Layangan 'Celepuk' Gunakan Teknik Airbrush
GIANYAR, NusaBali
Hobi bermain layangan juga menjadi salah satu hobi yang berkembang di tengah pandemi Covid-19. Apalagi didukung dengan cuaca yang cerah dan berangin, langit kota Denpasar serasa dipenuhi dengan layang-layang dengan berbagai bentuk dan ukuran.
Salah satu model layangan yang kini berkembang, yaitu model layangan dengan desain burung hantu, yang dalam istilah Bali yaitu ‘celepuk’.
Namun di Gianyar, tepatnya di Banjar Buda Ireng Desa Pakraman Batu Yang, Batubulan Kangin, terdapat seorang perajin layangan yang menggunakan teknik airbrush untuk memberi warna pada layangan buatannya. Dialah I Gede Oka Arynatha, pemuda asal Batubulan yang kini tengah kebanjiran pesanan layangan buatannya.
Selain karena hobi bermain layangan, Oka Arynatha juga membuat layangan selama dua bulan belakangan ini untuk tetap menjalankan roda ekonominya yang terputus karena pandemi Covid-19. Diketahui, Oka Arynatha sebelumnya bekerja sebagai penata dekorasi dalam acara-acara pernikahan atau wedding.
Dibekali dengan ilmu seni rupa yang dimilikinya, dirinya mencoba perpaduan antara layangan dan seni. “Saya memang hobi di layangan, saya pecinta layangan. Dan kebetulan juga saya punya sedikit ilmu tentang airbrush, coba saya padukan,” ujarnya saat ditemui langsung di kediamannya, Senin (22/6).
Saat ditemui di kediamannya yang juga merupakan sanggar seni Alit Sundari, terlihat dirinya tengah mengerjakan tiga buah pesanan layangan dengan model celepuk. Terlihat pula beberapa pesanan yang telah jadi dan siap diambil pemesan. Namun selain itu, ada juga laying-layang dengan desain berbeda, seperti motif barong.
“Mungkin kebetulan sekarang memang pesanannya disuruh bikin motif seperti burung saja. Tapi kalau sebelum-sebelumnya sudah pernah seperti barong, rangda, topeng sidakarya, ada sih motifnya, tergantung permintaan saja,” jelas pria berusia 29 tahun ini.
Dalam membuat layangan, dirinya dibantu oleh lima orang rekan untuk membuat kerangka layang-layang, sementara proses pewarnaan dengan airbrush dirinya kerjakan sendiri. Dirinya menggunakan jenis bambu santong yang memang populer untuk kerangka layangan, dengan paduan kain peles untuk tubuh layangannya. Untuk pewarnaan, dirinya menggunakan cat minyak.
Kain peles dipilihnya sebagai bahan mengingat jenis kainnya yang ringan namun dengan pori-pori yang lebih kecil, menjadikannya mampu menangkap udara lebih baik. Pewarnaan dengan cat minyak dan teknik airbrush juga memiliki keunggulan tersendiri, yaitu layangan tidak perlu dijemur karena sifat cat yang mengering dengan sendirinya.
Proses sebuah layang-layang ini pun beragam, bervariasi dari satu hari hingga tiga hari. Namun, dalam seminggu dirinya mampu membuat hingga belasan layangan. “Dari ngerot tiing itu, mungkin tiga hari sudah sampai finish,” lanjut alumni Jurusan Seni Rupa ISI Denpasar ini.
Layangan dengan ukuran beragam ini memiliki harga bervariasi. Mulai dari layangan berukuran satu setengah meter yang dibanrol Rp 250.000- Rp 300.000, hingga yang berukuran cukup besar, yakni 2 meter, berkisar antara Rp 350.000 hingga Rp 500.000. Semua ini, tergantung dari motif yang dipesan pelanggan.
Saat ini, memang desain layangan yang tengah populer berupa desain celepuk, tak terkecuali pula dengan pesanan yang diterima Oka Arynatha untuk membuat layangan dengan desain tersebut. Namun, dalam membuat pesanan ini, Oka Arynatha tidak serta merta menjiplak desain yang sama. Sebagai seorang seniman, dirinya menghargai desain orang lain, yang membuatnya selalu belajar mengembangkan desain, sehingga meski model burung hantu tersebut terlihat serupa, namun terdapat perbedaan di setiap sentuhannya.*cr74
Komentar