Fraksi Golkar Desak Evaluasi Sistem Online di PPDB
Siswa Miskin di Pelosok Tak Terjangkau Internet
DENPASAR, NusaBali
Sistem online dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi pengalaman pahit bagi siswa yang tergolong miskin.
Fraksi Golkar DPRD Bali mendesak Gubernur Bali Wayan Koster supaya Menteri Pendidikan Kebudayaan RI mengevaluasi PPDB dengan sistem online. Ketua Fraksi Golkar DPRD Bali, I Wayan Rawan Atmaja, usai sidang paripurna di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Senin (6/7), mengungkapkan, PPDB dengan pola online membuat siswa miskin syok. Sebab siswa miskin, apalagi yang tinggal di pelosok tidak bisa mengikuti pola online sehingga gampang tersisih di persaingan PPDB. "Kami desak Gubernur Bali Wayan Koster berbicara dengan Mendikbud supaya PPDB dengan pola online dievaluasi saja, kasihan anak-anak kita yang tidak bisa mengikuti sistem online ini," ujar Ketua Fraksi Golkar I Wayan Rawan Atmaja.
Rawan Atmaja kemarin didampingi anggota Fraksi Golkar DPRD Bali Ni Putu Yuli Artini (dapil Karangasem), I Made Suardana (dapil Jembrana), dan I Wayan Gunawan (dapil Bangli). Hadir juga Sekretaris DPD I Golkar Bali I Made Dauh Wijana selaku Tim Ahli Fraksi.
Menurut Rawan Atmaja, pola online sangat bagus kalau ingin mengikuti perkembangan teknologi dan kecepatan. Namun harus menyesuaikan dengan kondisi daerah. " Di Bali banyak daerah yang blank spot tidak ada signal untuk akses internet. Ada juga karena desa para siswa belum terjangkau internet. Jadi ini persoalan juga," ujar Rawan Atmaja.
Politisi asal Desa Bualu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini juga menegaskan, untuk fasilitas sekolah negeri penting ditambah di Bali dalam mencari solusi persoalan PPDB setiap tahunnya. "Disamping itu juga pemerintah tetap punya tugas membina dan memajukan pendidikan tanpa menganaktirikan sekolah swasta," ujar anggota Komisi IV DPRD Bali membidangi pendidikan ini.
Anggota Fraksi Golkar I Wayan Gunawan menambahkan, ada kasus di Desa Songan, Kintamani, Bangli tidak bisa masuk sekolah negeri karena tidak memiliki fasilitas untuk online. "Bukan tidak punya pulsa dan tidak ada internetnya. Mereka HP (ponsel) tidak mampu beli. Karena miskin dan orangtua tidak mampu," beber politisi asal Desa Batur, Kecamatan Kintamani Bangli ini.
Harusnya menurut Gunawan, ada kebijakan pemerintah dalam membuat aturan PPDB. Misalnya ada pengecualian atau toleransi dengan sistem pendaftaran dengan konvensional bagi siswa yang tidak punya fasilitas atau tidak terjangkau akses internet. "Tidak semua wilayah Indonesia terjangkau internet. Parahnya sekarang musim pandemi Covid-19, orangtua lebih memilih beli beras ketimbang beli ponsel. Itu di desa dibalik pegunungan di Kintamani nyata kejadiannya," tegas mantan Ketua DPD II Golkar Bangli ini. *nat
Rawan Atmaja kemarin didampingi anggota Fraksi Golkar DPRD Bali Ni Putu Yuli Artini (dapil Karangasem), I Made Suardana (dapil Jembrana), dan I Wayan Gunawan (dapil Bangli). Hadir juga Sekretaris DPD I Golkar Bali I Made Dauh Wijana selaku Tim Ahli Fraksi.
Menurut Rawan Atmaja, pola online sangat bagus kalau ingin mengikuti perkembangan teknologi dan kecepatan. Namun harus menyesuaikan dengan kondisi daerah. " Di Bali banyak daerah yang blank spot tidak ada signal untuk akses internet. Ada juga karena desa para siswa belum terjangkau internet. Jadi ini persoalan juga," ujar Rawan Atmaja.
Politisi asal Desa Bualu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini juga menegaskan, untuk fasilitas sekolah negeri penting ditambah di Bali dalam mencari solusi persoalan PPDB setiap tahunnya. "Disamping itu juga pemerintah tetap punya tugas membina dan memajukan pendidikan tanpa menganaktirikan sekolah swasta," ujar anggota Komisi IV DPRD Bali membidangi pendidikan ini.
Anggota Fraksi Golkar I Wayan Gunawan menambahkan, ada kasus di Desa Songan, Kintamani, Bangli tidak bisa masuk sekolah negeri karena tidak memiliki fasilitas untuk online. "Bukan tidak punya pulsa dan tidak ada internetnya. Mereka HP (ponsel) tidak mampu beli. Karena miskin dan orangtua tidak mampu," beber politisi asal Desa Batur, Kecamatan Kintamani Bangli ini.
Harusnya menurut Gunawan, ada kebijakan pemerintah dalam membuat aturan PPDB. Misalnya ada pengecualian atau toleransi dengan sistem pendaftaran dengan konvensional bagi siswa yang tidak punya fasilitas atau tidak terjangkau akses internet. "Tidak semua wilayah Indonesia terjangkau internet. Parahnya sekarang musim pandemi Covid-19, orangtua lebih memilih beli beras ketimbang beli ponsel. Itu di desa dibalik pegunungan di Kintamani nyata kejadiannya," tegas mantan Ketua DPD II Golkar Bangli ini. *nat
1
Komentar