Rapid Test Wisatawan Dinilai Tabrak Protokol
Mardjana: New Normal Berubah Jadi New Nighmare
Keinginan Bupati Bangli memberlakukan bukti wisatawan bebas Covid-19 membuat pelaku usaha pariwisata meradang.
BANGLI, NusaBali
Pemberlakuan kewajiban mengantongi surat keterangan rapid test non reaktif bagi setiap pelancong yang masuk wilayah Kabupaten Bangli dikritisi oleh para pelaku pariwisata. Pasalnya, ketentuan yang dicanangkan oleh Bupati Bangli, Made Gianyar, membuat persiapan dibukanya kembali pariwisata Bali pada masa new normal menjadi tertekan kembali.
Kekecewaan ini dilontarkan oleh Aliansi Kebangkitan Pariwisata (AKP) Bangli dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bangli. Apalagi pada Jumat (19/6), Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto sudah mengeluarkan protokol kesehatan bagi sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. “Seruan soal wajib rapid test itu bertolak belakang dengan Keputusan Menteri Kesehatan,” cetus Ketua PHRI Bangli, I Ketut Mardjana, Rabu (24/6).
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan atau KMK Nomor HK.01.07/Menkes/382/2020 tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), memang tidak mencantumkan syarat hasil rapid test.
Karena itu, lanjut Mardjana, pihaknya menyesalkan dan merasa prihatin atas kebijakan dan pernyataan Bupati Bangli tersebut yang dinilai terlambat di saat orang dengan bersemangat memulai tatanan new normal sehingga timbul kepanikan dan keraguan yang berkembang di ranah media sosial. "Pernyataan tersebut seolah mengubah new normal menjadi new nightmare, sebab untuk mempersiapkan protokol kesehatan kami sudah menghabiskan biaya dan energi yang tidak sedikit," terang owner Toya Devasya Kintamani ini.
Mardjana menyatakan bahwa apa yang diberlakukan di Bangli bertentangan dengan rencana pemerintah untuk membuka beberapa kawasan pariwisata di mana sudah disebutkan regulasi bagi pariwisata konservasi, pengelola dan pengunjung lokasi wisata untuk menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Sebelumnya sebagaimana diungkapkan Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kemenparekraf/Baparekraf R Kurleni Ukar, mengatakan protokol kesehatan di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif disusun berlandaskan atas tiga isu utama. “Yakni kebersihan, kesehatan, dan keamanan," kata Kurleni Ukar.
KMK tersebut di antaranya mengatur protokol untuk hotel/penginapan/homestay/ asrama dan sejenisnya, rumah makan/restoran dan sejenisnya, lokasi daya tarik wisata, moda transportasi, jasa ekonomi kreatif, jasa penyelenggara event/pertemuan, serta tempat dan fasilitas umum lainnya yang terkait erat dengan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Selanjutnya, protokol dapat digunakan sebagai acuan bagi seluruh pihak, yakni kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan masyarakat, termasuk asosiasi, pengelola, pemilik, pekerja, dan pengunjung pada tempat dan fasilitas umum.
Kehadiran protokol kesehatan ini diharapkan dapat mendukung rencana pembukaan usaha pariwisata dan ekonomi kreatif secara bertahap sehingga dapat menggerakkan kembali usaha pariwisata dan ekonomi kreatif, sektor yang paling terdampak dari pandemi Covid-19. Namun demikian keputusan terkait pembukaan kembali usaha pariwisata tentu harus disesuaikan dengan tingkat risiko wilayah penyebaran Covid-19 dan kemampuan daerah dalam mengendalikan Covid-19. "Pemerintah daerah dan para pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif diharapkan dapat mempersiapkan dan melaksanakan protokol kesehatan sesuai dengan keputusan yang ditandatangani oleh Menteri Kesehatan," kata Kurleni Ukar.*ant, mao
Kekecewaan ini dilontarkan oleh Aliansi Kebangkitan Pariwisata (AKP) Bangli dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bangli. Apalagi pada Jumat (19/6), Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto sudah mengeluarkan protokol kesehatan bagi sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. “Seruan soal wajib rapid test itu bertolak belakang dengan Keputusan Menteri Kesehatan,” cetus Ketua PHRI Bangli, I Ketut Mardjana, Rabu (24/6).
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan atau KMK Nomor HK.01.07/Menkes/382/2020 tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), memang tidak mencantumkan syarat hasil rapid test.
Karena itu, lanjut Mardjana, pihaknya menyesalkan dan merasa prihatin atas kebijakan dan pernyataan Bupati Bangli tersebut yang dinilai terlambat di saat orang dengan bersemangat memulai tatanan new normal sehingga timbul kepanikan dan keraguan yang berkembang di ranah media sosial. "Pernyataan tersebut seolah mengubah new normal menjadi new nightmare, sebab untuk mempersiapkan protokol kesehatan kami sudah menghabiskan biaya dan energi yang tidak sedikit," terang owner Toya Devasya Kintamani ini.
Mardjana menyatakan bahwa apa yang diberlakukan di Bangli bertentangan dengan rencana pemerintah untuk membuka beberapa kawasan pariwisata di mana sudah disebutkan regulasi bagi pariwisata konservasi, pengelola dan pengunjung lokasi wisata untuk menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Sebelumnya sebagaimana diungkapkan Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kemenparekraf/Baparekraf R Kurleni Ukar, mengatakan protokol kesehatan di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif disusun berlandaskan atas tiga isu utama. “Yakni kebersihan, kesehatan, dan keamanan," kata Kurleni Ukar.
KMK tersebut di antaranya mengatur protokol untuk hotel/penginapan/homestay/ asrama dan sejenisnya, rumah makan/restoran dan sejenisnya, lokasi daya tarik wisata, moda transportasi, jasa ekonomi kreatif, jasa penyelenggara event/pertemuan, serta tempat dan fasilitas umum lainnya yang terkait erat dengan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Selanjutnya, protokol dapat digunakan sebagai acuan bagi seluruh pihak, yakni kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan masyarakat, termasuk asosiasi, pengelola, pemilik, pekerja, dan pengunjung pada tempat dan fasilitas umum.
Kehadiran protokol kesehatan ini diharapkan dapat mendukung rencana pembukaan usaha pariwisata dan ekonomi kreatif secara bertahap sehingga dapat menggerakkan kembali usaha pariwisata dan ekonomi kreatif, sektor yang paling terdampak dari pandemi Covid-19. Namun demikian keputusan terkait pembukaan kembali usaha pariwisata tentu harus disesuaikan dengan tingkat risiko wilayah penyebaran Covid-19 dan kemampuan daerah dalam mengendalikan Covid-19. "Pemerintah daerah dan para pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif diharapkan dapat mempersiapkan dan melaksanakan protokol kesehatan sesuai dengan keputusan yang ditandatangani oleh Menteri Kesehatan," kata Kurleni Ukar.*ant, mao
1
Komentar