Pesimis Juni 2020 Terapkan New Normal
Pandemi Covid-19 Kacaukan Aktivitas Seniman
Perhatian pemerintah terhadap seniman yang juga terdampak wabah, belum terasa. Karena Bantuan dalam kapasitas sebagai seniman, sejauh ini belum ada.
GIANYAR, NusaBali
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia, Indonesia, dan Bali khususnya, telah mengacaukan pelbagai sendi kehidupan. Beragam elemen masyarakat terimbas, termasuk aktivitas berkesenian. Agenda seni yang telah dirancang jauh-jauh hari tiba-tiba batal. Sehingga para seniman tak bisa berbuat banyak. Di lain sisi, belum yakin Juni 2020 berani terapkan new normal.
Selama wabah, demi mematuhi anjuran pemerintah setelah ‘di rumah aja’, seniman pun berharap kehidupan normal alias new normal di tenagh wabah ini bisa segera diberlakukan. Agar aktivitas berkesenian kembali normal dan kehidupan seniman pun bisa pulih. Seperti diungkapkan I Wayan Budiarsa SSn MSi, pemilik Sanggar Seni Satriya Lelana di Banjar Pekandelan, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, ditemui NusaBali, Sabtu (30/5). "Imbas pandemi ini, aktivitas sanggar latihan, pentas dan work shop, total ditiadakan," jelas dosen Jurusan Tari ISI Denpasar ini. Bahkan pelatihan menari reguler setiap Jumat, Sabtu, dan Minggu ditiadakan sejak Februari 2020, awal virus ini melanda.
Selain membuat kacau agenda reguler sanggar, dampak pandemi ini sejumlah permintaan pentas dibatalkan. "Kalau dihitung, ada delapan agenda pentas hotel dan upacara yang dibatalkan sejak Maret 2020," jelasnya. Dengan demikian, pandemi Covid-19 ini, sangat berdampak terhadap seniman. "Anak-anak sanggar dan sekaa di sini total tidak bisa beraktivitas berkesenian. Penghasilan dari sanggar sudah tidak ada," jelasnya. Meski bukan menjadi penghasilan utama, berhenti berkesenian membuat seniman merasakan dampak lesunya perekonomian.
Tidak saja mengacaukan agenda di awal pandemi ini muncul, rencana agenda Juli 2020 pun terpaksa dibatalkan. "Rencana mau ke Brazil mengisi workshop Topeng dan Gambuh. Tapi karena tidak mau beresiko, akhirnya sepakat dibatalkan," jelasnya. Padahal, segala persiapan telah dilakukan sejak Januari 2020. "Awalnya, seorang Dosen Teater dari Brazil belajar selama seminggu disini. Giliran saya yang diundang mengisi workshop di sana, dan dua kali pementasan. Kerjasama sudah jalan, termasuk kesepakatan administrasi dan lain-lain. Tinggal mengajukan surat ke instansi terkait. Tapi begitu bulan Maret, kami tidak berani hingga akhirnya ditunda," jelasnya.
Rencananya, workshop akan dihelat Juli 2021, jika situasi memungkinkan. "Rencana yang ikut workshop 100an peserta. Setelah workshop, ada 2 kali pementasan. Topeng Pajegan dan Gambuh. Saya sendiri, yang rencananya akan membawakan beberapa karakter," jelasnya.
Dalam kaitan upacara keagamaan, aktivitas seni juga terdampak. Sebab, seni pertunjukan melengkapi prosesi upacara biasanya melibatkan banyak orang. Terutama sekaa gong yang jumlahnya sekitar 30 - 40 orang. Sementara, aturan protokol kesehatan pandemi Covid-19 mengimbau upacara keagamaan di Bali maksimal hanya diikuti 25 orang saja. Maka yang terjadi, pementasan topeng dibatasi jumlah sekaa gong dan penari. "Sepengetahuan saya, ada upacara yadnya yang tidak menyertakan topeng. Hanya Wayang Lemah dengan personel empat orang. Kalau pun ada pementasan Topeng Pajegan, penarinya cuma satu dengan 10 penabuh," jelasnya.
Wayan Budiarsa yang putra sulung maestro gambuh Made Bukel ini merindukan kemeriahan pentas seni seperti sedia kala. "Semoga Covid-19 cepat berlalu, kalau sudah situasi normal, saya meyakini aktivitas seni berangsur normal. Kalau sekarang, kami ikuti anjuran pemerintah saja," harapnya.
Mengenai perkiraan situasi normal mulai Juni 2020, Wayan Budiarsa mengaku masih belum yakin. "Dilihat dari perkembangan, infonya Juni 2020 aktivitas sudah buka normal. Tapi rasanya kami masih khawatir. Belum berani buka latihan reguler. Cari aman, mungkin Agustus atau September 2020 baru buka," ujarnya. Padahal, diakuinya, cukup banyak permintaan untuk belajar menari dari kalangan anak-anak. "Sering kami dihubungi, kapan bisa latihan. Karena anak-anak sudah bosan di rumah. Tapi untuk privat pun, kami belum berani," ujarnya.
Sementara itu, dia mengakui perhatian pemerintah terhadap seniman yang juga terdampak wabah, belum terasa. Karena Bantuan dalam kapasitas sebagai seniman, sejauh ini belum ada. Agar tidak berdiam diri, Budiarsa mengisi waktu dengan membersihkan peralatan sanggar. Termasuk kostum tari yang biasa disewakan. "Penyewaan kostum juga mati total, sesekali saya bersihkan," ujar bapak dua anak ini. Sementara anaknya yang biasa menari, tetap berupaya untuk berkesenian. Yakni memanfaatkan media online. Anak pertamanya, Ni Wayan Arma Yonika Sari aktif mengikuti Lomba Tari Online via Instagram. Baru-baru ini, Yonika yang memang langganan juara dalam setiap lomba tari, juga juara lomba tari secara online. "Tarian yang dilombakan Teruna Jaya, dia dapat Juara I," imbuhnya.7nvi
1
Komentar