Curhat Relawan Kemanusiaan, Temui Kisah-Kisah Mengharukan dari Penerima Bantuan
DENPASAR, NusaBali
Semenjak pandemi Covid-19, banyak dari masyarakat kehilangan pekerjaan hingga kesulitan memenuhi kebutuhan ekonomi, bahkan untuk makan sekalipun.
Sejak itu pula, banyak organisasi atau komunitas yang bergerak untuk melakukan aksi kemanusiaan, seperti membagikan sembako hingga paket makanan.
Seperti yang dialami oleh Bernadeta Mela, pegiat di komunitas Tim Anti Lapar Denpasar yang secara rutin tiap sore membagikan paket makanan bagi yang membutuhkan. Dalam wawancaranya bersama NusaBali pada Senin (15/6), dan siaran langsung di Instagram pada Selasa (16/6), dirinya membagikan beberapa pengalaman yang dirinya temui selama menjalani aksi sosial ini bersama teman-temannya di komunitas.
Dimulai dari pengalaman mendata para calon penerima bantuan untuk menganalisa apa yang menjadi kebutuhan calon penerima tersebut. Awalnya, Bernadeta dan teman-temannya di Tim Anti Lapar tak memberi bantuan sembako karena beberapa dari calon penerima tidak memiliki kompor atau pun gas yang digunakan untuk memasak, sehingga bantuan yang diberikan hanya berupa paket makanan jadi saja.
“Awalnya memang nasi siap saji karena kami pikir yang punya kompor kan sedikit, mau punya kompor tapi gasnya tidak ada, tidak bisa beli gas. Tapi lama-lama ada donatur masuk, banyak donasi juga yang berupa sembako, kita bantu untuk mendistribusikan itu,” ujarnya.
Setelahnya, dari data temuan Bernadeta dan teman-temannya, beberapa calon penerima yang memungkinkan untuk memasak maka diberi sembako. Namun tetap, banyak dari para penerima yang hanya bergantung dari paket makanan siap saji yang disediakan dari Tim Anti Lapar, sekali dalam sehari.
Namun demikian, jumlah penerima reguler tersebut kini cukup berkurang dibandingkan saat pandemi baru merebak. Berkurangnya jumlah penerima bantuan ini yaitu dari beberapa warga perantau yang kini sudah pulang ke kampung halamannya masing-masing.
Ada juga kisah mengharukan yang membuat para relawan banyak belajar. Kisah-kisah ini datang dari cerita para calon penerima saat Tim Anti Lapar melakukan pendataan untuk memastikan bahwa calon penerima bantuan adalah orang-orang yang sangat membutuhkannya. Salah satunya, cerita seorang ibu yang kini menerima uluran tangan dari Tim Anti Lapar, yang sebelumnya terpaksa bekerja di Bali sebagai pengangkut keramik di salah satu toko keramik karena sang suami tidak mau menafkahi.
Seiring waktu, sang ibu beralih profesi menjadi pembersih buah dengan penghasilan minim, dan kembali beralih profesi menjadi tukang masak untuk beberapa pekerja bangunan dengan penghasilan yang jauh lebih sedikit, hingga akhirnya tidak memiliki pekerjaan saat PKM di Denpasar dimulai dan para pekerja dipulangkan.
Ada juga, kisah penerima bantuan yang kini sudah belajar untuk mandiri, yakni datang dari seorang remaja SMA yang kurang mampu, mulai dari tidak bisa membayar uang sekolah, hingga dirinya beserta keluarga yang harus diusir dari rumah kos karena tak mampu membayar. Akhirnya dengan membagikan kisah tersebut di media sosial, banyak bantuan yang berdatangan, dan para relawan juga turut memberikan ide untuk membuat usaha sendiri. “Kita bikin usaha, nanti kita bikin platformnya. Dan kini sudah bisa sendiri,” lanjut Bernadeta Mela.*cr74
1
Komentar