Setelah ASF, Bali Waspada Flu Babi
Diperta gaet pihak Karantina awasi masuknya hewan berpotensi bawa penyakit
DENPASAR,NusaBali
Bali kini mewaspadai virus flu babi. Hal tersebut menyusul adanya temuan galur baru virus influensza H1N1 pada babi di Tiongkok. Sebagai daerah dengan populasi babi mencapai ratusan ribu ekor, Bali melakukan antisipasi jangan sampai flu babi tersebut masuk ke Bali.
Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Ketut Gede Nata Kesuma menyatakan Minggu (4/7). “Memang itu jauh (flu babi), namun kita harus selalu waspada,” ujarnya.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan terus melakukan koordinasi dengan Balai Besar Veteriner(BBVET) Denpasar dalam kegiatan surveillance (pengawasan), untuk deteksi dini penyakit dimaksud. Juga melakukan koordinasi dengan pihak karantina untuk selalu waspada dipintu-pintu pemasukan dengan mengawasi pemasukan hewan dan produk yang mempunyai potensi risiko membawa penyakit.
“Pengawasan sistematis terhadap virus influenza pada babi adalah kunci sebagai peringatan kemungkinan munculnya pandemi influenza berikutnya. Kita akan siapkan rencana kontingensinya,” tandas Nata Kesuma.
Selain antisipasi dan kewaspadaan tersebut, Nata Kesuma menjelaskan perbedaan antara African Swine Fever (ASF) dengan flu babi di Tiongkok yang dipicu virus H1N1 tersebut. Keduanya, jelas Nata Kesuma, merupakan penyakit yang berbeda.
Penyakit Flu Babi yang dilaporkan oleh ilmuwan Tiongkok adalah penyakit yang disebabkan oleh virus infulenza H1N1 galur baru dan berpotensi menular dari hewan ke manusia (zoonosis), sedangkan kasus penyakit pada babi yang ada di Bali adalah penyakit suspect ASF yang diduga disebabkan oleh Virus ASF yang tidak dapat menular ke manusia.“Kasus penyakit pada babi yang ada di Bali pada saat ini adalah suspect ASF dan bukan flu babi.”
Sejak akhir tahun 2019, kasus suspect ASF dilaporkan di Bali sempat mewabah beberapa peternakan di Bali. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bali yang menangani fungsi kesehatan hewan terus memantau perkembangan kasusnya suspect ASF.
Hasilnya kasus suspect ASF pada babi sudah mengalami penurunan. Selain itu berdasarkan data yang ada, tidak pernah ada laporan kejadian suspect ASF pada manusia . Itu artinya, kata Nata Kesuma, penyakit suspect ASF tidak menular pada manusia.
Pemerintah, lanjut Nata Kesuma secara konsisten terus melakukan pengendalian dan mensosialisasikan tentang suspect ASF kepada masyarakat melalui edaran dan juga sosialisasi secara langsung serta simulasi.
Berbagai langkah kewaspadaan akan terus dilakukan untuk mengurangi potensi masuk dan menyebarnya penyakit hewan menular strategis dan zoonosis di wilayah Bali.
“Masyarakat tidak perlu khawatir dengan flu babi. Pemerintah akan terus memantau dan berupaya agar penyakit ini tidak mewabah di Bali, “ ujarnya menenangkan.
Populasi babi di Bali saat ini 689 ribu ekor lebih. Jumlah populasi ini masih tekor dibanding populasi pada 2016 yang mencapai 800 ribu ekor lebih- yang merupakan terbanyak dalam 4 tahun yakni dari 2015- 2019. *K17.
Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Ketut Gede Nata Kesuma menyatakan Minggu (4/7). “Memang itu jauh (flu babi), namun kita harus selalu waspada,” ujarnya.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan terus melakukan koordinasi dengan Balai Besar Veteriner(BBVET) Denpasar dalam kegiatan surveillance (pengawasan), untuk deteksi dini penyakit dimaksud. Juga melakukan koordinasi dengan pihak karantina untuk selalu waspada dipintu-pintu pemasukan dengan mengawasi pemasukan hewan dan produk yang mempunyai potensi risiko membawa penyakit.
“Pengawasan sistematis terhadap virus influenza pada babi adalah kunci sebagai peringatan kemungkinan munculnya pandemi influenza berikutnya. Kita akan siapkan rencana kontingensinya,” tandas Nata Kesuma.
Selain antisipasi dan kewaspadaan tersebut, Nata Kesuma menjelaskan perbedaan antara African Swine Fever (ASF) dengan flu babi di Tiongkok yang dipicu virus H1N1 tersebut. Keduanya, jelas Nata Kesuma, merupakan penyakit yang berbeda.
Penyakit Flu Babi yang dilaporkan oleh ilmuwan Tiongkok adalah penyakit yang disebabkan oleh virus infulenza H1N1 galur baru dan berpotensi menular dari hewan ke manusia (zoonosis), sedangkan kasus penyakit pada babi yang ada di Bali adalah penyakit suspect ASF yang diduga disebabkan oleh Virus ASF yang tidak dapat menular ke manusia.“Kasus penyakit pada babi yang ada di Bali pada saat ini adalah suspect ASF dan bukan flu babi.”
Sejak akhir tahun 2019, kasus suspect ASF dilaporkan di Bali sempat mewabah beberapa peternakan di Bali. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bali yang menangani fungsi kesehatan hewan terus memantau perkembangan kasusnya suspect ASF.
Hasilnya kasus suspect ASF pada babi sudah mengalami penurunan. Selain itu berdasarkan data yang ada, tidak pernah ada laporan kejadian suspect ASF pada manusia . Itu artinya, kata Nata Kesuma, penyakit suspect ASF tidak menular pada manusia.
Pemerintah, lanjut Nata Kesuma secara konsisten terus melakukan pengendalian dan mensosialisasikan tentang suspect ASF kepada masyarakat melalui edaran dan juga sosialisasi secara langsung serta simulasi.
Berbagai langkah kewaspadaan akan terus dilakukan untuk mengurangi potensi masuk dan menyebarnya penyakit hewan menular strategis dan zoonosis di wilayah Bali.
“Masyarakat tidak perlu khawatir dengan flu babi. Pemerintah akan terus memantau dan berupaya agar penyakit ini tidak mewabah di Bali, “ ujarnya menenangkan.
Populasi babi di Bali saat ini 689 ribu ekor lebih. Jumlah populasi ini masih tekor dibanding populasi pada 2016 yang mencapai 800 ribu ekor lebih- yang merupakan terbanyak dalam 4 tahun yakni dari 2015- 2019. *K17.
1
Komentar