orang saja. Ini masih dalam tahap pengembangan juga. Jadi, potensi penambahan tersangka mungkin saja terjadi,” tegas Iptu Sumarjaya.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, Gede S dipastikan tidak akan lama ditahan, karena ancaman hukumannya di bawah 5 tahun penjara. Yang bersangkutan akan dikenakan wajib lapor. “Karena hukumannya di bawah 5 tahun, tersangka mungkin diberikan wajib lapor. Tapi, saat ini sudah ditahan di Mapolres Buleleng,” terang Iptu Sumarjaya.
Sementara itu, Bendesa Adat Sudaji, Nyoman Sunuada, menjelaskan upacara ngaben di desanya semula hendak dilaksankaan oleh tiga dadia. Namun, Dadia Tangkas pilih menunda pelaksanaan ngaben karena yang ikut berjumlah 27 sawa. Karenanya, tinggal dua dadia yang melaksanakan ngaben, yakni Dadia Pasek Pegatepan dan Dadia Kubayan.
Nyoman Sunuada selaku Bendesa Adat Sudaji mengaku tidak pernah memberikan izin ataupun mengeluarkan larangan jika ada krama menggelar upacara ngaben di tengah pandemi Covid-19. Dia hanya menjalankan seperti yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Wayan Koster, yang menyebutkan upacara ngaben ngewangun ditiadakan. Tetapi, dalam SE Gubernur itu juga disebutkan upacara ngaben diperkenankan jika memang tak bisa ditunda, dengan catatan dilaksanakan dengan jumlah krama maksimal 25 orang.
Ketentuan yang tersurat pada SE point 7c itu, kata Nyoman Sunuada, dipakai acuan krama Dadia Kubayan dan Dadia Pasek Pegatepan untuk melanjutkan rencana ngaben. “Ya, saya dan prajuru tidak berhak menutup jalannya upacara, kami tidak berani, karena bunyi SE di poin 7c itu,” ungkap Sunuada saat dikonfirmasi NusaBali terpisah, Senin kemarin.
Menurut Sunuada, imbauan dan pengawasan dari Satgas Gotong Royong Desa Adat Sudaji sudah dijalankan. Yakni, dengan pembatasan jumlah krama yang ikut serta dalam upacara ngaben, peserta harus memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Hanya saja, koordinasi yang dilakukan dengan kedua dadia soal pelaksanaan ngaben di tengah pandemi Covid-19, berbeda dengan kondisi di lapangan.
Bahkan, kata Sunuada, pemerintah desa dan aparat keamanan yang sudah diminta untuk bantu mengantisipasi terjadinya kerumunan massa saat upacara ngaben, juga tidak bisa berbuat banyak. Krama yang telanjur membludak menonton arak-arakan bade di pinggir jalan, jumlahnya cukup banyak. Belum lagi krama dua dadia yang ikut prosesi menuju setra saat itu jauh melebihi 25 orang.
“Sebenarnya sudah saya tegaskan, jika tidak bisa mengikuti imbauan pemerintah termasuk jaga jarak dan membatasi orang ikut ngaben, lebih baik dimundurkan atau batalkan upacara ngaben itu,” kenang Sunuada.
Sunuada menyebutkan, ngaben Dadia Pasek Kubayan di Banjar Desa, Desa Adat Sudaji diikuti 7 sawa. Sedangkan ngaben Dadia Pasek Gelgel Pegatepan di Banjar Singkung, Desa Adat Sudaji diikuti 10 sawa. Puncak acara ngaben kedua dadia digelar bersamaan, 1 Mei 2020. Bedanya, Dadia Kubayan menggunakan Setra Tengah, sementara Dadia Pasek Gelgel Pegatepoan menggunakan Setra Barat yang berlokasi di sebelah barat Lapangan Umum Desa Sudaji.
Sementara, Perbekel Sudaji, I Made Ngurah Fajar Kurniawan, mengaku sudah sempat dipanggil penyidik Polres Buleleng untuk diperiksa terkait upacara ngaben di desanya saat pandemi Covid-19. Menurut Ngurah Fajuar, dirinya sebagai Pebekel Sudaji bersama Muspika Sawan telah memberikan imbauan terkait Covid-19. Hanya saja, upacara ngaben yang dilaksanakan kedua dadia mengacu pada keputusan adat.
“Katanya, Bendesa Adat sudah memberikan izin atau peluang untuk bisa dilanjutkan pengabenan tersebut, dengan dasar keputusan bersama PHDI Bali dan Majelis Desa Adat Provinsi Bali,” ungkap Ngurah Fajar saat dihubungi terpisah, Senin kemarin.
Di sisi lain, Plt Ketua PHDI Buleleng, Gde Made Metera, menegaskan pihaknya memberikan ruang kepada penegak hukum untuk memproses apabila memang ditemukan adanya pelanggaran. Menurut Metera, Keputusan Bersama PHDI Bali dan Majelis Desa Adat Provinsi Bali tentang Ketentuan Pelaksanaan Upacara Panca Yadnya dan/atau Kegiatan Adat dalam Status Pandemi Covid 19 di Bali sudah sangat jelas.
“Dalam suasana wabah Covid-19, ada instruksi dari aparat negara untuk melakukan social distancing dan physical distancing. Terkait dengan instruksi itu, ada juga Keputusan Bersama PHDI dan MDA Provinsi Bali,” jelas Metera yang juga Rektor Universitas Panji Sakti, Senin kemarin.
Menurut Metera, krama Hindu semestinya melaksanakan yadnya dan sembahyang mengikuti dharma agama dan dharma negara, agar yadnya dan sembahyang yang dilaksanakan mencapai tujuan. “Salah satu dharma negara yang dimaksudkan adalah mengikuti anjuran pemerintah, terlebih ajaran Hindu sangat fleksibel,” katanya. *k23
Komentar