Gubernur Koster Geber Resep Kendalikan Covid-19 di Bali
Usai Dipuji Presiden Jokowi, Ditodong Jadi Narasumber ‘Sapa Indonesia Pagi’
DENPASAR, NusaBali
Setelah kinerjanya dipuji Presiden Jokowi karena Provinsi Bali dianggap berhasil kendalikan pandemi Covid-19 tanpa harus terapkan Pem-batasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Gubernur Wayan Koster ditodong media nasional untuk beberkan formula penanganan pandemi.
Salah satunya, diundang tampil sebagai narasumber utama dalam program ‘Sapa Indonesia Pagi’ Kompas TV melalui teleconference, Rabu (13/5) pagi.
Melalui teleconference dari Rumah Jabatan Gubernur Bali di Gedung Jaya Sabha, Jalan Surapati Nomor 1 Denpasar, Rabu pagi, Gubernur Koster membeberkan berbagai kebijakan dan upaya yang dijalankan dalam penanganan Covid-19 di Bali, hingga dinilai paling efektif dan bahkan Bali ditargetkan menjadi provinsi pertama di Indonesia yang be-bas virus Corona.
Menurut Gubernur Koster, hingga saat ini tingkat kesembuhan pasien Covid-19 di Bali mencapai 65,55 persen (bahkan per Rabu kemarin sudah tembus 66,27 persen, Red), dengan angka kematian sangat rendah yakni 1,21 persen. Hal ini tidak terlepas dari berbagai upaya dan kebijakan yang diterapkannya dalam penanggulan pandemi Covid-19 di Pulau Dewata.
"Begitu ada kasus Corona di Bali pada 10 Maret 2020, kami langsung mengambil langkah menyusun pola penanganan berkaitan dengan pencegahan, pembatasan pergerakan masyarakat, dan penanganan pasien yang sudah positif dengan baik, melalui layanan kesehatan yang memadai," jelas Koster.
Berkaitan dengan pencegahan, kata Koster, pihaknya merancang satu pola penanganan Covid-19 dengan manajemen berjenjang melalui pelibatan lintas sektor mulai tingkat provinsi yang melibatkan Pangdam IX/Udayana, Kapolda Bali, hingga Majelis Desa Adat (MDA), dan PHDI. Kemudian, untuk tingkat kabupaten/kota pun demikian, yang dipimpin langsung oleh Bupati/Walikota.
"Dan, di tingkat paling bawah, kami berdayakan desa adat, kearifan lokal yang kami punya yang memiliki suatu fungsi dan kewenangan memadai," tandas Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Bali ini.
Koster menyebutkan, sebelum munculnya wabah virus bermula dari Wuhan, China ini, pihaknya telah memprakarsai penguatan kedudukan desa adat melaluii Peraturan Daerah (Perda). "Ini kami berdayakan betul, karena dalam lembaga desa adat ada hukum adat yang bisa diterapkan untuk mengatur, mendisiplinkan, dan menertibkan warga. Karena itu, kami lakukan ‘pertempuran’ menghadapi Covid-19 ini di tingkat yang paling bawah dalam lingkup desa adat bersama desa/kelurahan, Babinsa, dan pihak lainnya," terang Koster.
Menyambung dengan peran desa adat yang telah diperkuat tadi, selanjutnya Koster menyusun arahan dan imbauan sesuai dengan instruksi pemerintah pusat. Hanya saja, dalam konteks lokal Bali, dia coba menyesuaikan dengan lebih dipertajam melalui surat edaran, imbauan, instruksi, dan keputusan bersama. Di antaranya, terkait menjaga jarak, bekerja dari rumah, belajar di rumah, hingga protokol kesehatan.
"Semua itu dijalankan secara operasionalnya oleh pemimpin di desa-desa adat, lewat hukum adatnya, sehingga betul-betul menjadi sangat efektif untuk membatasi pergerakan masyarakat di tingkat desa," tegas Gubernur yang juga mantan anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali tiga kali periode (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018) ini.
Menurut Koster, alasan pelibatan lintas sektor ini khususnya terkait lembaga adat dan organisasi keumatan yang mempunyai pengaruh kuat dalam kehidupan nyata masyarakat Bali. "Kami juga melibatkan Majelis Desa Adat dan PHDI dalam penanganan Corona ini, karena tidak bisa hanya dengan kebijakan pemerintah, namun juga perlu didukung dengan suatu kearifan lokal yang menurut keyakinan kami adalah warisan leluhur sebagai cara untuk menghadapi munculnya wabah. Hal ini disebut niskala," katanya.
Menyangkut berbagai berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan, Koster sangat menyadari bahwa tingkat kedisplinan dan kepatuhan masyarakat Bali terhadap segala hal yang berasal dari pemerintah, sangatlah tinggi. Maka itu, pihaknya lebih menitikberatkan soal kebijakan pada tingkat imbauan dan instruksi.
"Kami tidak memberlakukan peraturan, namun imbauan dan instruksi. Jika masyarakat bisa kita ajak tertib, bukan dengan ancaman atau peraturan, itu adalah hal yang baru. Jadi, bagaimana menyadarkan masyarakat bahwa masalah yang kita hadapi ini adalah sesuatu yang harus kita hadapi dengan kedisiplinan, ketertiban," tegas Koster.
Terkait kebijakan yang diambil dengan lebih menitikberatkan pada imbauan dan instruksi daripada PSBB sebagaimana desakan berbagai pihak, Koster menjawabnya secara gamblang dan jernih. Bahwa imbauan dan instruksi yang dikeluarkanya terbukti diikuti masyarakat secara displin, hingga mampu menekan laju penyebaran Covid-19 di Bali. Jika kebijakan PSBB yang diambil, Koster khawatir akan melum-puhkan ekonomi masyarakat secara total.
"Maka, menurut saya, tidak perlu PSBB. Sejauh ini semua imbauan dan instruksi yang saya berikan dijalankan dengan sangat baik, sehingga pergerakan masyarakat sangat berkurang. Sangat berhasil menurut saya dalam pengendalian pergerakan masyarakat. Tempat seperti pasar dan perbelanjaan tetap dibuka, namun terbatas dengan melaksanakan protokol kesehatan secara ketat," beber politisi penyandang gelar Doktor Ilmu Matematika jebolan ITB Bandung ini.
Ternyata, kata Koster, sejauh ini berbagai kebijakan yang dilakukan Pemprov Bali menunjukkan hasil positif, karena pola yang dibuat di awal tersebut dijalankan dengan tertib. Hasilnya bisa dilihat dari data yang menyebutkan bahwa rata-rata penambahan kasus positif di Bali adalah 7 orang per hari. Sedangkan hingga Selasa (12/5) jumlah pasien yang sembuh mencapai 215 orang atau 65,55 persen dari total 328 kasus positif. Sedangkan pasien yang meninggal di Bali hanya 4 oran atau 1,22 persen dari total 228 kasus.
Mempertimbangkan data tersebut, Gubernur Koster lalu mencanangkan ‘Bali Bebas Covid-19’ yang akan dimulai akhir Mei 2020 ini. Untuk itu, upaya awalnya adalah bagaimana mengendalikan agar kasus pasien positif terus menurun hingga titik terendah. Secara bersamaan, dipadu pula oleh upaya tingkat kesembuhan mencapai 90 persen. Yang tak kalah penting, jumlah pasien meninggal tidak bertambah lagi dari yang sekarang.
"Sehingga dengan demikian, Bali segera memasuki posisi titik keseimbangan di mana angka kesembuhan tinggi, kasus positif menurun. Untuk itu, bersama Bupati/Walikota, kami juga berupaya mengerem pertambahan kasus positif yang banyak terjadi akrena kadatangan PMI (pekerja migran Indonesia) dari luar negeri," jelas Koster.
Sebelumnya, Presiden Jokowi memuji kinerja Gubernur Koster bersama timnya yang sangat berhasil menangani pandemi Covid-19 di Bali. Pujian itu disampaikan Presiden Jokowi dalam Rapat Terbatas di Istana Merdeka Jakarta, Selasa (12/5), yang melibatkan para Gubernur se-Jawa dan Bali. Presiden Jokowi pun ingin Bali jadi contoh bagi daerah lain di Indonesia dalam menangani Covid-19. Meski tanpa penerapan PSBB, penanganan Covid-19 di Bali menjadi yang terbaik se-Indonesia, bahkan tingkat internasional.
Keberhasilan Bali ini tak terlepas dari strategi dan berbagai kebijakan yang diambil Gubernur Koster sebagai pemimpin daerah. Selain soal strategi dan kebijakan, hal ini pula didukung oleh karakter kepemimpinan yang cepat tanggap dan mengetahui apa yang harus dilakukan.
Contohnya, ketika pertama muncul kasus Covid-19 di Bali, Gubernur Koster langsung membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Penanganan Covid-19 dan menyatakan status Siaga Darurat. Kala itu, pemerintah pusat sendiri belum menentukan dan menyatakan Indonesia dalam status Siaga Darurat.
Hal ini membuktikan keberanian luar biasa, karena sebagai Gubernur yang notabene perwakilan pemerintah pusat di daerah, Koster mengambil inisiatif menyatakan status Siaga Darurat untuk Bali. Keputusan berani ini terbukti tepat.
Pada 16 Maret 2020, Gubernur Koster kembali mengambil keputusan berani dengan membentuk Satgas Gotong Royong di Desa Adat se-Bali, melalui surat keputusan bersama Pemprov Bali, Majelis Desa Adat Provinsi Bali, dan PHDI Bali. Sekali lagi, ini yang pertama di Indonesia. Barulah pada 29 Maret 2020, pemerintah pusat membentuk Gugus Tugas Nasional dan nama Satgas Provinsi yang lebih dulu terbentuk menyesuaikan namanya menjadi Gugus Tugas Provinsi Percepatan Penanganan Covid-19. *nat
Melalui teleconference dari Rumah Jabatan Gubernur Bali di Gedung Jaya Sabha, Jalan Surapati Nomor 1 Denpasar, Rabu pagi, Gubernur Koster membeberkan berbagai kebijakan dan upaya yang dijalankan dalam penanganan Covid-19 di Bali, hingga dinilai paling efektif dan bahkan Bali ditargetkan menjadi provinsi pertama di Indonesia yang be-bas virus Corona.
Menurut Gubernur Koster, hingga saat ini tingkat kesembuhan pasien Covid-19 di Bali mencapai 65,55 persen (bahkan per Rabu kemarin sudah tembus 66,27 persen, Red), dengan angka kematian sangat rendah yakni 1,21 persen. Hal ini tidak terlepas dari berbagai upaya dan kebijakan yang diterapkannya dalam penanggulan pandemi Covid-19 di Pulau Dewata.
"Begitu ada kasus Corona di Bali pada 10 Maret 2020, kami langsung mengambil langkah menyusun pola penanganan berkaitan dengan pencegahan, pembatasan pergerakan masyarakat, dan penanganan pasien yang sudah positif dengan baik, melalui layanan kesehatan yang memadai," jelas Koster.
Berkaitan dengan pencegahan, kata Koster, pihaknya merancang satu pola penanganan Covid-19 dengan manajemen berjenjang melalui pelibatan lintas sektor mulai tingkat provinsi yang melibatkan Pangdam IX/Udayana, Kapolda Bali, hingga Majelis Desa Adat (MDA), dan PHDI. Kemudian, untuk tingkat kabupaten/kota pun demikian, yang dipimpin langsung oleh Bupati/Walikota.
"Dan, di tingkat paling bawah, kami berdayakan desa adat, kearifan lokal yang kami punya yang memiliki suatu fungsi dan kewenangan memadai," tandas Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Bali ini.
Koster menyebutkan, sebelum munculnya wabah virus bermula dari Wuhan, China ini, pihaknya telah memprakarsai penguatan kedudukan desa adat melaluii Peraturan Daerah (Perda). "Ini kami berdayakan betul, karena dalam lembaga desa adat ada hukum adat yang bisa diterapkan untuk mengatur, mendisiplinkan, dan menertibkan warga. Karena itu, kami lakukan ‘pertempuran’ menghadapi Covid-19 ini di tingkat yang paling bawah dalam lingkup desa adat bersama desa/kelurahan, Babinsa, dan pihak lainnya," terang Koster.
Menyambung dengan peran desa adat yang telah diperkuat tadi, selanjutnya Koster menyusun arahan dan imbauan sesuai dengan instruksi pemerintah pusat. Hanya saja, dalam konteks lokal Bali, dia coba menyesuaikan dengan lebih dipertajam melalui surat edaran, imbauan, instruksi, dan keputusan bersama. Di antaranya, terkait menjaga jarak, bekerja dari rumah, belajar di rumah, hingga protokol kesehatan.
"Semua itu dijalankan secara operasionalnya oleh pemimpin di desa-desa adat, lewat hukum adatnya, sehingga betul-betul menjadi sangat efektif untuk membatasi pergerakan masyarakat di tingkat desa," tegas Gubernur yang juga mantan anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali tiga kali periode (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018) ini.
Menurut Koster, alasan pelibatan lintas sektor ini khususnya terkait lembaga adat dan organisasi keumatan yang mempunyai pengaruh kuat dalam kehidupan nyata masyarakat Bali. "Kami juga melibatkan Majelis Desa Adat dan PHDI dalam penanganan Corona ini, karena tidak bisa hanya dengan kebijakan pemerintah, namun juga perlu didukung dengan suatu kearifan lokal yang menurut keyakinan kami adalah warisan leluhur sebagai cara untuk menghadapi munculnya wabah. Hal ini disebut niskala," katanya.
Menyangkut berbagai berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan, Koster sangat menyadari bahwa tingkat kedisplinan dan kepatuhan masyarakat Bali terhadap segala hal yang berasal dari pemerintah, sangatlah tinggi. Maka itu, pihaknya lebih menitikberatkan soal kebijakan pada tingkat imbauan dan instruksi.
"Kami tidak memberlakukan peraturan, namun imbauan dan instruksi. Jika masyarakat bisa kita ajak tertib, bukan dengan ancaman atau peraturan, itu adalah hal yang baru. Jadi, bagaimana menyadarkan masyarakat bahwa masalah yang kita hadapi ini adalah sesuatu yang harus kita hadapi dengan kedisiplinan, ketertiban," tegas Koster.
Terkait kebijakan yang diambil dengan lebih menitikberatkan pada imbauan dan instruksi daripada PSBB sebagaimana desakan berbagai pihak, Koster menjawabnya secara gamblang dan jernih. Bahwa imbauan dan instruksi yang dikeluarkanya terbukti diikuti masyarakat secara displin, hingga mampu menekan laju penyebaran Covid-19 di Bali. Jika kebijakan PSBB yang diambil, Koster khawatir akan melum-puhkan ekonomi masyarakat secara total.
"Maka, menurut saya, tidak perlu PSBB. Sejauh ini semua imbauan dan instruksi yang saya berikan dijalankan dengan sangat baik, sehingga pergerakan masyarakat sangat berkurang. Sangat berhasil menurut saya dalam pengendalian pergerakan masyarakat. Tempat seperti pasar dan perbelanjaan tetap dibuka, namun terbatas dengan melaksanakan protokol kesehatan secara ketat," beber politisi penyandang gelar Doktor Ilmu Matematika jebolan ITB Bandung ini.
Ternyata, kata Koster, sejauh ini berbagai kebijakan yang dilakukan Pemprov Bali menunjukkan hasil positif, karena pola yang dibuat di awal tersebut dijalankan dengan tertib. Hasilnya bisa dilihat dari data yang menyebutkan bahwa rata-rata penambahan kasus positif di Bali adalah 7 orang per hari. Sedangkan hingga Selasa (12/5) jumlah pasien yang sembuh mencapai 215 orang atau 65,55 persen dari total 328 kasus positif. Sedangkan pasien yang meninggal di Bali hanya 4 oran atau 1,22 persen dari total 228 kasus.
Mempertimbangkan data tersebut, Gubernur Koster lalu mencanangkan ‘Bali Bebas Covid-19’ yang akan dimulai akhir Mei 2020 ini. Untuk itu, upaya awalnya adalah bagaimana mengendalikan agar kasus pasien positif terus menurun hingga titik terendah. Secara bersamaan, dipadu pula oleh upaya tingkat kesembuhan mencapai 90 persen. Yang tak kalah penting, jumlah pasien meninggal tidak bertambah lagi dari yang sekarang.
"Sehingga dengan demikian, Bali segera memasuki posisi titik keseimbangan di mana angka kesembuhan tinggi, kasus positif menurun. Untuk itu, bersama Bupati/Walikota, kami juga berupaya mengerem pertambahan kasus positif yang banyak terjadi akrena kadatangan PMI (pekerja migran Indonesia) dari luar negeri," jelas Koster.
Sebelumnya, Presiden Jokowi memuji kinerja Gubernur Koster bersama timnya yang sangat berhasil menangani pandemi Covid-19 di Bali. Pujian itu disampaikan Presiden Jokowi dalam Rapat Terbatas di Istana Merdeka Jakarta, Selasa (12/5), yang melibatkan para Gubernur se-Jawa dan Bali. Presiden Jokowi pun ingin Bali jadi contoh bagi daerah lain di Indonesia dalam menangani Covid-19. Meski tanpa penerapan PSBB, penanganan Covid-19 di Bali menjadi yang terbaik se-Indonesia, bahkan tingkat internasional.
Keberhasilan Bali ini tak terlepas dari strategi dan berbagai kebijakan yang diambil Gubernur Koster sebagai pemimpin daerah. Selain soal strategi dan kebijakan, hal ini pula didukung oleh karakter kepemimpinan yang cepat tanggap dan mengetahui apa yang harus dilakukan.
Contohnya, ketika pertama muncul kasus Covid-19 di Bali, Gubernur Koster langsung membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Penanganan Covid-19 dan menyatakan status Siaga Darurat. Kala itu, pemerintah pusat sendiri belum menentukan dan menyatakan Indonesia dalam status Siaga Darurat.
Hal ini membuktikan keberanian luar biasa, karena sebagai Gubernur yang notabene perwakilan pemerintah pusat di daerah, Koster mengambil inisiatif menyatakan status Siaga Darurat untuk Bali. Keputusan berani ini terbukti tepat.
Pada 16 Maret 2020, Gubernur Koster kembali mengambil keputusan berani dengan membentuk Satgas Gotong Royong di Desa Adat se-Bali, melalui surat keputusan bersama Pemprov Bali, Majelis Desa Adat Provinsi Bali, dan PHDI Bali. Sekali lagi, ini yang pertama di Indonesia. Barulah pada 29 Maret 2020, pemerintah pusat membentuk Gugus Tugas Nasional dan nama Satgas Provinsi yang lebih dulu terbentuk menyesuaikan namanya menjadi Gugus Tugas Provinsi Percepatan Penanganan Covid-19. *nat
Komentar