Bocah SD Diduga Tewas Akibat Rabies
Seorang bocah SD asal Desa Dencarik, Kecamatan Banjar, Buleleng, I Ketut Ferdi Yu-distira, 10, meninggal diduga akibat rabies, Senin (5/9) pagi.
Dari hasil pemeriksaan medis, memang belum ditetapkan penyebab pasti kematian bocah Ferdi Yudistira. Namun, dari keterangan pihak keluarga, bocah malang ini punya riwayat digigit anjing liar, Juni 2016 lalu, saat ada hajatan di rumah salah satu keluarganya. Ketika digigit anjing berkelahi, Ferdi Yudistira dan sepupunya yang lain main di halaman.
Menurut Suyasa, kala itu Ferdi bersama sepupunya yang lain berupaya menghalau anjing-anjing liar agar pergi dan tidak mengganggu mereka permain. Namun, siapa sangka salah satu anjing yang berkelahi itu malah menyerangnya dan menggigit tangan kanna Ferdi. “Saat itu saya langsung cuci pakai sabun dan air mengalir. Tidak ada luka, hanya ada bekas gigi anjingnya,” cerita Suyasa.
Untuk menghindari hal tidak diinginkan, Suyasa pun sempat mengajak anak keempatnya ini ke Puskesmas Banjar I untuk meminta vaksin rabies. Saat itu, Suyasa mendapat keterangan dari tim medis bahwa untuk menangkap anjing liar itu, harus menunggunya seminggu. Jika anjingnya mati dan bocah Ferdi mengalami gejala panas, barulah vaksin anti rabies (VAR) akan diberikan sesuai SOP. Namun, karena anjing liar, keluarga Ferdi tidak dapat menemukan anjing yang menyerang si bocah. “Karena tidak ada gejala yang muncul sampai menjelang kematian anak saya, ya saya biarkan saja. Saya kira tidak terjadi apa-apa,” keluhnya.
Sampai akhirnya, Sabtu (3/9) siang, bocah Ferdi mengeluh kesemutan di tangan kanan hingga leher kanan. Keluhan itu disampaikan ketika diajak ayahnya berjualan buah di depan gang rumahnya. Sore harinya, bocah Ferdi diajak Suyasa berobat ke mantri di wilayah Desa Sulanyah, Kecamatan Seririt. Namun, obat yang diberikan mantri tidak serta merta membuatnya baikan.
Sehari kemudian, Minggu (4/9), kondisi Ferdi semakin memburuk dengan tambahan keluhan sakit kepala dan sakit tenggorokan. Saat itu, kata Suyasa, bicara Ferdi sudah tidak jelas. Malamnya sekitar pukul 19.00 Wita, Ferdi dibawa keluarganya ke RS Santhi Graha Seririt. Tetapi, karena melihat kondisi Ferdi sudah lemas, Ferdi langsung ditrujuk ke RSUD Buleleng sekitar pukul 20.00 Wita. Sehari berikutnya, Senin pagi, bocah malang ini dinyatakan meninggal sekitar pukul 06.00 Wita.
Ibunda bocah Ferdi, Ni Putu Anggreni, shoch berat atas kematian tragis putranya ini. Saat NusaBali berjung ke rumah duka, Senin kemarin, ibu lima anak ini tampak sembab sembari duduk menyandar pada tembok di mana jenazah putranya disemayamkan. Menurut Anggreni, tidak ada firasat buruk sebelum kematian putranya. Hanya saja, saat naik ke ambulans untuk dirukuk ek RSUD Buleleng dari RS Santhi Graha Seririt, bocah Ferdi sempat melambaikan tangan kepada semua yang ikut dalam ambulans. “Dia melambaikan tangan kepada saya dan bapaknya saat ada di ambulans, tapi dia tersenyum,” kenang Anggreni.
Hingga Senin sore, jenazah bocah Ferdi Yudistira masih disemayamkan di rumah duka. Rencananya, jenazah korban baru akan dimakamkan pada Anggara Umanis Kuningan, Selasa (13/9) mendatang, di Setra Desa Pakraman Dencarik.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Nuleleng, I Gusti Nyoman Mahapramana, menyatakan pihaknya masih melakukan pengecekan terkait penyebab pasti kematian bocah Ferdi Yudistira, apakah memang karena rabies atau tidak. Menurut Mahapramana, dari kondisi pasca meninggal, ada sejumlah gejala yang tidak cocok dengan gejala korban rabies.
“Kami sudah ambil sampel air liurnya dan dibawa ke Laboratorium di Denpasar. Kami masih menunggu hasilnya. Kami belum bisa pastikan itu rabies atau apa, karena harus ada hasil valid uji Laboratorium,” jelas Mahapramana saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di kantornya di Singaraja, Senin kemarin.
Data yang dihimlun NusaBali dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Senin kemarin, selama tahun 2016 ini (periode Januari-Juni), tercatat ada 5 korban tewas akibat rabies di Bali, tidak termasuk bocah Ketut Ferdi Yudistira. Salah satunya, AA Gede Yoga Arimbawa, 9, bocah asal Banjar Koripan Tengah, Desa Banjarangkan, Kecamatan Banjarangkan, Klu-ngkung, yang meninggal di ruang perawatan RSUD Klungkung di Semarapura, 7 Maret 2016. Sedangkan empat korban lainnya masing-masing jatuh di Karangasem, Gianyar, Jembrana, dan Buleleng. * k23,nat
Menurut Suyasa, kala itu Ferdi bersama sepupunya yang lain berupaya menghalau anjing-anjing liar agar pergi dan tidak mengganggu mereka permain. Namun, siapa sangka salah satu anjing yang berkelahi itu malah menyerangnya dan menggigit tangan kanna Ferdi. “Saat itu saya langsung cuci pakai sabun dan air mengalir. Tidak ada luka, hanya ada bekas gigi anjingnya,” cerita Suyasa.
Untuk menghindari hal tidak diinginkan, Suyasa pun sempat mengajak anak keempatnya ini ke Puskesmas Banjar I untuk meminta vaksin rabies. Saat itu, Suyasa mendapat keterangan dari tim medis bahwa untuk menangkap anjing liar itu, harus menunggunya seminggu. Jika anjingnya mati dan bocah Ferdi mengalami gejala panas, barulah vaksin anti rabies (VAR) akan diberikan sesuai SOP. Namun, karena anjing liar, keluarga Ferdi tidak dapat menemukan anjing yang menyerang si bocah. “Karena tidak ada gejala yang muncul sampai menjelang kematian anak saya, ya saya biarkan saja. Saya kira tidak terjadi apa-apa,” keluhnya.
Sampai akhirnya, Sabtu (3/9) siang, bocah Ferdi mengeluh kesemutan di tangan kanan hingga leher kanan. Keluhan itu disampaikan ketika diajak ayahnya berjualan buah di depan gang rumahnya. Sore harinya, bocah Ferdi diajak Suyasa berobat ke mantri di wilayah Desa Sulanyah, Kecamatan Seririt. Namun, obat yang diberikan mantri tidak serta merta membuatnya baikan.
Sehari kemudian, Minggu (4/9), kondisi Ferdi semakin memburuk dengan tambahan keluhan sakit kepala dan sakit tenggorokan. Saat itu, kata Suyasa, bicara Ferdi sudah tidak jelas. Malamnya sekitar pukul 19.00 Wita, Ferdi dibawa keluarganya ke RS Santhi Graha Seririt. Tetapi, karena melihat kondisi Ferdi sudah lemas, Ferdi langsung ditrujuk ke RSUD Buleleng sekitar pukul 20.00 Wita. Sehari berikutnya, Senin pagi, bocah malang ini dinyatakan meninggal sekitar pukul 06.00 Wita.
Ibunda bocah Ferdi, Ni Putu Anggreni, shoch berat atas kematian tragis putranya ini. Saat NusaBali berjung ke rumah duka, Senin kemarin, ibu lima anak ini tampak sembab sembari duduk menyandar pada tembok di mana jenazah putranya disemayamkan. Menurut Anggreni, tidak ada firasat buruk sebelum kematian putranya. Hanya saja, saat naik ke ambulans untuk dirukuk ek RSUD Buleleng dari RS Santhi Graha Seririt, bocah Ferdi sempat melambaikan tangan kepada semua yang ikut dalam ambulans. “Dia melambaikan tangan kepada saya dan bapaknya saat ada di ambulans, tapi dia tersenyum,” kenang Anggreni.
Hingga Senin sore, jenazah bocah Ferdi Yudistira masih disemayamkan di rumah duka. Rencananya, jenazah korban baru akan dimakamkan pada Anggara Umanis Kuningan, Selasa (13/9) mendatang, di Setra Desa Pakraman Dencarik.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Nuleleng, I Gusti Nyoman Mahapramana, menyatakan pihaknya masih melakukan pengecekan terkait penyebab pasti kematian bocah Ferdi Yudistira, apakah memang karena rabies atau tidak. Menurut Mahapramana, dari kondisi pasca meninggal, ada sejumlah gejala yang tidak cocok dengan gejala korban rabies.
“Kami sudah ambil sampel air liurnya dan dibawa ke Laboratorium di Denpasar. Kami masih menunggu hasilnya. Kami belum bisa pastikan itu rabies atau apa, karena harus ada hasil valid uji Laboratorium,” jelas Mahapramana saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di kantornya di Singaraja, Senin kemarin.
Data yang dihimlun NusaBali dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Senin kemarin, selama tahun 2016 ini (periode Januari-Juni), tercatat ada 5 korban tewas akibat rabies di Bali, tidak termasuk bocah Ketut Ferdi Yudistira. Salah satunya, AA Gede Yoga Arimbawa, 9, bocah asal Banjar Koripan Tengah, Desa Banjarangkan, Kecamatan Banjarangkan, Klu-ngkung, yang meninggal di ruang perawatan RSUD Klungkung di Semarapura, 7 Maret 2016. Sedangkan empat korban lainnya masing-masing jatuh di Karangasem, Gianyar, Jembrana, dan Buleleng. * k23,nat
1
2
Komentar