Kain Gringsing Duperjuangkan Dapat Pengesahan UNESCO
Kain Gringsing bisa lestari karena didukung adat dan budaya di Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan, seperti Perang Pandan, upacara Daha Teruna, dan ritual Mabuang di mana krama wajib mengenakan kain tenun ini.
Setelah Didaftarkan sebagai Kekayaan Intelektual ke Kementeruan Hukum dan HAM
AMLAPURA, NusaBali
Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri perjuangkan tenun kain Gringsing khas Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan, Kecamatan Manggis agar secepatnya disahkan UNESCO menjadi Warisan Pusaka Dunia. Dengan pengesahan tersebut, nantinya kain tenun Gringsing bisa mendapatkan perlindungan.
Bupati Mas Sumatri menyatakan, kain tenun Gringsing milik Desa Pakraman Pag-ringsiungan terdiri dari 20 motif. Kain tenun Gringsing ini telah didaftarkan di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM). “Tinggal menunggu pengesahan sebagai salah satu Warisan Pusaka Dunia. Kami berharap pengesahan secepatnya dilakukan,” kata Bupati Mas Sumatri di Amlapura, Minggu (4/9).
Mnurut Mas Sumatri, pengesahan kain tenun Gringsing sebagai Warisan Pusaka Dunia seharusnya bisa segera dilakukan. Apalagi, sebelumnya kain tenun Gringsing telah menyandang sertifikat dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) tahun 2015 lalu, selain juga telah didaftarkan sebagai Kekayaan Intelektual di Kemenkum HAM. Tujuannya, agar dapat perlindungan dari negara dan menjadi Warisan Dunia.
Mas Sumatri mengingatkan, di hanya Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan satu-satu-nya kawasan di dunia yang memproduksi kain tenun Gringsing. Tenun ini tidak bisa di-produksi secara massal menggunakan alat tenun bukan mesin). Di samping itu, kata Mas Sumatri, bahan-bahan kain tenun Gringsing juga bahan pilihan, tidak bisa sembarangan menggunakan benang dan pewarna.
Bahan pewarna kain tenun Gringsing, kata Mas Sumatri, semuanya menggunakan bahan alami. Misalnya, warna merah diambil dari bahan babakan (kelopak pohon) Kepundung bercampur akar pohon Sunti. Sedangkan wana kuning terbuat dari minyak buah Kemiri bercampur air dan serbuk abu kayu Kemiri. Sebaliknya, warna hitam terbuat dari pohon Taum.
“Proses membuat satu lembar kain tenun Gringsing memakan waktu cukup lama, yakni 12 bulan (setahun). Rinciannya, selama 6 bulan proses menata benang dan mempersiapkan warna, sementara 6 bulan lagi proses menenun,” jelas Mas Sumatri yang sempat menjadi Ketua Fraksi PDIP DPRD Karangasem 2009-2014 dan anggota Fraksi PDIP DPRD Karangasem 2014-2015.
“Jadi, kain tenun Gringsung memang layak disahkan menjadi salah satu Warisan Pusaka Dunia. Tapi, sejauh ini belum ada kepastian soal pengesahan itu,” jelas Bupati Wanita Pertama di Karangasem dan Bupati Wanita Kedua di Bali---setelah Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti---ini.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Budaya dan Pariwisata (Kadis Budpar) Karangasem, I Wayan Purna, mengakui kain tenun Gringsing telah diusulkan jadi Warisan Pusaka Dunia. Tahapannya, setelah produk kain tenun Gringsing dapat sertifikat dari pemerintah, disusul pendaftaran sebagai Kekayaan Intelektual, maka yang terakhir mengusulkan jadi Warisan Pusaka Dunia.
“Tinggal menunggu hasilnya, sejauh mana pengakuan dari UNESCO (United Nations Educational Scientific and Cultural Organization),” papar Wayan Parna saat dihubungi NusaBali terpisah di Amlapura, Minggu kemarin.
Produk kain tenun Gringsing, kata Parna, bisa lestari karena didukung adat dan budaya di Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan. Pasalnya, di Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan ada upacara ritual ‘Perang Pandan’, upacara ‘Daha Teruna’, ritual ‘Mabuang’, dan sebagiannya. Saat dilangsungkannya upacara ritual tersebut, setiap krama wajib mengenakan kain Gringsing.
“Itu sebabnya, kain tenun Gringsing terus lestari,” papar Parna. Selain wajib digunakan dalam upacara ritual, lanjut Parna, kain tenun Gringsing juga menjadi daya pikat tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke Desa Tenganan Pagringsingan. Itu sebabnya, krama setempat juga kian tertantang untuk terus memproduksi kain tenun yang membutuhkan waktu setahun untuk membikinnya ini. * k16
AMLAPURA, NusaBali
Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri perjuangkan tenun kain Gringsing khas Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan, Kecamatan Manggis agar secepatnya disahkan UNESCO menjadi Warisan Pusaka Dunia. Dengan pengesahan tersebut, nantinya kain tenun Gringsing bisa mendapatkan perlindungan.
Bupati Mas Sumatri menyatakan, kain tenun Gringsing milik Desa Pakraman Pag-ringsiungan terdiri dari 20 motif. Kain tenun Gringsing ini telah didaftarkan di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM). “Tinggal menunggu pengesahan sebagai salah satu Warisan Pusaka Dunia. Kami berharap pengesahan secepatnya dilakukan,” kata Bupati Mas Sumatri di Amlapura, Minggu (4/9).
Mnurut Mas Sumatri, pengesahan kain tenun Gringsing sebagai Warisan Pusaka Dunia seharusnya bisa segera dilakukan. Apalagi, sebelumnya kain tenun Gringsing telah menyandang sertifikat dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) tahun 2015 lalu, selain juga telah didaftarkan sebagai Kekayaan Intelektual di Kemenkum HAM. Tujuannya, agar dapat perlindungan dari negara dan menjadi Warisan Dunia.
Mas Sumatri mengingatkan, di hanya Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan satu-satu-nya kawasan di dunia yang memproduksi kain tenun Gringsing. Tenun ini tidak bisa di-produksi secara massal menggunakan alat tenun bukan mesin). Di samping itu, kata Mas Sumatri, bahan-bahan kain tenun Gringsing juga bahan pilihan, tidak bisa sembarangan menggunakan benang dan pewarna.
Bahan pewarna kain tenun Gringsing, kata Mas Sumatri, semuanya menggunakan bahan alami. Misalnya, warna merah diambil dari bahan babakan (kelopak pohon) Kepundung bercampur akar pohon Sunti. Sedangkan wana kuning terbuat dari minyak buah Kemiri bercampur air dan serbuk abu kayu Kemiri. Sebaliknya, warna hitam terbuat dari pohon Taum.
“Proses membuat satu lembar kain tenun Gringsing memakan waktu cukup lama, yakni 12 bulan (setahun). Rinciannya, selama 6 bulan proses menata benang dan mempersiapkan warna, sementara 6 bulan lagi proses menenun,” jelas Mas Sumatri yang sempat menjadi Ketua Fraksi PDIP DPRD Karangasem 2009-2014 dan anggota Fraksi PDIP DPRD Karangasem 2014-2015.
“Jadi, kain tenun Gringsung memang layak disahkan menjadi salah satu Warisan Pusaka Dunia. Tapi, sejauh ini belum ada kepastian soal pengesahan itu,” jelas Bupati Wanita Pertama di Karangasem dan Bupati Wanita Kedua di Bali---setelah Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti---ini.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Budaya dan Pariwisata (Kadis Budpar) Karangasem, I Wayan Purna, mengakui kain tenun Gringsing telah diusulkan jadi Warisan Pusaka Dunia. Tahapannya, setelah produk kain tenun Gringsing dapat sertifikat dari pemerintah, disusul pendaftaran sebagai Kekayaan Intelektual, maka yang terakhir mengusulkan jadi Warisan Pusaka Dunia.
“Tinggal menunggu hasilnya, sejauh mana pengakuan dari UNESCO (United Nations Educational Scientific and Cultural Organization),” papar Wayan Parna saat dihubungi NusaBali terpisah di Amlapura, Minggu kemarin.
Produk kain tenun Gringsing, kata Parna, bisa lestari karena didukung adat dan budaya di Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan. Pasalnya, di Desa Pakraman Tenganan Pagringsingan ada upacara ritual ‘Perang Pandan’, upacara ‘Daha Teruna’, ritual ‘Mabuang’, dan sebagiannya. Saat dilangsungkannya upacara ritual tersebut, setiap krama wajib mengenakan kain Gringsing.
“Itu sebabnya, kain tenun Gringsing terus lestari,” papar Parna. Selain wajib digunakan dalam upacara ritual, lanjut Parna, kain tenun Gringsing juga menjadi daya pikat tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke Desa Tenganan Pagringsingan. Itu sebabnya, krama setempat juga kian tertantang untuk terus memproduksi kain tenun yang membutuhkan waktu setahun untuk membikinnya ini. * k16
1
Komentar