Hakim Tangguhkan Penahanan Bos BPR Legian
Titian Wilaras Gunakan Uang BPR Legian Rp 23,1 Miliar
Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 50A UU RI Nomor 10/1998 tentang Perbankkan dengan ancaman pidana penjara 15 tahun dan pidana denda Rp 200 miliar.
DENPASAR, NusaBali
Bos PT BPR Legian, Titian Wilaras, 55, ternyata hanya sehari meringkuk di sel tahanan Polresta Denpasar pasca dilimpahkan ke Kejari Denpasar dalam kasus tindak pidana perbankan. Majelis hakim pimpinan Engeliky Hadajani Day langsung memberi kado spesial yaitu penangguhan penahanan untuk Pemegang Saham Pengendali (PSP) PT BPR Legian ini.
Aroma tak sedap penangguhan penahanan ini terungkap saat Titian Wilaras menjalani sidang perdana kasus dugaan tindak pidana perbankan di PN Denpasar pada Kamis (28/5). Pria asal Medan, Sumatera Utara ini dengan santai datang mengikuti sidang dakwaan di PN Denpasar tanpa kawalan petugas. Bahkan usai sidang, bos BPR Legian ini dengan santai melenggang keluar sidang dan masuk mobil pribadinya.
Kasi Pidum Kejari Denpasar, Wayan Eka Widanta yang dikonfirmasi mengatakan penangguhan penahanan ini dilakukan oleh majelis hakim yang menyidangkan. Namun tidak diketahui alasan penangguhan dari majelis hakim pimpinan Engeliky Handajani Day.
Padahal sebelumnya, Titian Wilaras ditahan pihak kejaksaan sesuai dengan surat resmi Kejaksaan Agung yang mewajibkan tersangka Titian Wilaras ditahan. Apalagi sebelumnya tersangka yang juga bos diskotik Sky Garden, Kuta ini sempat kabur dan masuk DPO (Daftar Pencarian Orang).
“Kami sudah limpahkan terdakwa ke pengadilan. Untuk pengalihan penahanan wewenang majelis (hakim). Karena hakim mengeluarkan penetapan, kami sebagai jaksa menjalankan penetapan majelis,” Eka Widanta pasca sidang.
Sementara itu, dalam sidang terungkap aksi culas Titan Wilaras ini dilakukan periode Agustus 2017-Oktober 2018 bertempat di BPR Legian di Jalan Gajah Mada Nomor 125-127 Denpasar. Terdakwa selaku PSP sekaligus komisaris utama BPR Legian dengan sengaja memerintahkan komite yang terdiri dari saksi Indra Wijaya (Direktur Utama), saksi Ni Putu Dewi Wirastini (Direktur Kepatuhan), saksi I Gede Made Karyawan (Kepala Bisnis), saksi Andre Muliya (HR dan GA manajer), dan saksi Putu Ayu Junita Sari (supervisior operasional) untuk melakukan transfer atau setoran dana milik BPR Legian kepada terdakwa untuk kepentingan pribadi.
Pada saat terdakwa mememerintahkan komite mengeluarkan dana untuk kepentingan pribadi, komite menindaklanjuti karena terdakwa berkomitmen mengembalikan dana.
Para saksi bersepakat pengeluaran dana BPR dilakukan dengan cara membukukan pada pos Biaya Dibayar Dimuka (BDB) tanpa disertai dokumen pendukung. Selain itu juga tidak dilampirkan memo intern sesuai ketentuan yang berlaku di BPR Legian. Pecatatan sebagai BDB juga tidak sesuai PSAK Nomor 9 tentang penyajian aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek.
Saat itu saksi Indra Wijaya dan anggota komite lainnya menyadari bahwa hal tersebut merupakan penyimpangan ketentuan perbankan. Namun, hal itu tetap dilakukan karena adanya perintah dari terdakwa selaku PSP BPR Legian. Sehingga komite harus merasa patuh terhadap perintah terdakwa.
“Untuk merealisasiskan permintaan terdakwa saksi Karyawan mengintruksikan secara lisan kepada bagian akunting untuk mengeluarkan dana. Selanjutnya saksi Ratna Dewi membuat slip pemindahbukuan internal berdasar nominal yang diinstruksikan terdakwa,” jelas JPU dalam dakwaan.
Terdakwa menggunakan dana milik PT. BPR Legian untuk kepentingan pribadi terdakwa dengan total transaksi sebesar Rp 23,1 miliar. Salah satunya untuk membeli mobil mewah seperti Toyota Alphard, Mercy, Porche, dan belanja kepentingan pribadi lainnya. Selain transfer, pengeluaran juga berupa cek ke beberapa nama seperti anak terdakwa dan anggota keluarga lainnya.
Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 50A UU RI Nomor 10/1998 tentang Perbankkan. Ia terancam pidana penjara 15 tahun dan pidana denda Rp 200 miliar. Atas dakwaan JPU, terdakwa yang didampingi pengacaranya tidak menyatakan eksepsi. *rez
Aroma tak sedap penangguhan penahanan ini terungkap saat Titian Wilaras menjalani sidang perdana kasus dugaan tindak pidana perbankan di PN Denpasar pada Kamis (28/5). Pria asal Medan, Sumatera Utara ini dengan santai datang mengikuti sidang dakwaan di PN Denpasar tanpa kawalan petugas. Bahkan usai sidang, bos BPR Legian ini dengan santai melenggang keluar sidang dan masuk mobil pribadinya.
Kasi Pidum Kejari Denpasar, Wayan Eka Widanta yang dikonfirmasi mengatakan penangguhan penahanan ini dilakukan oleh majelis hakim yang menyidangkan. Namun tidak diketahui alasan penangguhan dari majelis hakim pimpinan Engeliky Handajani Day.
Padahal sebelumnya, Titian Wilaras ditahan pihak kejaksaan sesuai dengan surat resmi Kejaksaan Agung yang mewajibkan tersangka Titian Wilaras ditahan. Apalagi sebelumnya tersangka yang juga bos diskotik Sky Garden, Kuta ini sempat kabur dan masuk DPO (Daftar Pencarian Orang).
“Kami sudah limpahkan terdakwa ke pengadilan. Untuk pengalihan penahanan wewenang majelis (hakim). Karena hakim mengeluarkan penetapan, kami sebagai jaksa menjalankan penetapan majelis,” Eka Widanta pasca sidang.
Sementara itu, dalam sidang terungkap aksi culas Titan Wilaras ini dilakukan periode Agustus 2017-Oktober 2018 bertempat di BPR Legian di Jalan Gajah Mada Nomor 125-127 Denpasar. Terdakwa selaku PSP sekaligus komisaris utama BPR Legian dengan sengaja memerintahkan komite yang terdiri dari saksi Indra Wijaya (Direktur Utama), saksi Ni Putu Dewi Wirastini (Direktur Kepatuhan), saksi I Gede Made Karyawan (Kepala Bisnis), saksi Andre Muliya (HR dan GA manajer), dan saksi Putu Ayu Junita Sari (supervisior operasional) untuk melakukan transfer atau setoran dana milik BPR Legian kepada terdakwa untuk kepentingan pribadi.
Pada saat terdakwa mememerintahkan komite mengeluarkan dana untuk kepentingan pribadi, komite menindaklanjuti karena terdakwa berkomitmen mengembalikan dana.
Para saksi bersepakat pengeluaran dana BPR dilakukan dengan cara membukukan pada pos Biaya Dibayar Dimuka (BDB) tanpa disertai dokumen pendukung. Selain itu juga tidak dilampirkan memo intern sesuai ketentuan yang berlaku di BPR Legian. Pecatatan sebagai BDB juga tidak sesuai PSAK Nomor 9 tentang penyajian aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek.
Saat itu saksi Indra Wijaya dan anggota komite lainnya menyadari bahwa hal tersebut merupakan penyimpangan ketentuan perbankan. Namun, hal itu tetap dilakukan karena adanya perintah dari terdakwa selaku PSP BPR Legian. Sehingga komite harus merasa patuh terhadap perintah terdakwa.
“Untuk merealisasiskan permintaan terdakwa saksi Karyawan mengintruksikan secara lisan kepada bagian akunting untuk mengeluarkan dana. Selanjutnya saksi Ratna Dewi membuat slip pemindahbukuan internal berdasar nominal yang diinstruksikan terdakwa,” jelas JPU dalam dakwaan.
Terdakwa menggunakan dana milik PT. BPR Legian untuk kepentingan pribadi terdakwa dengan total transaksi sebesar Rp 23,1 miliar. Salah satunya untuk membeli mobil mewah seperti Toyota Alphard, Mercy, Porche, dan belanja kepentingan pribadi lainnya. Selain transfer, pengeluaran juga berupa cek ke beberapa nama seperti anak terdakwa dan anggota keluarga lainnya.
Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 50A UU RI Nomor 10/1998 tentang Perbankkan. Ia terancam pidana penjara 15 tahun dan pidana denda Rp 200 miliar. Atas dakwaan JPU, terdakwa yang didampingi pengacaranya tidak menyatakan eksepsi. *rez
Komentar