PK Dikabulkan, Notaris Neli Bebas Murni
DENPASAR, NusaBali
Setelah sempat divonis bersalah dan meringkuk di sel tahanan karena kasus penipuan, notaris Ni Ketut Neli Asih, 54, akhirnya diputus bebas murni oleh Mahkamah Agung (MA).
Putusan ini dimuat dalam website MA dengan nomor register 20PK/Pid/2020. Putusan MA ini langsung menganulir putusan sebelumnya. Dalam putusan di PN Denpasar pada pertengahan 2019 lalu , notaries Neli dinyatakan bersalah melanggar Pasal 378 KUHP dan dijatuhi hukuman 1 tahun 4 bulan (16 bulan). Lalu pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar hukumannya dikurangi menjadi 1 tahun 2 bulan (14 bulan).
“Karena saat itu waktu mengajukan kasasi habis, maka terdakwa langsung mengajukan PK (Peninjauan Kembali) dan akhirnya dikabulkan. Artinya notaries Neli bebas murni sesuai yang tercantum dalam website MA,” ujar John Korasa selaku kuasa hukum notaries Neli yang dihubungi Jumat (15/5).
Ditambahkannya, dalam PK yang diajukan, pihaknya mengajukan beberapa pertimbangan dalam putusan PN Denpasar dan PT Denpasar. Diantaranya majelis hakim telah khilaf salah penerapan hukum dalam mengambil putusan.
Ditegaskan, penerapan hukum bukan pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian dibuat antara para pihak Mahendro Anton Inggriyono (pelapor/saksi korban) dengan Gunawan Priambodo (terlapor). Saksi korban menerangkan akte yang dikeluarkan Neli tidak merugikan, justru menguntungkan korban. “Ini kan kasus yang dipaksakan. Korban tidak pernah melaporkan, tapi Neli bisa menjadi terdakwa,” tegas John Korasa.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Denpasar IGN Agung Ary Kesuma yang dikonfirmasi terpisah mengaku belum mendapat informasi salinan putusan PK dari MA. “Kami belum bisa berkomentar karena kami belum mendapatkan bukti apapun,” kata Gung Ary.
Sebagaimana diungkap dalam dakwaan JPU Putu Oka Suryatmaja di muka majelis hakim yang diketuai IGN Partha Barghawa, pada 4 September 2014 bertempat di kantor terdakwa Neli di Jalan Nakula, Nomor 8, Legian, Kuta, Badung, terdakwa dianggap sengaja memberi kesempatan Gunawan Priambodo melakukan perbuatan dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain.
Awalnya, pada 8 Agustus 2014, Neli didatangi Sugiartini staf pribadi Gunawan. Staf tersebut membawa surat kelengkapan tanah yang berlokasi di Kelurahan Tanjung Benoa, Kuta Selatan, seluas 5.445 meter persegi atas nama PT Nuansa Bali Utama. Sertifikat HGB itu dibawa dengan maksud dibuatkan perjanjian jual beli antara Anton (korban) dengan Gunawan Priambodo. Sertifikat itu dititipkan di kantor Neli.
Namun, bukannya membuat perjanjian perikatan jual beli (PPJB) melainkan hanya dibuatkan akta kuasa menjual antara Gunawan dengan Mahendro Anton Inggriyono (korban). Beberapa kali korban menyetorkan sejumlah uang pada Gunawan. Jika ditotal mencapai Rp 11,6 miliar.
Pada 13 Agustus 2014, datang saksi Sugiartini ke kantor Neli mengambil sertifikat atas perintah Gunawan dengan dalih akan mengurus pemecahan sertifikat sendiri. Namun, sertifikat tanah ternyata masih atas nama PT Nuansa Bali Utama berupa HGB. Singkat cerita, saat korban datang ke kantor Neli hendak mengurus transaksi dan perikatan, terdakwa Neli tidak memberitahu jika sertifikat sudah diambil Gunawan. Akibat perbuatan terdakwa, korban mengalami kerugian Rp 11,6 miliar. *rez
Komentar