Bawaslu Bali Awasi Penggelontoran Bansos
Berpotensi Jadi Ajang ‘Curi Start’ Kandidat Jelang Pilkada
Bawaslu Bali akan senantiasa melaksanakan perannya mengawal proses tahapan pemilu yang jurdil dengan kedepankan pencegahan.
DENPASAR, NusaBali
Bawaslu seperti berpacu dengan KPU dalam peran mereka di Pilkada Serentak 2020. Kalau KPU Bali memodifikasi Pilkada dengan simulasi seandainya Pilkada 2020 akan tetap digelar di tengah pandemi Covid-19 alias Pilkada rasa Covid-19, Bawaslu Bali tak mau kalah. Bawaslu Bali juga siapkan pola pengawasan Pilkada di tengah tahapan yang tertunda. Terutama gerakan curi start para politisi dan incumbent yang akan berlaga di Pilkada nanti.
Anggota Bawaslu Bali Divisi Penanganan Sengketa Pemilu, I Ketut Sunadra, di Denpasar, Senin (11/5) mengatakan pemilu di tengah pandemi Covid-19 ini memang menimbulkan masalah kompleks. Dampaknya luar biasa. Untuk itu Bawaslu Bali akan senantiasa melaksanakan perannya mengawal proses tahapan pemilu yang jurdil dengan kedepankan pencegahan.
"Meskipun belum ada penetapan calon karena Pilkada mundur dari jadwal 23 September 2020 menjadi 9 Desember 2020. Dalam pandemi ini jangan sampai menjadi ajang curi start para kandidat yang akan maju di Pilkada," ujar Sunadra.
Menurut Sunadra pandemi Covid-19 ini dampaknya luas. Sehingga bisa dijadikan kesempatan oleh politisi untuk bermain. "Bawaslu Bali akan terus berperan aktif. Termasuk dalam proses tahapan penundaan Pilkada ini. Jangan kira ada penundaan tahapan mereka yang curi start nggak kena sanksi," ujar Sunadra.
Bukan hanya soal bansos didompleng kepentingan politik saja diawasi Bawaslu Bali. Sunadra mencontohkan pelaksanaan mutasi jabatan oleh incumbent atau yang masih menjabat sebagai kepala daerah tidak diperbolehkan. Kata dia, incumbent yang akan mencalonkan diri kembali terhitung sejak Maret 2020 sampai dengan akhir masa jabatan dan/atau 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon dilarang melakukan mutasi atau melakukan pergantian pejabat, kecuali atas persetujuan Mendagri dan atau/tidak dibenarkan menggunakan kewenangan, program, kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon, baik di daerah sendiri atau daerah lain, 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
"Semuanya itu diatur dalam pasal 71 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 perubahan kedua Undang-Undamg Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Perppu 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota menjadi Undang-Undang. Jika terbukti melanggar ketentuan pasal ini sanksinya pembatalan sebagai Paslon dan bahkan bisa jadi tanpa menggugurkan sanksi pidana, sesuai yang diatur pasal 73 ayat (2) ayat (5) dan pasal 135A ayat (1) UU 10 Tahun 2016. Jadi jangan anggap enteng," ujar Sunadra.
Selaku anggota Bawaslu Bali dikatakan Sunadra saat ini ada isu paling seksi di tengah pandemi Covid-19 dan Pilkada yang ditunda, yakni ada pro-kontra terhadap pemberian bansos oleh parpol. Efek pandemi Covid-19 tak saja berdampak dari aspek kesehatan, di mana ada penerapan protokol penanganan Covid-19, stay at home, WFH dan sebagainya. Tapi juga berdampak sosial-ekonomi terhadap kelompok rentan masyarakat. Mereka tak lagi bisa bekerja untuk mendapat penghasilan atau tak bisa membeli sembako.
Kemudian ada policy nasional, misalnya melalui BLT dana desa, pembagian sembako bagi kelompok warga miskin. Di saat pandemi Covid-19 sangat terbuka peluang bagi kelompok masyarakat yang mampu untuk berbagi, termasuk oleh parpol.
“Sepanjang bantuan tersebut murni untuk pertolongan kemanusiaan akibat pŕotokol cegah Covid-19 tak masalah. Seyogyanya, tidak disengaja untuk terekspose secara terang benderang, disertai embel-embel untuk kepentingan politik," ujar Sunadra mewanti-wanti.
Kata Sunadra, incumbent yang akan mencalonkan diri jadi perhatian. "Peran masyarakat di sini sangat penting. Terutama terkait dengan pembagian bansos yang diembel-embeli dengan pesan politik," ujar akademisi asal Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Badung ini. *nat
Anggota Bawaslu Bali Divisi Penanganan Sengketa Pemilu, I Ketut Sunadra, di Denpasar, Senin (11/5) mengatakan pemilu di tengah pandemi Covid-19 ini memang menimbulkan masalah kompleks. Dampaknya luar biasa. Untuk itu Bawaslu Bali akan senantiasa melaksanakan perannya mengawal proses tahapan pemilu yang jurdil dengan kedepankan pencegahan.
"Meskipun belum ada penetapan calon karena Pilkada mundur dari jadwal 23 September 2020 menjadi 9 Desember 2020. Dalam pandemi ini jangan sampai menjadi ajang curi start para kandidat yang akan maju di Pilkada," ujar Sunadra.
Menurut Sunadra pandemi Covid-19 ini dampaknya luas. Sehingga bisa dijadikan kesempatan oleh politisi untuk bermain. "Bawaslu Bali akan terus berperan aktif. Termasuk dalam proses tahapan penundaan Pilkada ini. Jangan kira ada penundaan tahapan mereka yang curi start nggak kena sanksi," ujar Sunadra.
Bukan hanya soal bansos didompleng kepentingan politik saja diawasi Bawaslu Bali. Sunadra mencontohkan pelaksanaan mutasi jabatan oleh incumbent atau yang masih menjabat sebagai kepala daerah tidak diperbolehkan. Kata dia, incumbent yang akan mencalonkan diri kembali terhitung sejak Maret 2020 sampai dengan akhir masa jabatan dan/atau 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon dilarang melakukan mutasi atau melakukan pergantian pejabat, kecuali atas persetujuan Mendagri dan atau/tidak dibenarkan menggunakan kewenangan, program, kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon, baik di daerah sendiri atau daerah lain, 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
"Semuanya itu diatur dalam pasal 71 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 perubahan kedua Undang-Undamg Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Perppu 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota menjadi Undang-Undang. Jika terbukti melanggar ketentuan pasal ini sanksinya pembatalan sebagai Paslon dan bahkan bisa jadi tanpa menggugurkan sanksi pidana, sesuai yang diatur pasal 73 ayat (2) ayat (5) dan pasal 135A ayat (1) UU 10 Tahun 2016. Jadi jangan anggap enteng," ujar Sunadra.
Selaku anggota Bawaslu Bali dikatakan Sunadra saat ini ada isu paling seksi di tengah pandemi Covid-19 dan Pilkada yang ditunda, yakni ada pro-kontra terhadap pemberian bansos oleh parpol. Efek pandemi Covid-19 tak saja berdampak dari aspek kesehatan, di mana ada penerapan protokol penanganan Covid-19, stay at home, WFH dan sebagainya. Tapi juga berdampak sosial-ekonomi terhadap kelompok rentan masyarakat. Mereka tak lagi bisa bekerja untuk mendapat penghasilan atau tak bisa membeli sembako.
Kemudian ada policy nasional, misalnya melalui BLT dana desa, pembagian sembako bagi kelompok warga miskin. Di saat pandemi Covid-19 sangat terbuka peluang bagi kelompok masyarakat yang mampu untuk berbagi, termasuk oleh parpol.
“Sepanjang bantuan tersebut murni untuk pertolongan kemanusiaan akibat pŕotokol cegah Covid-19 tak masalah. Seyogyanya, tidak disengaja untuk terekspose secara terang benderang, disertai embel-embel untuk kepentingan politik," ujar Sunadra mewanti-wanti.
Kata Sunadra, incumbent yang akan mencalonkan diri jadi perhatian. "Peran masyarakat di sini sangat penting. Terutama terkait dengan pembagian bansos yang diembel-embeli dengan pesan politik," ujar akademisi asal Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Badung ini. *nat
1
Komentar