Anggota DPRD Bali Minta Usaha Kecil Ditoleransi
Kebijakan Stop Rapid Test Gratis Sopir Angkutan Logistik
DENPASAR, NusaBali
DPRD Bali meminta evaluasi penghentian rapid test gratis bagi sopir angkutan logistik di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi dan Pelabuhan Padangbai, Kabupaten Karangasem.
Wakil Ketua DPRD Bali, Nyoman Sugawa Korry, di Denpasar, Sabtu (20/6) siang mengatakan rapid test gratis sebaiknya dipilah-pilah. Untuk angkutan logistik kategori usaha kecil harusnya masih ditoleransi. Menurut Sugawa Korry, usaha angkutan logistik yang tergolong usaha menengah dan usaha besar boleh saja dihentikan atau tidak dilayani rapid test gratis. "Saya setuju kalau rapid test gratis untuk usaha menengah dan usaha besar dihentikan layanan rapid testnya. Karena mereka harusnya bisa membiayai sopir mereka secara mandiri," ujar Ketua DPD I Golkar Bali ini.
Namun demikian kebijakan Pemprov Bali dalam hal ini GTPP (Gugus Tugas Percepatan Penanganan) Covid-19 Provinsi Bali tidak hantam kromo memberlakukan merata. Sebab usaha kecil tetap harus diberikan toleransi. "Yang usaha kecil harusnya tetap dibantu, jangan dipukul rata dong. Karena usaha kecil ini juga terdampak Covid-19," kata politisi asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng ini.
Bagaimana cara membedakan sopir angkutan logistik yang kategori usaha kecil, menengah dan usaha besar? "Ya itu bisa dibedakan dari izin usaha mereka. Kan ada asosiasinya. Jenis usaha logistik mereka. Semuanya bisa dikontrol melalui izin usaha yang diterbitkan pemerintah. Kalau mereka ‘raksasa’ jangan digratiskan. Karena saya rasa mereka bisa membiayai mandiri rapid test. Yang kecil usahanya harus dibantu," tegas alumni Fakultas Ekonomi Universitas Udayana (FE Unud) yang juga pakar Koperasi di Bali ini.
Menurut Sugawa Korry, dalam situasi saat ini tidak tepat ketegasan aturan itu hantam kromo. "Dalam situasi dampak Pandemi Covid-19 ini pemerintah harus konsisten membantu dan melindungi usaha kecil. Saya bukan tidak mendukung kebijakan Gubernur Bali menghentikan rapid test ini. Cuman harus ada pengecualian, perlu dievaluasi," tegas Sugawa Korry.
Terpisah Ketua Komisi III DPRD Bali, I Gusti Ayu Diah Werdhi Srikandi Wedastraputri Suyasa, dari Fraksi PDIP mendukung kebijakan penghentian rapid test di pintu masuk Bali. Alasannya pemerintah sudah sangat lama melayani gratis dengan anggaran pemerintah untuk rapid test para sopir. "Masak mau bisnis dan cari untung saja di Bali. Harusnya biaya rapid test perusahaan logistik itu dibiayai pengusahanya. Pemerintah selama ini sudah sangat baik hati membiayai rapid test gratis," tegas politisi asal Dapil Jembrana ini.
Menurut Diah Werdhi, Komisi III DPRD Bali membidangi perhubungan sudah beberapa kali melakukan sidak di pintu masuk Pelabuhan Gilimanuk dan Pelabuhan Padangbai. Untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 memang setiap orang yang masuk Bali dideteksi dengan rapid test. "Rapid test kan tujuannya mencegah penyebaran Covid-19. Apalagi di Bali transmisi lokal meningkat terus, jadi harus ada kepedulian semua pihak," ujar Diah Werdhi.
Sementara Sekretaris GTPP Bali yang juga Ketua BPBD Bali, I Made Rentin, dikonfirmasi terpisah, Sabtu kemarin mengatakan untuk toleransi usaha kecil sebenarnya sudah diberlakukan pemerintah kabupaten di Jembrana dan Kabupaten Tabanan.
"Artinya sopir logistik dengan usaha kecil dikecualikan. Misalnya ada krama lokal dari Tabanan ambil barang di Jawa mengirim untuk dijual di Bali itu per hari ini (kemarin, red) diberikan toleransi dilayani rapid test. Sudah diberlakukan hari ini. Kami dapat laporan itu dari teman di Tabanan," ujar Rentin.
Sementara untuk masalah sopir logistik perusahaan raksasa memang tidak ditoleransi. Ditambahkan Rentin, kasus mogok di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi saat ini sudah teratasi dengan cara Satpol PP Provinsi, GTPP Bali di Pos Ketapang memberikan pemahaman. "Kami pantau para sopir sudah tidak mogok lagi. Terungkap bahwa rata-rata 70 persen mereka para sopir sudah punya surat rapid test mandiri. Hanya kemarin mereka mogok karena rasa simpati dengan kawan mereka saja," ujar Birokrat asal Desa Werdhi Buana, Kecamatan Mengwi, Badung ini.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Provinsi Bali, Ketut Suarjaya, angkat bicara memberikan penjelasan terkait biaya rapid test miliaran rupiah per hari. Menurut Suarjaya, jumlah biaya yang disampaikan Gubernur tersebut merupakan jumlah kumulatif dari biaya rapid test yang dilakukan baik di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Pelabuhan Gilimanuk maupun Pelabuhan Padangbai serta pelaksanaan rapid test di beberapa wilayah akibat terjadinya transmisi lokal. Selain itu, biaya tersebut juga termasuk pelaksanaan swab test dengan metode PCR yang dilaksanakan setiap 2 (dua) hari sekali bagi pasien Covid-19 yang sedang dirawat di berbagai rumah sakit rujukan dan tempat karantina yang disiapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali.
"Jadi Pemprov Bali mengeluarkan anggaran milliaran rupiah setiap harinya bukan hanya untuk biaya rapid test di Pelabuhan Gilimanuk saja, akan tetapi penanganan Covid-19 secara menyeluruh," ungkap Suarjaya, Sabtu malam seraya menegaskan memang di Pelabuhan Gilimanuk frekuensinya sangat tinggi, paling sedikit 1.000 orang per harinya bahkan bisa sampai 2.000 orang harus dirapid test, khususnya untuk awak kendaraan logistik yang menuju Bali. Belum lagi, lanjut Suarjaya, petugas secara rutin melaksanakan test di tempat atau desa yang menjadi kluster baru penyebaran Covid-19.
Sedangkan Sekda Provinsi Bali, Dewa Made Indra, Sabtu kemarin kembali meninjau langsung perkembangan terbaru terkait penanganan dan pengamanan arus masuk Bali melalui pintu masuk Pelabuhan Gilimanuk, Kabupaten Jembrana. “Ini untuk melihat langsung bagaimana situasi terkini di Pelabuhan Gilimanuk setelah Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Bali melakukan update kebijakan khususnya mengenai pelayanan rapid test,” jelas Ketua Harian Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Bali ini di sela kunjungannya.
Sekda menjelaskan setelah sebelumnya Gugus Tugas mengambil kebijakan untuk menyediakan layanan rapid test khususnya dalam masa arus balik lebaran, kini para pelintas daerah wajib melakukan rapid test secara mandiri. Untuk setelahnya diperbolehkan masuk Bali apabila mampu menunjukkan surat keterangan rapid test non-reaktif. *nat
1
Komentar