Proses Pilkada Dinilai Kurang Berkualitas
Jika Dipaksakan Digelar di Tengah Pandemi Covid-19
AA Gde Agung menegaskan pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020 tidak tepat digelar, karena suasana kejiwaan masyarakat di tengah Pandemi.
DENPASAR, NusaBali
Pilkada serentak 9 Desember 2020 yang akan digelar di tengah Pandemi Covid-19 dinilai tidak tepat. Proses demokrasi di tengah masyarakat menghadapi Pandemi Covid-19 sebaiknya ditunda sampai tahun 2021.
Anggota DPD RI Dapil Bali, Anak Agung Gde Agung, di Denpasar, Minggu (7/6) mengatakan dirinya selaku wakil rakyat di daerah memandang rencana Pilkada serentak 9 Desember 2020 agar dikaji ulang. Kalau dipaksakan akan menghasilkan proses yang kurang berkualitas. Pemimpinnya pun lahir dari proses yang kurang berkualitas.
"Pilkada serentak 9 Desember 2020 ini kurang tepat. Sebaiknya diundur sampai tahun 2021 saja," ujar Bupati Badung periode 2005-2010 dan 2010-2015 ini. Ditegaskan Gde Agung, pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020 tidak tepat digelar karena suasana kejiwaan masyarakat di tengah Pandemi Covid-19.
"Melaksanakan pesta demokrasi dalam kondisi mencekam berhadapan dengan Pandemi Covid-19, suasana kejiwaan ini kurang pas kalau dilaksanakan pesta demokrasi yang namanya Pilkada. Saya tidak berbicara bagaimana di Bali saja. Tapi kami di DPD menyuarakan aspirasi rakyat di daerah dan ini untuk seluruh Indonesia kami pandang Pilkada ditunda dulu sampai situasi pulih," tegas Panglingsir Puri Ageng Mengwi, Kabupaten Badung ini.
Menurut Agung Gde Agung, selain masih situasi Pandemi Covid-19, pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020 sudah harus dilaksanakan tahapannya pada Juni 2020. "Dalam tahapan Pilkada Juni 2020 pasti ada interaksi penyelenggara di bawah. Dengan KPU, dengan KPPS, dengan Bawaslu. Pandemi Covid-19 ini bisa menyebar luas kalau sampai warga masyarakat terpapar. Karena dari sisi protokol kesehatan dilanggar," ujar Agung Gde Agung.
Belum lagi Pilkada serentak 9 Desember 2020 memerlukan dana yang tidak sedikit. Sementara daerah juga sedang menghadapi penanganan pandemi Covid-19 yang memerlukan anggaran maksimal. "Sekarang saja KPU RI minta tambahan Rp 500 miliar. Saya rasa kebutuhan anggaran ini juga menjadi masalah besar. Maka bagi kita sebaiknya semuanya fokus dulu tangani Pandemi Covid-19, ketimbang memikirkan pesta demokrasi," ujar Agung Gde Agung.
Ketika ditanya kalau Pilkada mundur sampai 2021 akan terjadi kevakuman kepemimpinan di daerah, menurut Agung Gde Agung bisa diserahkan kepada pelaksana tugas atau pejabat dengan mekanisme yang sudah diatur. "Ada Plt, ada penjabat. Sekarang pejabatnya itu terpenting mampu dan bisa memimpin dalam situasi Pandemi Covid-19. Nggak masalah kalau harus Plt dan penjabat ditunjuk," ujar Agung Gde Agung.
Sementara Gubernur Bali, Wayan Koster, secara terpisah diminta komentar soal adanya penolakan Pilkada pada 9 Desember 2020 menyerahkan sepenuhnya kepada pusat. "Kalau masalah Pilkada maju atau diundur itu kewenangan Mendagri. Kami mengikuti keputusan Mendagri saja," ujar Gubernur Koster ditemui NusaBali di sela-sela penyerahan bantuan sosial tunai sekolah swasta di Gedung Wiswasabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Niti Mandala Denpasar, Kamis (4/6) lalu. *nat
Anggota DPD RI Dapil Bali, Anak Agung Gde Agung, di Denpasar, Minggu (7/6) mengatakan dirinya selaku wakil rakyat di daerah memandang rencana Pilkada serentak 9 Desember 2020 agar dikaji ulang. Kalau dipaksakan akan menghasilkan proses yang kurang berkualitas. Pemimpinnya pun lahir dari proses yang kurang berkualitas.
"Pilkada serentak 9 Desember 2020 ini kurang tepat. Sebaiknya diundur sampai tahun 2021 saja," ujar Bupati Badung periode 2005-2010 dan 2010-2015 ini. Ditegaskan Gde Agung, pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020 tidak tepat digelar karena suasana kejiwaan masyarakat di tengah Pandemi Covid-19.
"Melaksanakan pesta demokrasi dalam kondisi mencekam berhadapan dengan Pandemi Covid-19, suasana kejiwaan ini kurang pas kalau dilaksanakan pesta demokrasi yang namanya Pilkada. Saya tidak berbicara bagaimana di Bali saja. Tapi kami di DPD menyuarakan aspirasi rakyat di daerah dan ini untuk seluruh Indonesia kami pandang Pilkada ditunda dulu sampai situasi pulih," tegas Panglingsir Puri Ageng Mengwi, Kabupaten Badung ini.
Menurut Agung Gde Agung, selain masih situasi Pandemi Covid-19, pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020 sudah harus dilaksanakan tahapannya pada Juni 2020. "Dalam tahapan Pilkada Juni 2020 pasti ada interaksi penyelenggara di bawah. Dengan KPU, dengan KPPS, dengan Bawaslu. Pandemi Covid-19 ini bisa menyebar luas kalau sampai warga masyarakat terpapar. Karena dari sisi protokol kesehatan dilanggar," ujar Agung Gde Agung.
Belum lagi Pilkada serentak 9 Desember 2020 memerlukan dana yang tidak sedikit. Sementara daerah juga sedang menghadapi penanganan pandemi Covid-19 yang memerlukan anggaran maksimal. "Sekarang saja KPU RI minta tambahan Rp 500 miliar. Saya rasa kebutuhan anggaran ini juga menjadi masalah besar. Maka bagi kita sebaiknya semuanya fokus dulu tangani Pandemi Covid-19, ketimbang memikirkan pesta demokrasi," ujar Agung Gde Agung.
Ketika ditanya kalau Pilkada mundur sampai 2021 akan terjadi kevakuman kepemimpinan di daerah, menurut Agung Gde Agung bisa diserahkan kepada pelaksana tugas atau pejabat dengan mekanisme yang sudah diatur. "Ada Plt, ada penjabat. Sekarang pejabatnya itu terpenting mampu dan bisa memimpin dalam situasi Pandemi Covid-19. Nggak masalah kalau harus Plt dan penjabat ditunjuk," ujar Agung Gde Agung.
Sementara Gubernur Bali, Wayan Koster, secara terpisah diminta komentar soal adanya penolakan Pilkada pada 9 Desember 2020 menyerahkan sepenuhnya kepada pusat. "Kalau masalah Pilkada maju atau diundur itu kewenangan Mendagri. Kami mengikuti keputusan Mendagri saja," ujar Gubernur Koster ditemui NusaBali di sela-sela penyerahan bantuan sosial tunai sekolah swasta di Gedung Wiswasabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Niti Mandala Denpasar, Kamis (4/6) lalu. *nat
1
Komentar