Puncak Batukaru Dipenuhi Sampah, Pendaki Alasan Sembahyang Diseleksi
TABANAN, NusaBali
Desa Adat Pekandelan Sad Kahyangan Jagat Bali Pura Luhur Batukau mengeluarkan surat edaran mengenai penghentian sementara pendakian Gunung Batukaru.
Hal itu karena di tengah pandemi Covid-19 ini banyak warga melakukan aktivitas mendaki, namun melakukan hal tidak bertanggung jawab seperti membuang sampah sembarangan.
Bahkan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, Desa Adat Pekandelan Sad Kahyangan Jagat Bali Pura Luhur Batukau lebih selektif mengizinkan pamedek tangkil ke Pura Pucak Kedaton. Sebab sejumlah orang yang mengatakan mendaki untuk sembahyang, namun pada kenyataan untuk refreshing.
Penghentian sementara itu diberlakukan sejak Senin (29/6) sampai batas waktu yang belum ditentukan.
Bendesa Adat Wangaya Gede sekaligus Ketua Umum Pura Batukau I Ketut Sucipto, menjelaskan aktivitas mendaki dihentikan karena berbagai pertimbangan. Pertama, sejumlah pendaki ke Pura Batukau tidak memiliki rasa menjaga kelestarian lingkungan. Oknum pendaki melakukan hal kurang bertanggung jawab yakni membuang sampah sembarangan.
Alasan kedua, pihaknya sudah mengeluarkan dana besar untuk melakukan pengangkutan sampah. Sebab selama ini agar lingkungan hutan Batukaru terbebas dari sampah khususnya plastik, karang taruna dan sekaa teruna di Desa Wangaya Gede tiap minggu naik memungut sampah. “Karena jarak jauh, medan sangat berat tidak mungkin terus memungut sampah,” beber Sucipto.
Di samping itu ada jalur yang dinamakan Bangkiang Jaran yang hampir putus. Dikhawatirkan jika sering dilintasi maka akan putus total yang dapat mengganggu aktivitas upacara di Pura Pucak Kedaton. Sementara untuk saat ini tidak ada pengalihan jalur lain.
Dengan kondisi itulah dihentikan sementara aktivitas pendakian. Pun bagi pamedek yang hendak nangkil ke Pura Pucak Kedaton lebih diseleksi. Sebab sesuai dengan evaluasi yang dilakukan, masyarakat yang melakukan aktivitas mendaki untuk sembahyang namun kenyataannya rekreasi.
“Jadi nanti jika ada yang mengaku hendak sembahyang, kami perhatikan betul. Bagi yang hendak masesangi (bayar kaul), dan nunas tirta ke Pura Pucak Kedaton baru dikasih. Kalau yang hanya tujuan sembahyang, sementara tidak diperbolehkan,” tuturnya.
Sucipto menegaskan penghentian aktivitas pendakian bukan bermaksud egois. Namun lebih mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Jika di hulu kotor maka akan berimbas pada umat seluruh Bali, bukan Tabanan saja. Hal itu karena Pura Batukau adalah sumber penghidupan umat seluruh Bali. “Terlebih ini sampah plastik, sangat berdampak ke depannya,” ucap Sucipto.
Menurut Sucipto selama pandemic Covid-19 ini memang banyak pamedek yang hendak mendaki untuk sembahyang. Per hari bisa mencapai 50 orang. Bahkan mereka yang mendaki juga menitipkan kendaraan di areal parkir, yang secara tidak langsung harus diawasi. Sementara rasa memiliki menjaga kelestarian lingkungan, umat yang nangkil kurang bertanggung jawab. *des
Bahkan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, Desa Adat Pekandelan Sad Kahyangan Jagat Bali Pura Luhur Batukau lebih selektif mengizinkan pamedek tangkil ke Pura Pucak Kedaton. Sebab sejumlah orang yang mengatakan mendaki untuk sembahyang, namun pada kenyataan untuk refreshing.
Penghentian sementara itu diberlakukan sejak Senin (29/6) sampai batas waktu yang belum ditentukan.
Bendesa Adat Wangaya Gede sekaligus Ketua Umum Pura Batukau I Ketut Sucipto, menjelaskan aktivitas mendaki dihentikan karena berbagai pertimbangan. Pertama, sejumlah pendaki ke Pura Batukau tidak memiliki rasa menjaga kelestarian lingkungan. Oknum pendaki melakukan hal kurang bertanggung jawab yakni membuang sampah sembarangan.
Alasan kedua, pihaknya sudah mengeluarkan dana besar untuk melakukan pengangkutan sampah. Sebab selama ini agar lingkungan hutan Batukaru terbebas dari sampah khususnya plastik, karang taruna dan sekaa teruna di Desa Wangaya Gede tiap minggu naik memungut sampah. “Karena jarak jauh, medan sangat berat tidak mungkin terus memungut sampah,” beber Sucipto.
Di samping itu ada jalur yang dinamakan Bangkiang Jaran yang hampir putus. Dikhawatirkan jika sering dilintasi maka akan putus total yang dapat mengganggu aktivitas upacara di Pura Pucak Kedaton. Sementara untuk saat ini tidak ada pengalihan jalur lain.
Dengan kondisi itulah dihentikan sementara aktivitas pendakian. Pun bagi pamedek yang hendak nangkil ke Pura Pucak Kedaton lebih diseleksi. Sebab sesuai dengan evaluasi yang dilakukan, masyarakat yang melakukan aktivitas mendaki untuk sembahyang namun kenyataannya rekreasi.
“Jadi nanti jika ada yang mengaku hendak sembahyang, kami perhatikan betul. Bagi yang hendak masesangi (bayar kaul), dan nunas tirta ke Pura Pucak Kedaton baru dikasih. Kalau yang hanya tujuan sembahyang, sementara tidak diperbolehkan,” tuturnya.
Sucipto menegaskan penghentian aktivitas pendakian bukan bermaksud egois. Namun lebih mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Jika di hulu kotor maka akan berimbas pada umat seluruh Bali, bukan Tabanan saja. Hal itu karena Pura Batukau adalah sumber penghidupan umat seluruh Bali. “Terlebih ini sampah plastik, sangat berdampak ke depannya,” ucap Sucipto.
Menurut Sucipto selama pandemic Covid-19 ini memang banyak pamedek yang hendak mendaki untuk sembahyang. Per hari bisa mencapai 50 orang. Bahkan mereka yang mendaki juga menitipkan kendaraan di areal parkir, yang secara tidak langsung harus diawasi. Sementara rasa memiliki menjaga kelestarian lingkungan, umat yang nangkil kurang bertanggung jawab. *des
Komentar