Derita Sopir Logistik: Diupah Rp 120.000, Rapid Test Bayar Rp 350.000
Mereka meminta Pemkab Buleleng mengeluarkan kebijakan memfasilitasi rapid test gratis khusus untuk awak angkutan logistik dari Buleleng, seperti yang diterapkan di Jembrana.
SINGARAJA, NusaBali
Puluhan sopir kendaraan logistik Jawa - Bali di Buleleng terpaksa mendatangi kantor DPRD Buleleng, Kota Singaraja, Senin (22/6) pagi. Mereka menyampaikan keberatan melakukan rapid test mandiri lantaran biaya yang mesti dikeluarkan dirasa sangat mahal dan tak sebanding dengan penghasilan yang diterima. "Sebagai sopir penghasilan kami rendah, kami sangat keberatan dengan biaya rapid test," ujar perwakilan sopir, Kadek Bagiarta.
Bagiarta dan sejumlah rekan yang datang mengaku mesti merogoh kantong pribadi untuk membayar biaya rapid test. Untuk satu kali rapid test di Puskesmas atau pelabuhan, tiap sopir harus mengeluarkan biaya Rp 280.000 hingga Rp 350.000. Diakui sopir logistik Puspasari ini, tarif tersebut memberatkan bagi para sopir yang mendapat penghasilan sekitar Rp 120.000 untuk sekali mengantar barang ke Pulau Jawa.
Ditambah lagi surat keterangan bebas Covid-19 berdasarkan hasil rapid test non-reaktif masa berlakunya hanya tujuh hari. Sedangkan untuk perjalanan pulang-pergi mengantar barang bisa memakan waktu hingga satu minggu lebih. "Kalau kami jalan ke Surabaya bisa menginap 3 hari, perjalanannya bisa lebih dari 7 hari. Kami mesti dua kali bayar rapid test. Tidak bisa beli beras kami," tegas Bagiarta.
Mereka meminta Pemerintah Kabupaten Buleleng mengeluarkan kebijakan memfasilitasi rapid test gratis khusus untuk awak angkutan logistik dari Buleleng seperti yang diterapkan di Jembrana. "Terus terang kami keberatan dengan rapid test mandiri. Kalau bisa disamakan dengan di Jembrana, hanya perlu membayar administrasi Rp 15.000 saja. Di Jembrana bisa, apa bedanya dengan di Buleleng," singgungnya.
Jika tak kunjung menemukan titik temu pihaknya menegaskan akan mengerahkan massa sopir yang lebih banyak lagi. "Kalau belum ada titik temu mungkin saya akan kerahkan massa lebih banyak. Ini kami menghormati petugas yang sudah datang ke kargo meminta agar yang datang hanya perwakilan saja. Sopir yang berkumpul di kargo ada 50-an. Mulai dari sopir angkutan, sopir truk, dan sopir barang," tutupnya.
Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna yang menerima langsung kedatangan para sopir ini mengatakan, keluhan para sopir ini akan segera diteruskan ke Pemrpov Bali, Bupati Buleleng, dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. "Tadi sudah saya jelaskan bahwa DPRD sangat menerima aspirasi masyarakat dan memahami kesulitan mereka. Aspirasi ini akan kami sampaikan ke Pak Bupati, Pak Gubernur, dan Gugus Tugas Covid-19 untuk bagaimana menyikapinya," ujarnya.
"Mudah-mudahan ada kebijakan yang bisa diterima semua pihak baik para sopir maupun pemerintah daerah. Mengingat kita harus menjaga keselamatan warga Buleleng dengan rapid test terhadap warga yang melakukan perjalanan ke Buleleng dari luar Pulau," imbuh politisi PDIP asal Desa Tejakula ini.
Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan kebijakan sopir kendaraan logistik harus mengantongi rapid test dengan hasil non-reaktif sebelum menyeberang ke Bali. Sejak awal Maret, sopir kendaraan logistik yang menyeberang ke Bali wajib melakukan rapid test gratis di Pelabuhan Gilimanuk Bali. Namun mulai, Kamis (18/6) lalu, Pemprov Bali meniadakan rapid test gratis tersebut dan para sopir harus melakukan rapid test secara mandiri.*cr75
Puluhan sopir kendaraan logistik Jawa - Bali di Buleleng terpaksa mendatangi kantor DPRD Buleleng, Kota Singaraja, Senin (22/6) pagi. Mereka menyampaikan keberatan melakukan rapid test mandiri lantaran biaya yang mesti dikeluarkan dirasa sangat mahal dan tak sebanding dengan penghasilan yang diterima. "Sebagai sopir penghasilan kami rendah, kami sangat keberatan dengan biaya rapid test," ujar perwakilan sopir, Kadek Bagiarta.
Bagiarta dan sejumlah rekan yang datang mengaku mesti merogoh kantong pribadi untuk membayar biaya rapid test. Untuk satu kali rapid test di Puskesmas atau pelabuhan, tiap sopir harus mengeluarkan biaya Rp 280.000 hingga Rp 350.000. Diakui sopir logistik Puspasari ini, tarif tersebut memberatkan bagi para sopir yang mendapat penghasilan sekitar Rp 120.000 untuk sekali mengantar barang ke Pulau Jawa.
Ditambah lagi surat keterangan bebas Covid-19 berdasarkan hasil rapid test non-reaktif masa berlakunya hanya tujuh hari. Sedangkan untuk perjalanan pulang-pergi mengantar barang bisa memakan waktu hingga satu minggu lebih. "Kalau kami jalan ke Surabaya bisa menginap 3 hari, perjalanannya bisa lebih dari 7 hari. Kami mesti dua kali bayar rapid test. Tidak bisa beli beras kami," tegas Bagiarta.
Mereka meminta Pemerintah Kabupaten Buleleng mengeluarkan kebijakan memfasilitasi rapid test gratis khusus untuk awak angkutan logistik dari Buleleng seperti yang diterapkan di Jembrana. "Terus terang kami keberatan dengan rapid test mandiri. Kalau bisa disamakan dengan di Jembrana, hanya perlu membayar administrasi Rp 15.000 saja. Di Jembrana bisa, apa bedanya dengan di Buleleng," singgungnya.
Jika tak kunjung menemukan titik temu pihaknya menegaskan akan mengerahkan massa sopir yang lebih banyak lagi. "Kalau belum ada titik temu mungkin saya akan kerahkan massa lebih banyak. Ini kami menghormati petugas yang sudah datang ke kargo meminta agar yang datang hanya perwakilan saja. Sopir yang berkumpul di kargo ada 50-an. Mulai dari sopir angkutan, sopir truk, dan sopir barang," tutupnya.
Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna yang menerima langsung kedatangan para sopir ini mengatakan, keluhan para sopir ini akan segera diteruskan ke Pemrpov Bali, Bupati Buleleng, dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. "Tadi sudah saya jelaskan bahwa DPRD sangat menerima aspirasi masyarakat dan memahami kesulitan mereka. Aspirasi ini akan kami sampaikan ke Pak Bupati, Pak Gubernur, dan Gugus Tugas Covid-19 untuk bagaimana menyikapinya," ujarnya.
"Mudah-mudahan ada kebijakan yang bisa diterima semua pihak baik para sopir maupun pemerintah daerah. Mengingat kita harus menjaga keselamatan warga Buleleng dengan rapid test terhadap warga yang melakukan perjalanan ke Buleleng dari luar Pulau," imbuh politisi PDIP asal Desa Tejakula ini.
Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan kebijakan sopir kendaraan logistik harus mengantongi rapid test dengan hasil non-reaktif sebelum menyeberang ke Bali. Sejak awal Maret, sopir kendaraan logistik yang menyeberang ke Bali wajib melakukan rapid test gratis di Pelabuhan Gilimanuk Bali. Namun mulai, Kamis (18/6) lalu, Pemprov Bali meniadakan rapid test gratis tersebut dan para sopir harus melakukan rapid test secara mandiri.*cr75
Komentar