'Sudah Saatnya Bali Mandiri dalam Pemenuhan Energi Listrik'
Cadangan Energi Listrik Kritis, Gubernur Minta Segera Bahas Ranperda REUD Provinsi Bali Tahun 2020-2050
Versi Gubernur Koster, bila dibandingkan dengan daya yang dimiliki, kondisi cadangan kelistrikan Bali hanya 0,77 persen. Kondisi ini termasuk sangat kritis, mengingat cadangan aman seharusnya minimal 30 persen dari beban puncak
DENPASAR, NusaBali
Cadangan energi listrik di Provinsi Bali dalam kondisi kritis, sehingga perlu dicarikan solusi untuk memenuhi cadangannya. Beranjak dari situ, Pemprov Bali di bawah Gubernur Wayan Koster minta DPRD Bali segera bahas rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Umum Energi Daerah Provinsi Bali Tahun 2020-2050. Gubernur Koster mengingatkan sudah saatnya Bali mandiri dalam pemenuhan energi yang ramah lingkungan.
Penegasan ini disampaikan Gubernur Wayan Koster dalam sidang paripurna DPRD Bali dengan agenda penyampaian Ranperda tentang Pertanggungjawaban APBD Bali Tahun 2019 dan Ranperda tentang Rencana Umum Energi Daerah Provinsi Bali Tahun 2020-2050, di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Senin (29/6).
Gubernur Koster membeberkan, kondisi kelistrikan eksisting di Bali tahun 2019 memiliki kapasitas terpasang dari seluruh pembangkit sebesar 1.440,85 MW. Sedangkan daya yang dihasilkan sebesar 927,20 MW. Beban puncak tertinggi di Bali mencapai 920 MW, sehingga bila dibandingkan dengan daya yang dimiliki, maka kondisi cadangan kelistrikan hanya 0,77 persen.
"Kondisi ini termasuk sangat kritis, mengingat cadangan aman minimal 30 persen dari beban puncak," ujar Gubernur Koster dalam sidang paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama.
Selama ini, kata Koster, selain pemanfaatan energi untuk pembangkit listrik di Bali, energi juga digunakan untuk sektor lain terutama transportasi, komersial, industri, rumah tangga, dan pendukung pariwisata. Dengan latar belakang kondisi tersebut, maka pemerintah mengajukan Ranperda tentang Rencana Umum Energi Daerah Provinsi Bali, sehingga ke depannya ‘Bali Mandiri Energi’ dapat terwujud.
“Saya kira memang sudah saatnya kita tidak bergantung lagi dengan daerah lain dalam pemenuhan energi. Kita harus mandiri dalam energi bersih. Untuk itu, ini memang sudah sangat mendesak dan perlu kita desain secara terencana agar kita juga bisa mengantisipasi tantangan di masa mendatang. Jadi, saya minta kerja sama dari anggota Dewan agar segera melakukan pembahasan terhadap Ranperda ini, untuk selanjutnya kita ajukan ke pusat," harap Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Menurut Koster, Ranperda tentang Rencana Umum Energi Daerah (REUD) Provinsi Bali Tahun 2020-2050 ini merupakan amanat Pasal 18 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Pasal 16 ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Umum Energi Nasional. RUED Provinsi Bali merupakan sebuah dokumen perencanaan energi Bali tahun 2020-2050 yang mengatur penerapan dan pengelolaan Energi Bersih di Bali.
“RUED Pprovinsi Bali ini bertujuan untuk menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali sesuai dengan visi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’, dalam mewujudkan Pulau Bali yang bersih, hijau, dan indah dengan membangun sistem energi bersih yang ramah lingkungan, yang dijiwai oleh filosofi Tri Hita Karana yang bersumber dari nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi dalam satu kesatuan wilayah, satu pulau, satu pola, dan satu tata kelola,” katanya.
Koster menegaskan, Ranperda REUD Provinsi Bali ini merupakan produk hukum yang memuat dokumen perencanaan energi daerah, pertama kali di Indonesia yang dibuat dengan mengedepankan penggunaan energi bersih yang bertujuan agar Bali menjadi mandiri energi, berkelanjutan, dan berkeadilan dengan tetap mendukung tujuan nasional yaitu secara bertahap dan pasti untuk meningkatkan bauran energi terbarukan, yang saat ini hanya 0,4 persen akan meningkat menjadi 11,15 persen tahun 2025 dan menjadi 20,10 persen pada 2050.
“Tentunya dalam perjalanan nanti juga disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi pemanfaatan EBT dan juga melibatkan peran serta masyarakat dan adat, menjadi sangat penting agar kita bersama-sama, antara eksekutif dan legislatif untuk mengawal dan menindaklanjuti rancangan peraturan daerah agar dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan Energi Bersih di Bali ke depannya," tandas Koster.
Selain masalah energi, dalam sidang paripurna kemarin juga dibahas Ranperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2019. Gubernur Koster menyampaikan, secara umum Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Bali Tahun Anggaran 2019 terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran yang menyajikan ikhtisar sum-ber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh Pemprov Bali.
Terungkap, pendapatan daerah dalam tahun anggaran 2019 ditargetkan sebesar Rp 6,498 triliun. Sampai dengan akhir tahun anggaran 2019, terealisasi sebesar Rp 6,645 triliun atau 102,26 persen. Sementara belanja dan transfer dalam tahun anggaran 2019 dianggarkan sebesar Rp 7,201 triliun. Sampai dengan akhir tahun anggaran 2019, terealisasi sebesar Rp 6,518 triliun atau 90,52 persen.
Sedangkan Neraca Pemerintah Provinsi Bali, menyajikan informasi posisi keuangan daerah mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas yang dimiliki oleh Pemprov Bali pada akhir tahun anggaran 2019. "Dapat saya jelaskan bahwa posisi Neraca Daerah Provinsi Bali per 31 Desember 2019 sebagai berikut: aset yang dimiliki sebesar Rp 10,880 triliun lebih, kewajiban sebesar Rp 168,312 miliar lebih, dan ekuitas dana sebesar Rp 10,712 triliun lebih," beber Koster. *nat
Penegasan ini disampaikan Gubernur Wayan Koster dalam sidang paripurna DPRD Bali dengan agenda penyampaian Ranperda tentang Pertanggungjawaban APBD Bali Tahun 2019 dan Ranperda tentang Rencana Umum Energi Daerah Provinsi Bali Tahun 2020-2050, di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Senin (29/6).
Gubernur Koster membeberkan, kondisi kelistrikan eksisting di Bali tahun 2019 memiliki kapasitas terpasang dari seluruh pembangkit sebesar 1.440,85 MW. Sedangkan daya yang dihasilkan sebesar 927,20 MW. Beban puncak tertinggi di Bali mencapai 920 MW, sehingga bila dibandingkan dengan daya yang dimiliki, maka kondisi cadangan kelistrikan hanya 0,77 persen.
"Kondisi ini termasuk sangat kritis, mengingat cadangan aman minimal 30 persen dari beban puncak," ujar Gubernur Koster dalam sidang paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama.
Selama ini, kata Koster, selain pemanfaatan energi untuk pembangkit listrik di Bali, energi juga digunakan untuk sektor lain terutama transportasi, komersial, industri, rumah tangga, dan pendukung pariwisata. Dengan latar belakang kondisi tersebut, maka pemerintah mengajukan Ranperda tentang Rencana Umum Energi Daerah Provinsi Bali, sehingga ke depannya ‘Bali Mandiri Energi’ dapat terwujud.
“Saya kira memang sudah saatnya kita tidak bergantung lagi dengan daerah lain dalam pemenuhan energi. Kita harus mandiri dalam energi bersih. Untuk itu, ini memang sudah sangat mendesak dan perlu kita desain secara terencana agar kita juga bisa mengantisipasi tantangan di masa mendatang. Jadi, saya minta kerja sama dari anggota Dewan agar segera melakukan pembahasan terhadap Ranperda ini, untuk selanjutnya kita ajukan ke pusat," harap Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Menurut Koster, Ranperda tentang Rencana Umum Energi Daerah (REUD) Provinsi Bali Tahun 2020-2050 ini merupakan amanat Pasal 18 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Pasal 16 ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Umum Energi Nasional. RUED Provinsi Bali merupakan sebuah dokumen perencanaan energi Bali tahun 2020-2050 yang mengatur penerapan dan pengelolaan Energi Bersih di Bali.
“RUED Pprovinsi Bali ini bertujuan untuk menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali sesuai dengan visi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’, dalam mewujudkan Pulau Bali yang bersih, hijau, dan indah dengan membangun sistem energi bersih yang ramah lingkungan, yang dijiwai oleh filosofi Tri Hita Karana yang bersumber dari nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi dalam satu kesatuan wilayah, satu pulau, satu pola, dan satu tata kelola,” katanya.
Koster menegaskan, Ranperda REUD Provinsi Bali ini merupakan produk hukum yang memuat dokumen perencanaan energi daerah, pertama kali di Indonesia yang dibuat dengan mengedepankan penggunaan energi bersih yang bertujuan agar Bali menjadi mandiri energi, berkelanjutan, dan berkeadilan dengan tetap mendukung tujuan nasional yaitu secara bertahap dan pasti untuk meningkatkan bauran energi terbarukan, yang saat ini hanya 0,4 persen akan meningkat menjadi 11,15 persen tahun 2025 dan menjadi 20,10 persen pada 2050.
“Tentunya dalam perjalanan nanti juga disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi pemanfaatan EBT dan juga melibatkan peran serta masyarakat dan adat, menjadi sangat penting agar kita bersama-sama, antara eksekutif dan legislatif untuk mengawal dan menindaklanjuti rancangan peraturan daerah agar dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan Energi Bersih di Bali ke depannya," tandas Koster.
Selain masalah energi, dalam sidang paripurna kemarin juga dibahas Ranperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2019. Gubernur Koster menyampaikan, secara umum Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Bali Tahun Anggaran 2019 terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran yang menyajikan ikhtisar sum-ber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh Pemprov Bali.
Terungkap, pendapatan daerah dalam tahun anggaran 2019 ditargetkan sebesar Rp 6,498 triliun. Sampai dengan akhir tahun anggaran 2019, terealisasi sebesar Rp 6,645 triliun atau 102,26 persen. Sementara belanja dan transfer dalam tahun anggaran 2019 dianggarkan sebesar Rp 7,201 triliun. Sampai dengan akhir tahun anggaran 2019, terealisasi sebesar Rp 6,518 triliun atau 90,52 persen.
Sedangkan Neraca Pemerintah Provinsi Bali, menyajikan informasi posisi keuangan daerah mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas yang dimiliki oleh Pemprov Bali pada akhir tahun anggaran 2019. "Dapat saya jelaskan bahwa posisi Neraca Daerah Provinsi Bali per 31 Desember 2019 sebagai berikut: aset yang dimiliki sebesar Rp 10,880 triliun lebih, kewajiban sebesar Rp 168,312 miliar lebih, dan ekuitas dana sebesar Rp 10,712 triliun lebih," beber Koster. *nat
1
Komentar