Sempat Vakum, Yayasan Puspadi Bali Produksi 170 Alat Bantu Disabilitas Selama Pandemi
DENPASAR, NusaBali
Setelah vakumnya berbagai instansi di awal merebaknya Covid-29 di Bali, Yayasan Pusat Pemberdayaan Penyandang Disabilitas (Puspadi) Bali yang menyediakan layanan untuk alat bantu disabilitas kembali beroperasi sejak Mei 2020.
Tutupnya Yayasan Puspadi Bali selama bulan April membuat para anggota Yayasan Puspadi Bali melakukan kerja dari rumah, namun khusus untuk bengkel pembuatan alat bantu ditutup sama sekali.
“Menjelang minggu keempat Maret, Indonesia panik. Termasuk kita juga memberikan kesempatan pada teman-teman penyandang disabilitas, staf kita, untuk karantina mandiri. Ini untuk mengetahui apakah ada yang terpapar, syukurnya sampai saat ini belum ada yang terpapar. Baru setelah itu kita mulai kerja dari rumah selama satu bulan. Karena peralatan semua ada di sini, jadi kita tidak sempat memproduksi alat bantu tersebut. Jadi kita sempat vakum sampai akhir April,” ujar Direktur Puspadi Bali, I Nengah Latra, Jumat (3/7).
Sejak beroperasi kembali pada pertengahan Mei, Yayasan Puspadi Bali telah memproduksi sebanyak 170 alat bantu, baik itu kaki palsu atau prostetik, dan kursi roda adaptif. “Selama covid, itu karena kita ada pembatasan social distancing, lalu ada protokol dan lain sebagainya, kita baru mampu memberi kurang lebih 109 kaki palsu tambah 61 kursi roda,” lanjut I Nengah Latra.
Dibukanya kembali Yayasan Puspadi Bali juga disertai dengan penerapan protokol kesehatan. Jika sebelumnya para penyandang disabilitas yang membutuhkan alat bantu bisa langsung mendatangi Gedung Annika Linden Centre di kawasan Kesiman Kertalangu yang menjadi basis Yayasan Puspadi Bali, maka kini kedatangan masyarakat yang membutuhkan alat bantu ini dilakukan secara terjadwal. Dalam sehari, Yayasan Puspadi Bali menerima sekitar tiga sampai lima klien.
“Pada saat work from home kami melakukan evaluasi secara menyeluruh. Jadi kami melakukan evaluasi dan monitoring kurang lebih 1.700 penyandang disabilitas yang ada di Bali untuk mengetahui situasinya itu. Dari hasil itu ada sekitar seratus orang yang membutuhkan alat bantu secara mendesak. Berdasarkan hasil penelitian itulah kita lalu membuat mereka terjadwal,” papar I Nengah Latra.
Para penyandang disabilitas yang datang, selain dibatasi secara jumlah, juga harus membatasi jumlah pendamping yang menemani. Juga, klien harus memastikan bahwa mereka berada dalam kondisi sehat, dan tidak memiliki masalah pada paru-paru dan jantung. Pembatasan juga berlaku pada enam orang pembuat alat bantu, kini bekerja di ruangan tersendiri dan dengan memperhatikan jarak antar anggota dan klien.
Tetap berjalannya produksi alat bantu disabilitas ini didukung dengan masih tersedianya bahan baku untuk pembuatan berbagai macam alat bantu ini hingga setahun ke depan. Namun, hal ini juga diperkirakan akan menjadi tantangan ke depannya, yang membuat minimnya stok bahan baku untuk tahun 2021.
“Biasanya kan kami kalau dalam kondisi normal, kita bisa melakukan fund raising untuk tahun depan. Ini untuk program tahun depan, kita masih sangat minim pendapatannya sehingga ini secara tidak langsung mungkin akan menjadi tantangan kita ke depan,” pungkasnya. *cr74
“Menjelang minggu keempat Maret, Indonesia panik. Termasuk kita juga memberikan kesempatan pada teman-teman penyandang disabilitas, staf kita, untuk karantina mandiri. Ini untuk mengetahui apakah ada yang terpapar, syukurnya sampai saat ini belum ada yang terpapar. Baru setelah itu kita mulai kerja dari rumah selama satu bulan. Karena peralatan semua ada di sini, jadi kita tidak sempat memproduksi alat bantu tersebut. Jadi kita sempat vakum sampai akhir April,” ujar Direktur Puspadi Bali, I Nengah Latra, Jumat (3/7).
Sejak beroperasi kembali pada pertengahan Mei, Yayasan Puspadi Bali telah memproduksi sebanyak 170 alat bantu, baik itu kaki palsu atau prostetik, dan kursi roda adaptif. “Selama covid, itu karena kita ada pembatasan social distancing, lalu ada protokol dan lain sebagainya, kita baru mampu memberi kurang lebih 109 kaki palsu tambah 61 kursi roda,” lanjut I Nengah Latra.
Dibukanya kembali Yayasan Puspadi Bali juga disertai dengan penerapan protokol kesehatan. Jika sebelumnya para penyandang disabilitas yang membutuhkan alat bantu bisa langsung mendatangi Gedung Annika Linden Centre di kawasan Kesiman Kertalangu yang menjadi basis Yayasan Puspadi Bali, maka kini kedatangan masyarakat yang membutuhkan alat bantu ini dilakukan secara terjadwal. Dalam sehari, Yayasan Puspadi Bali menerima sekitar tiga sampai lima klien.
“Pada saat work from home kami melakukan evaluasi secara menyeluruh. Jadi kami melakukan evaluasi dan monitoring kurang lebih 1.700 penyandang disabilitas yang ada di Bali untuk mengetahui situasinya itu. Dari hasil itu ada sekitar seratus orang yang membutuhkan alat bantu secara mendesak. Berdasarkan hasil penelitian itulah kita lalu membuat mereka terjadwal,” papar I Nengah Latra.
Para penyandang disabilitas yang datang, selain dibatasi secara jumlah, juga harus membatasi jumlah pendamping yang menemani. Juga, klien harus memastikan bahwa mereka berada dalam kondisi sehat, dan tidak memiliki masalah pada paru-paru dan jantung. Pembatasan juga berlaku pada enam orang pembuat alat bantu, kini bekerja di ruangan tersendiri dan dengan memperhatikan jarak antar anggota dan klien.
Tetap berjalannya produksi alat bantu disabilitas ini didukung dengan masih tersedianya bahan baku untuk pembuatan berbagai macam alat bantu ini hingga setahun ke depan. Namun, hal ini juga diperkirakan akan menjadi tantangan ke depannya, yang membuat minimnya stok bahan baku untuk tahun 2021.
“Biasanya kan kami kalau dalam kondisi normal, kita bisa melakukan fund raising untuk tahun depan. Ini untuk program tahun depan, kita masih sangat minim pendapatannya sehingga ini secara tidak langsung mungkin akan menjadi tantangan kita ke depan,” pungkasnya. *cr74
1
Komentar