Sambut New Normal, IDI Buleleng Sampaikan Warning
Swab test di Buleleng sudah mendekati arahan WHO yang mensyaratkan 1juta penduduk dilakukan minimal 1.0000 pemeriksaan PCR.
SINGARAJA, NusaBali
Wakil Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Buleleng, dr Putu Arya Nugraha menegaskan, seluruh pihak harus mempersiapkan diri untuk menyambut fase new normal atau kenormalan baru dalam kehidupan di tengah pandemi Covid-19. "New normal harus dipersiapkan dengan maksimal oleh pemerintah, masyarakat, dan pihak medis atau RS," ujarnya dalam diskusi daring bertajuk 'Covid-19: Kita Lawan Wabahnya, Berdamai dengan Virusnya' yang digelar IDI Buleleng, Sabtu (13/6).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya telah memprediksi bahwa pandemi Covid-19 akan berlangsung lama. Oleh karena itu, ia mengatakan, seluruh aspek kehidupan umat manusia harus dapat beradaptasi dan mempersiapkan diri dengan kenormalan baru tersebut. "RS harus bersiap kemungkinan terjadinya lonjakan kasus saat new normal. Pemerintah harus menerapkan dengan ketat protokol kesehatan. Masyarakat harus menaatinya," paparnya.
Namun, ia mengingatkan penerapan new normal tidak bisa sembarangan. WHO sudah menetapkan beberapa kriteria untuk menerapkan new normal. "New normal diterapkan ketika tingkat penularan atau transmisi lokal di wilayah tersebut sudah sangat rendah. Kalau tidak justru akan ada lonjakan peningkatan kasus. Logisnya karena ketika fase itu manusia akan mulai saling bertemu," paparnya.
WHO juga menyebutkan syarat melakukan new normal, pada 1 juta penduduk harus dilakukan setidaknya 1.000 pemeriksaan PCR atau 1 orang per 1.000 penduduk. "Buleleng berpenduduk sekitar 850 ribu, swab test sudah dilakukan kepada sekitar 600 hingga 700 orang. Itu sudah mendekati yang ditentukan WHO. Tinggal dihitung jika dalam dua minggu penularannya kurang dari 5 persen bisa menerapkan new normal," tutur dokter yang juga menjadi Ketua Gugus Tugas Covid-19 IDI Buleleng ini.
Nugraha menilai dua rumah sakit rujukan pasien Covid-19 di Buleleng, RSUD Buleleng dan RS Pratama Giri Emas sudah cukup memadai jika new normal diterapkan. "Menurut saya sebagai anggota tim, kedua RS sudah cukup memadai dan representatif. Namun bisa dioptimalisasi lagi misal dengan menyediakan dua ruang perawatan yanh berbeda untuk pasien dengan hasil swab positif atau yang terkonfirmasi dengan yang hasil rapid test-nya reaktif," imbuhnya.
Ia menambahkan, new normal bisa mulai diterapkan di tempat yang potensi ekonomi besar risiko penuran kecil dulu. "Seperti atau perkantoran, dengan catatan menerapkan protokol kesehatan yang ketat termasuk menyediakan ruangan khusus untuk menampung yang bergejala. Sedangkan di tempat yang memiliki risiko besar seperti sekolah itu bisa paling belakang," katanya.
Di sisi lain semua kelompok umur harus menjalani orientasi new normal dengan panduan yang disusun pemerintah bersama pihak medis. Menurutnya hal ini penting khususnya bagi anak-anak dan orangtua yang memiliki kerentanan lebih tinggi. "Karena itu harus orangtua harus dipersiapkan lebih dalam hal nutrisi, vitamin, dan pemantauan. Menurut saya, setiap Puskesmas di wilayah juga harus memiliki data lansia dan melakukan memonitoring lebih intensif. Intinya seperti itu, nanti pengejewantahannya bisa dilakukan pihak-pihak terkait," pungkasnya.*cr75
Wakil Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Buleleng, dr Putu Arya Nugraha menegaskan, seluruh pihak harus mempersiapkan diri untuk menyambut fase new normal atau kenormalan baru dalam kehidupan di tengah pandemi Covid-19. "New normal harus dipersiapkan dengan maksimal oleh pemerintah, masyarakat, dan pihak medis atau RS," ujarnya dalam diskusi daring bertajuk 'Covid-19: Kita Lawan Wabahnya, Berdamai dengan Virusnya' yang digelar IDI Buleleng, Sabtu (13/6).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya telah memprediksi bahwa pandemi Covid-19 akan berlangsung lama. Oleh karena itu, ia mengatakan, seluruh aspek kehidupan umat manusia harus dapat beradaptasi dan mempersiapkan diri dengan kenormalan baru tersebut. "RS harus bersiap kemungkinan terjadinya lonjakan kasus saat new normal. Pemerintah harus menerapkan dengan ketat protokol kesehatan. Masyarakat harus menaatinya," paparnya.
Namun, ia mengingatkan penerapan new normal tidak bisa sembarangan. WHO sudah menetapkan beberapa kriteria untuk menerapkan new normal. "New normal diterapkan ketika tingkat penularan atau transmisi lokal di wilayah tersebut sudah sangat rendah. Kalau tidak justru akan ada lonjakan peningkatan kasus. Logisnya karena ketika fase itu manusia akan mulai saling bertemu," paparnya.
WHO juga menyebutkan syarat melakukan new normal, pada 1 juta penduduk harus dilakukan setidaknya 1.000 pemeriksaan PCR atau 1 orang per 1.000 penduduk. "Buleleng berpenduduk sekitar 850 ribu, swab test sudah dilakukan kepada sekitar 600 hingga 700 orang. Itu sudah mendekati yang ditentukan WHO. Tinggal dihitung jika dalam dua minggu penularannya kurang dari 5 persen bisa menerapkan new normal," tutur dokter yang juga menjadi Ketua Gugus Tugas Covid-19 IDI Buleleng ini.
Nugraha menilai dua rumah sakit rujukan pasien Covid-19 di Buleleng, RSUD Buleleng dan RS Pratama Giri Emas sudah cukup memadai jika new normal diterapkan. "Menurut saya sebagai anggota tim, kedua RS sudah cukup memadai dan representatif. Namun bisa dioptimalisasi lagi misal dengan menyediakan dua ruang perawatan yanh berbeda untuk pasien dengan hasil swab positif atau yang terkonfirmasi dengan yang hasil rapid test-nya reaktif," imbuhnya.
Ia menambahkan, new normal bisa mulai diterapkan di tempat yang potensi ekonomi besar risiko penuran kecil dulu. "Seperti atau perkantoran, dengan catatan menerapkan protokol kesehatan yang ketat termasuk menyediakan ruangan khusus untuk menampung yang bergejala. Sedangkan di tempat yang memiliki risiko besar seperti sekolah itu bisa paling belakang," katanya.
Di sisi lain semua kelompok umur harus menjalani orientasi new normal dengan panduan yang disusun pemerintah bersama pihak medis. Menurutnya hal ini penting khususnya bagi anak-anak dan orangtua yang memiliki kerentanan lebih tinggi. "Karena itu harus orangtua harus dipersiapkan lebih dalam hal nutrisi, vitamin, dan pemantauan. Menurut saya, setiap Puskesmas di wilayah juga harus memiliki data lansia dan melakukan memonitoring lebih intensif. Intinya seperti itu, nanti pengejewantahannya bisa dilakukan pihak-pihak terkait," pungkasnya.*cr75
1
Komentar