Sameton Pasek Gelar Guru Piduka
Larangan terhadap salah satu sulinggih muput di Pura Dasar Bhuwana, Desa Pakraman Gelgel, Kecamatan Klungkung akhirnya memicu warga Mahagotra Pasek Sanak Sapta Rsi (MGPSSR) mendak Ida Batara Mpu Gana dari Pura Dasar Bhuwana ke Pura Besakih dan menggelar upacara guru piduka pada Redite Wage Kuningan, Minggu (11/9).
Paparan senada juga disampaikan Ida Pandita Mpu Ananda Acarya, dari Griya Serongga, Gianyar. Menurut Ida Pandita, guru paduka digelar karena bisa jadi selama ini umat kurang melaksanakan srada bhakti kepada Ida Batara Mpu Gana. “Kita ini tengah menggelar gerakan damai, tanpa menyalahkan siapa-siapa. Harapan ke depan, ingin membangun komunikasi yang dialogis kepada semua umat sedharma,” katanya.
Sementara itu, Ketua PHDI Bali Prof Dr Drs I Gusti Ngurah Sudiana MSi menegaskan kedudukan sulinggih setara, tidak boleh ada diskriminasi. Itu tertuang dalam keputusan PHDI Tahun 1968 yang dikuatkan keputusan PHDI Tahun 2002. Di situ disebutkan status dan kedudukan sulinggih sama, tidak ada perbedaan. “Kecuali antara nabe dan sis-ya (guru dan murid). Siapa pun beliau, beliau adalah orang suci, beliau tidak lagi menjadi milik pribadi atau kelompok. Beliau milik masyarakat,” ujar Sudiana, Senin (12/9).
Soal sulinggih yang dilarang muput di Pura Dasar Bhuwana, menurut Sudiana, PHDI Bali sudah ke lapangan. Dari hasil pengecekan, memang tidak ada tempat sulinggih untuk muput yang layak di sekitarnya, kecuali di tempat ancak saji. “Di depan ancak saji memang luas, ada tempat muput, tapi agak bawahan sedikit,” ujar akademisi dari IHDN Denpasar ini. “Bagi kami di PHDI, perlu dibuatkan tempat muput untuk sulinggih secara khusus, hingga semuanya jalan. Apakah itu Ida Pedanda, Ida Pandita Mpu. Jadi, ini kendalanya. Jangan ngempli (mojok),” imbuhnya.
Menurut Sudiana, ada hal yang perlu dibicarakan khusus, supaya semua sulinggih bisa muput di tempat yang layak di Pura Dasar Bhuwana. “Pakai knockdown (rakitan) bisa. PHDI tidak menyimpulkan apa pun terkait masalah larangan muput sulinggih. Soal ini, kami masih berusaha memediasi antara pengempon dengan sameton Mahagotra Pasek. Kami hanya menyarankan ada tempat khusus buat sulinggih.”
Soal memindahkan Ida Batara secara niskala, kata Sudiana, PHDI juga berusaha meminta tidak ada pemindahan. “Tapi, pantauan kami sudah ada kegiatan nuntun, walaupun tidak langsung umat datang ke Pura Dasar Bhuwana. Kalau bisa, Ida Batara tetap di Pura Dasar Bhuwana. Jangan sampai kita pecah karena masalah sulinggih ini,” katanya.
Sebelumnya, Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyayangkan adanya pelarangan terhadap sulinggih muput di Bale Pawedan Pura Dasar Bhuwana, sehingga menjadi ramai di medsos. ”Pendapat saya, sulinggih sama kedudukannya, sejajar, dan setara. Begitu orang mendwijati dengan proses diksa yang benar, maka kedudukannya sama dan setara dengan yang lain. Tidak boleh didiskriminasi. Kalau kita diskriminasi, berarti kita tidak mengerti dengan ajaran agama Hindu itu sendiri,” ujar Gubernur Pastika saat acara simakrama di Wantilan Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Sabtu (3/9) lalu.
Pastika mengingatkan, kalau tidak boleh, semuanya pun harus tidak boleh, tdak ada yang dibolehkan, ada yang tidak. Pastika menegaskan masyarakat Indonesia hidup di dalam Negara Replublik, bukan kerajaan. “Kecuali semuanya tidak boleh. Jangan ada yang boleh dan tidak boleh. Itulah kemajuan dunia saat ini. Kita sudah jadi Replublik Indonesia. Tidak ada kerajaan,” tandas Pastika.
Pastika mengatakan pihaknya sudah meminta Bupati Klungkung Nyoman Suwirta supaya menyelesaikan persoalan tersebut dengan bijaksana. “Ini harus kita pahami. Mudah-mudahan, ini bisa diselesaikan dengan yang baik. Saya sudah minta Bupati Klungkung supaya menyelesaikan dengan bijaksana. Jangan sampai orang Bali dan umat Hindu yang sedikit dan sudah kecil, pecah-pecah karena kesombongan satu orang,” tegas alumnus Akademi Kepolisian 1974 ini. * k16,nat
Sementara itu, Ketua PHDI Bali Prof Dr Drs I Gusti Ngurah Sudiana MSi menegaskan kedudukan sulinggih setara, tidak boleh ada diskriminasi. Itu tertuang dalam keputusan PHDI Tahun 1968 yang dikuatkan keputusan PHDI Tahun 2002. Di situ disebutkan status dan kedudukan sulinggih sama, tidak ada perbedaan. “Kecuali antara nabe dan sis-ya (guru dan murid). Siapa pun beliau, beliau adalah orang suci, beliau tidak lagi menjadi milik pribadi atau kelompok. Beliau milik masyarakat,” ujar Sudiana, Senin (12/9).
Soal sulinggih yang dilarang muput di Pura Dasar Bhuwana, menurut Sudiana, PHDI Bali sudah ke lapangan. Dari hasil pengecekan, memang tidak ada tempat sulinggih untuk muput yang layak di sekitarnya, kecuali di tempat ancak saji. “Di depan ancak saji memang luas, ada tempat muput, tapi agak bawahan sedikit,” ujar akademisi dari IHDN Denpasar ini. “Bagi kami di PHDI, perlu dibuatkan tempat muput untuk sulinggih secara khusus, hingga semuanya jalan. Apakah itu Ida Pedanda, Ida Pandita Mpu. Jadi, ini kendalanya. Jangan ngempli (mojok),” imbuhnya.
Menurut Sudiana, ada hal yang perlu dibicarakan khusus, supaya semua sulinggih bisa muput di tempat yang layak di Pura Dasar Bhuwana. “Pakai knockdown (rakitan) bisa. PHDI tidak menyimpulkan apa pun terkait masalah larangan muput sulinggih. Soal ini, kami masih berusaha memediasi antara pengempon dengan sameton Mahagotra Pasek. Kami hanya menyarankan ada tempat khusus buat sulinggih.”
Soal memindahkan Ida Batara secara niskala, kata Sudiana, PHDI juga berusaha meminta tidak ada pemindahan. “Tapi, pantauan kami sudah ada kegiatan nuntun, walaupun tidak langsung umat datang ke Pura Dasar Bhuwana. Kalau bisa, Ida Batara tetap di Pura Dasar Bhuwana. Jangan sampai kita pecah karena masalah sulinggih ini,” katanya.
Sebelumnya, Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyayangkan adanya pelarangan terhadap sulinggih muput di Bale Pawedan Pura Dasar Bhuwana, sehingga menjadi ramai di medsos. ”Pendapat saya, sulinggih sama kedudukannya, sejajar, dan setara. Begitu orang mendwijati dengan proses diksa yang benar, maka kedudukannya sama dan setara dengan yang lain. Tidak boleh didiskriminasi. Kalau kita diskriminasi, berarti kita tidak mengerti dengan ajaran agama Hindu itu sendiri,” ujar Gubernur Pastika saat acara simakrama di Wantilan Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Sabtu (3/9) lalu.
Pastika mengingatkan, kalau tidak boleh, semuanya pun harus tidak boleh, tdak ada yang dibolehkan, ada yang tidak. Pastika menegaskan masyarakat Indonesia hidup di dalam Negara Replublik, bukan kerajaan. “Kecuali semuanya tidak boleh. Jangan ada yang boleh dan tidak boleh. Itulah kemajuan dunia saat ini. Kita sudah jadi Replublik Indonesia. Tidak ada kerajaan,” tandas Pastika.
Pastika mengatakan pihaknya sudah meminta Bupati Klungkung Nyoman Suwirta supaya menyelesaikan persoalan tersebut dengan bijaksana. “Ini harus kita pahami. Mudah-mudahan, ini bisa diselesaikan dengan yang baik. Saya sudah minta Bupati Klungkung supaya menyelesaikan dengan bijaksana. Jangan sampai orang Bali dan umat Hindu yang sedikit dan sudah kecil, pecah-pecah karena kesombongan satu orang,” tegas alumnus Akademi Kepolisian 1974 ini. * k16,nat
1
2
Komentar