Kariyasa Nilai Kenaikan BPJS Saat Ini Tidak Tepat
JAKARTA, NusaBali
Setelah kenaikan dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA), pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp 150.000 dan kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000 akan berlaku pada 1 Juli 2020.
Sementara kelas III dari Rp 25.000 menjadi 42.000. Namun kenaikan di kelas III baru berlaku pada tahun 2021 mendatang. Sebagai gantinya, pemerintah memberikan bantuan sebesar Rp 16.500. Atas kenaikan tersebut, anggota Komisi IX DPR RI Dapil Bali yang antara lain membidangi masalah Kesehatan dan Tenaga Kerja, I Ketut Kariyasa Adnyana, menganggap keputusan tersebut tidak tepat.
"Dalam situasi seperti ini, tentu tidak tepat menaikan iuran BPJS Kesehatan. Ini memperlihatkan pemerintah tidak empati, karena rata-rata masyarakat kita banyak tidak bekerja lagi akibat imbas pandemi Covid-19," ujar Kariyasa kepada NusaBali, Jumat (15/5).
Menurut Kariyasa, dahulu BPJS Kesehatan bisa dibayarkan oleh perusahaan. Tapi dalam kondisi saat ini, sejumlah pekerja di-PHK sehingga mereka harus melakukan pembayaran secara mandiri. Akibatnya beban mereka bertambah dan bisa menyebabkan mereka tidak mampu membayar.
"Dengan kondisi itu, seharusnya pemerintah menunjukkan empati. Apalagi adanya pandemi Covid-19 banyak bermunculan masyarakat miskin baru. Kenaikan seharusnya dilakukan minimal setelah pandemi, sehingga jangan dinaikan dahulu sebagai rasa empati kepada rakyat," kata mantan Ketua Komisi IV DPRD Bali 2004-2009 ini.
Komisi IX DPR RI sendiri, kata politisi dari PDIP ini, telah berjuang habis-habisan agar iuran BPJS Kesehatan tidak naik. Untuk itu, Komisi IX DPR RI akan meminta penjelasan kepada BPJS Kesehatan secara langsung usai reses nanti. Hal ini perlu dilakukan agar rakyat mengetahuinya.
Lantaran ketika iuran kenaikan BPJS Kesehatan ditolak MA, mereka sudah senang. Plus merasa tidak terbebani. Namun adanya kenaikan pada Juli nanti tentu memberatkan mereka.
Kariyasa menyatakan, jika pemerintah tidak mampu, jaminan kesehatan bisa dikembalikan ke daerah masing-masing. Daerah, kata politisi asal Desa/Kecamatan Busungbiu, Buleleng ini juga memiliki program kesehatan seperti di Bali yang berjalan bagus. Dahulu ada Jaminan Kesehatan Bali Mandara dan sekarang Krama Bali Sehat (KBS). *k22
"Dalam situasi seperti ini, tentu tidak tepat menaikan iuran BPJS Kesehatan. Ini memperlihatkan pemerintah tidak empati, karena rata-rata masyarakat kita banyak tidak bekerja lagi akibat imbas pandemi Covid-19," ujar Kariyasa kepada NusaBali, Jumat (15/5).
Menurut Kariyasa, dahulu BPJS Kesehatan bisa dibayarkan oleh perusahaan. Tapi dalam kondisi saat ini, sejumlah pekerja di-PHK sehingga mereka harus melakukan pembayaran secara mandiri. Akibatnya beban mereka bertambah dan bisa menyebabkan mereka tidak mampu membayar.
"Dengan kondisi itu, seharusnya pemerintah menunjukkan empati. Apalagi adanya pandemi Covid-19 banyak bermunculan masyarakat miskin baru. Kenaikan seharusnya dilakukan minimal setelah pandemi, sehingga jangan dinaikan dahulu sebagai rasa empati kepada rakyat," kata mantan Ketua Komisi IV DPRD Bali 2004-2009 ini.
Komisi IX DPR RI sendiri, kata politisi dari PDIP ini, telah berjuang habis-habisan agar iuran BPJS Kesehatan tidak naik. Untuk itu, Komisi IX DPR RI akan meminta penjelasan kepada BPJS Kesehatan secara langsung usai reses nanti. Hal ini perlu dilakukan agar rakyat mengetahuinya.
Lantaran ketika iuran kenaikan BPJS Kesehatan ditolak MA, mereka sudah senang. Plus merasa tidak terbebani. Namun adanya kenaikan pada Juli nanti tentu memberatkan mereka.
Kariyasa menyatakan, jika pemerintah tidak mampu, jaminan kesehatan bisa dikembalikan ke daerah masing-masing. Daerah, kata politisi asal Desa/Kecamatan Busungbiu, Buleleng ini juga memiliki program kesehatan seperti di Bali yang berjalan bagus. Dahulu ada Jaminan Kesehatan Bali Mandara dan sekarang Krama Bali Sehat (KBS). *k22
Komentar