Pengalihan Penahanan, Hakim Dikecam
Terdakwa Titian Wilaras, Tindak Pidana Perbankan di BPR Legian
“Sulit mencegah orang berpikir yang tidak-tidak dengan pengalihan ini. Akan muncul kenapa terdakwa mendapat kemudahan dan keistimewaan. Padahal, dimata hukum setiap orang kan harus sama,”
DENPASAR, NusaBali
Pengalihan penahanan bos PT BPR Legian, Titian Wilaras, 55, oleh majelis hakim PN Denpasar menjadi tahanan kota mendapat kecaman dari berbagai pihak. Bagaimana tidak, selain memiliki rekam jejak sebagai buronan, tindak pidana yang dilakukan Titian Wilaras merupakan perkara besar hingga mengakibatkan kerugian hingga Rp 23,1 miliar.
Kritikan ini salah satunya disampaikan Kepala ORI (Ombudsman Republik Indonesia) Perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhatab saat dihubungi Senin (1/6). Disebutkan, sebagai seorang yang pernah menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang) Mabes Polri, mestinya mendapat perhatian khusus saat menjalani proses hukum.
Meski terdakwa mengajukan pengalihan penahanan karena alasan kesehatan dan situasi Covid-19, hakim harus tetap menerapkan standar pengamanan terhadap terdakwa. “Misalnya terkait Covid-19, hakim bisa mengisolasi terdakwa dalam tempat khusus yang hanya bisa dikunjungi hakim,” jelas pria asal NTT ini.
Dikhawatirkan, dengan pengalihanan penahanan, terdakwa bisa membangun komunikasi dengan pihak-pihak terlibat sehingga bisa menyembunyikan dan mengaburkan barang bukti untuk persidangan. “Bisa saja pada suatu kesempatan melakukan upaya-upaya mengaburkan informasi atau barang bukti,” tegasnya.
Kritik tak kalah pedas juga disampaikan Ketua Yayasan Manikaya Kauci, Gunadjar. Menurutnya, hakim tidak perlu tergesa-gesa memberikan pengalihan penahanan pada terdakwa karena ini menyangkut rasa keadilan. Pasalnya, banyak terdakwa lain yang ditahan dengan kasus yang sama meski kerugian materilnya jauh lebih sedikit. “Memang ini (pengalihan penahanan, red) kewenangan hakim. Tapi kan lebih baik jika hakim memberikan perlakuan sama dengan terdakwa lainnya,” lanjutnya.
Terkait alasan kesehatan dan situasi Covid-19 sebagai alasan pengalihan penahanan, juga ditanggapinya. Gunandjar menyebut tempat penahanan baik di Lapas atau rutan sudah memiliki tim medis yang akan mengawasi kesehatan para tahanan. “Sulit mencegah orang berpikir yang tidak-tidak dengan pengalihan ini. Akan muncul kenapa terdakwa mendapat kemudahan dan keistimewaan. Padahal, di mata hukum setiap orang kan harus sama,” kritiknya.
Hal yang sama juga ditegaskan praktisi hukum dan pengacara senior, John Korasa. “Kami sangat kecewa dan menyayangkan penetapan pengalihan penahanan oleh hakim. Rekam jejak terdakwa yang pernah masuk DPO semestinya menjadi perhatian majelis,” tegasnya.
John menyebutkan melihat rekam jejak terdakwa, sudah terlihat jelas jika Titan Wilaras tidak kooperatif sejak penyidikan dilakukan OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Bahkan terdakwa sempat kabur dan masuk dalam DPO Mabes Polri.
Menanggapi kritik ini, Juru Bicara (Jubir) PN Denpasar, I Made Pasek mengatakan Ketua PN Denpasar sudah sempat memanggil majelis hakim yang menyidangkan perkara ini yang diketuai Angeliky Handajani Day. Diketahui, pengalihan penahanan ini murni alasan kemanusiaan karena terdakwa sakit dan kini dalam kondisi pandemi Covid-19.
Selain itu, terdakwa juga dijamin oleh anaknya dan jaminan uang Rp 100 juta yang sudah dititipkan ke panitera pengadilan. “Juga ada rekomendasi dari dokter bahwa terdakwa memiliki penyakit asma dan diabet sehingga rawan terjangkit Covid-19,” jelasnya.
Seperti diketahui, terdakwa Titian Wilaras diadili dalam kasus dugaan tindak pidana perbankan dengan kerugian Rp 23,1 miliar. Dalam perkara ini diketahui terdakwa sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP) PT BPR Legian mengambil sejumlah uang milik nasabah dan digunakan untuk kepentingan pribadi. Salah satunya membeli sejumlah mobil mewah seharga miliaran. *rez
Kritikan ini salah satunya disampaikan Kepala ORI (Ombudsman Republik Indonesia) Perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhatab saat dihubungi Senin (1/6). Disebutkan, sebagai seorang yang pernah menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang) Mabes Polri, mestinya mendapat perhatian khusus saat menjalani proses hukum.
Meski terdakwa mengajukan pengalihan penahanan karena alasan kesehatan dan situasi Covid-19, hakim harus tetap menerapkan standar pengamanan terhadap terdakwa. “Misalnya terkait Covid-19, hakim bisa mengisolasi terdakwa dalam tempat khusus yang hanya bisa dikunjungi hakim,” jelas pria asal NTT ini.
Dikhawatirkan, dengan pengalihanan penahanan, terdakwa bisa membangun komunikasi dengan pihak-pihak terlibat sehingga bisa menyembunyikan dan mengaburkan barang bukti untuk persidangan. “Bisa saja pada suatu kesempatan melakukan upaya-upaya mengaburkan informasi atau barang bukti,” tegasnya.
Kritik tak kalah pedas juga disampaikan Ketua Yayasan Manikaya Kauci, Gunadjar. Menurutnya, hakim tidak perlu tergesa-gesa memberikan pengalihan penahanan pada terdakwa karena ini menyangkut rasa keadilan. Pasalnya, banyak terdakwa lain yang ditahan dengan kasus yang sama meski kerugian materilnya jauh lebih sedikit. “Memang ini (pengalihan penahanan, red) kewenangan hakim. Tapi kan lebih baik jika hakim memberikan perlakuan sama dengan terdakwa lainnya,” lanjutnya.
Terkait alasan kesehatan dan situasi Covid-19 sebagai alasan pengalihan penahanan, juga ditanggapinya. Gunandjar menyebut tempat penahanan baik di Lapas atau rutan sudah memiliki tim medis yang akan mengawasi kesehatan para tahanan. “Sulit mencegah orang berpikir yang tidak-tidak dengan pengalihan ini. Akan muncul kenapa terdakwa mendapat kemudahan dan keistimewaan. Padahal, di mata hukum setiap orang kan harus sama,” kritiknya.
Hal yang sama juga ditegaskan praktisi hukum dan pengacara senior, John Korasa. “Kami sangat kecewa dan menyayangkan penetapan pengalihan penahanan oleh hakim. Rekam jejak terdakwa yang pernah masuk DPO semestinya menjadi perhatian majelis,” tegasnya.
John menyebutkan melihat rekam jejak terdakwa, sudah terlihat jelas jika Titan Wilaras tidak kooperatif sejak penyidikan dilakukan OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Bahkan terdakwa sempat kabur dan masuk dalam DPO Mabes Polri.
Menanggapi kritik ini, Juru Bicara (Jubir) PN Denpasar, I Made Pasek mengatakan Ketua PN Denpasar sudah sempat memanggil majelis hakim yang menyidangkan perkara ini yang diketuai Angeliky Handajani Day. Diketahui, pengalihan penahanan ini murni alasan kemanusiaan karena terdakwa sakit dan kini dalam kondisi pandemi Covid-19.
Selain itu, terdakwa juga dijamin oleh anaknya dan jaminan uang Rp 100 juta yang sudah dititipkan ke panitera pengadilan. “Juga ada rekomendasi dari dokter bahwa terdakwa memiliki penyakit asma dan diabet sehingga rawan terjangkit Covid-19,” jelasnya.
Seperti diketahui, terdakwa Titian Wilaras diadili dalam kasus dugaan tindak pidana perbankan dengan kerugian Rp 23,1 miliar. Dalam perkara ini diketahui terdakwa sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP) PT BPR Legian mengambil sejumlah uang milik nasabah dan digunakan untuk kepentingan pribadi. Salah satunya membeli sejumlah mobil mewah seharga miliaran. *rez
Komentar