Sudirta: Tak Perlu Khawatir Asalkan Sesuai UU
Rencana Perpres Terorisme Pelibatan TNI
DENPASAR, NusaBali
Adanya kekhawatiran pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme menjadi pembahasan hangat. Keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme dalam Perpres terorisme tidak masalah sepanjang sesuai dengan amanat Undang-Undang.
Anggota Komisi III DPR RI Dapil Bali membidangi Hukum, HAM dan Keamanan, I Wayan Sudirta, Senin (18/5) membeber sebagai anggota Komisi III dirinya memahami adanya kekhawatiran pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme, sebagaimana tertuang dalam Rancangan Perpres tentang Tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme, sebagaimana dilontarkan beberapa kalangan.
Namun, Sudirta mengingatkan bahwa sepanjang sesuai dengan amanat dari ketentuan Pasal 431 UU Nomor 5 Tahun 2018, masyarakat tidak perlu khawatir terhadap pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme. "Bagaimanapun juga, nyata di Indonesia bahwa terorisme sudah menjadi ancaman serius bagi kedaulatan bangsa dan negara," beber anggota Fraksi PDIP DPR RI yang juga Wakil Ketua Bidang Polhukam DPD PDIP Bali ini. Menurut Sudirta, sesuai ketentuan UU Nomor 5 Tahun 2018 yang memberi waktu setahun Peraturan Pelaksanaan, sudah seharusnya ada upaya untuk membuat suatu regulasi untuk melengkapi UU Nomor 5 Tahun 2018 tersebut.
"Dan upaya menyiapkan Rancangan Perpres merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah untuk mengantisipasi penanggulangan terorisme," tegas politisi asal Desa Pidpid, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem ini. Soal kekhawatiran adanya tumpang tindih kewenangan dengan Polri dan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) dalam penanganan terorisme, Sudirta menegaskan, tentu harus sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Ayat 2 huruf b angka 3 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang mengatur tentang 14 Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang menjadi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) TNI.
Dalam angka 3 ketentuan tentang OMSP disebutkan bahwa tugas pokok selain perang bagi TNI adalah mengatasi aksi terorisme. "Agar tidak menimbulkan kekhawatiran dan polemik, maka harus diperjelas dalam Perpres yang akan diterbitkan," kata Ketua Panitia Perancang Undang-Undang DPD RI periode 2004-2009 dan 2009-2014 ini.
Menurut Sudirta ada beberapa hal yang mesti diperhatikan dalam pelibatan militer dalam penanggulangan terorisme. Pertama pelibatan militer dalam penanggulangan terorisme merupakan pilihan terakhir setelah instansi keamanan yang ada tidak cukup mengatasi terorisme, atau terkait misi keamanan warga negara Indonesia yang disandera teroris di luar negeri, seperti yang dilakukan pada pembebasan Pesawat Garuda yang dibajak di Bangkok pada tahun 1980-an, atau pembebasan sandera oleh teroris Abu Sayaf di Filipina.
Kedua, prinsip utama yang diatur dalam Perpres, harus menekankan pengerahan kekuatan militer dalam OMSP untuk mengatasi terorisme, hanya bisa dilakukan jika ada keputusan politik Presiden. Ketiga pelibatan TNI pada intinya bersifat sementara dalam menangani terorisme. "Selain itu, akuntabilitas hukum dalam menangani terorisme sama seperti polisi, di mana TNI harus tunduk pada mekanisme peradilan umum perihal pertanggungjawaban hukumnya, jika terjadi pelanggaran atau kesalahan, " jelas Sudirta. *nat
Komentar