Dokter Made Ady Wirawan: Bali Jangan Terburu New Normal
Grafik transmisi lokal di Bali masih melebar. Hal ini membuat karakteristik new normal terkait terkontrolnya jumlah transmisi masih belum memadai.
DENPASAR, NusaBali
Pemerintah kini telah mencanangkan situasi new normal atau normal yang baru. Dalam situasi normal yang baru, beberapa pembatasan yang dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19 akan dilonggarkan. Namun di satu sisi, pembawaan situasi new normal ini akan berisiko membuat pandemi menjadi lebih lama. Lalu sebenarnya bagaimana agar new normal bisa berjalan?
Hal ini dibahas dalam siaran langsung Instagram Dr I Made Ady Wirawan MPH PhD yang merupakan dokter di bidang kesehatan masyarakat bersama Bale Bengong pada Selasa (6/2) malam yang mengulas tentang penerapan new normal dan situasi herd immunity. Herd Immunity sendiri merupakan situasi dimana masyarakat seolah berdamai dan hidup berdampingan dengan Covid-19 sehingga lama-kelamaan tubuh manusia akan membentuk antibodi tersendiri terhadap virus tersebut.
Dr Ady menyebutkan, ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan sebelum menerapkan new normal. Beberapa di antaranya yaitu, transmisi virus yang terkontrol, sistem kesehatan yang memadai, kecilnya kemungkinan outbreak di tempat-tempat tertentu seperti layanan kesehatan, dan upaya pencegahan yang menginstitusi di masing-masing tempat kerja. “Kemudian risiko impor itu bisa dikontrol. Yang terakhir, komunitas sudah siap, sudah teredukasi dengan baik untuk menghadapi norma yang baru,” ujar Dr Ady.
Di Bali sendiri, menurut Dr Ady, perlu untuk tidak tergesa-gesa untuk penerapan new normal ini. Hal ini dilihat dari grafik transmisi lokal yang masih melebar. Hal ini membuat karakteristik new normal yang telah disampaikan mengenai terkontrolnya jumlah transmisi masih belum memadai.
Di samping itu, kini terdapat juga istilah herd immunity. Namun, terdapat banyak konsepsi yang salah tentang herd immunity. Konsepsi yang terdapat di masyarakat adalah bahwa seolah herd immunity membiarkan masyarakat berbaur dengan Covid-19 sehingga dicap berbahaya. Padahal, herd immunity merupakan sistem kekebalan yang didapat dengan vaksinasi.
“Herd itu kan kawanan pada hewan, kingdom kita kan animalia, kita juga herd. Maksudnya kalau sebagian besar dari anggota populasi tersebut immune atau kebal, maka kita akan terlindungi. Selama ini itu kan dilakukan untuk program-program penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi rutin pada anak-anak,” papar Dr Ady.
Adapun target untuk kekebalan kelompok atau herd immunity ini terjadi jika mencapai angka 90% di nasional. “itu yang dipakai target biasanya imunisasi campak. Karena campak itu angka reproduksinya sangat tinggi, yaitu 15. Jadi satu penderita campak menularkan ke 15 orang,” lanjutnya.
Meski merupakan sebuah cara yang bagus, namun terdapat negara yang telah gagal menerapkan herd immunity, yaitu Swedia. Diungkapkan oleh Dr Ady, beberapa hal menjadi faktor gagalnya Swedia dalam menjalankan herd immunity. Beberapa faktor di antaranya yaitu kebijakan Swedia yang sedari awal memang menentang sistem lockdown, yaitu juga sebagian besar penduduk Swedia yang berusia lanjut.*cr74
Komentar