Jaksa Tolak Eksepsi Ketua KSP Sedana Yoga
NEGARA, NusaBali
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ivan Praditya Putra dkk menolak eksepsi (keberatan atas dakwaan) yang diajukan Ketua KSP (Koperasi Simpan Pinjam) Sedana Yoga, Jembrana, Ni Luh Sri Artini, 43, yang menjadi terdakwa dugaan penipuan dan penggelapan sertifikat tanah.
Dalam sidang di PN Negara, JPU Ivan menyatakan alasan eksepsi yang diajukan terdakwa melalui kuasa hukumnya, Supriyono mengenai dakwaan JPU yang disebut obscuur libel dan tidak beralasan sudah masuk dalam pokok perkara. “Itu bukan materi eksepsi,” tegas JPU membacakan tanggapan atas eksepsi terdakwa.
Ditambahkan, ekspesi yang juga menyebut dakwaan prematur juga dibantah JPU. Menurutnya pemeriksaan perkara pidana tidak terikat dengan putusan perkara perdata. “Kuasa hukum terdakwa juga keliru dalam menafsirkan dakwaan. Dalam eksepsi disebutkan jika dakwaan disusun secara subsidaritas. Padahal dakwaan JPU disusun secara alternative karena perbedaan dakwaan sebagai dasar pemeriksaan perkara pidana yang berdampak pada pembuktian perbuatan terdakwa,” tegas JPU.
Dijelaskan, kasus ini bermula pada 2016 lalu, dimana saksi korban atau pelapor I Made Wirantara menghadiri sidang gugatan perdata di PN Negara. Dalam sidang itu Wirantara kaget mengetahui dirinya digugat karena memiliki hutang sebanyak Rp 185 juta di koperasi yang dipimpin terdakwa. Padahal, Wirantara tidak memiliki hutang apapun di KSP Sedana Yoga.
Dalam putusan sidang perdata tersebut, gugatan Sri Artini ditolak seluruhnya. Bahkan hingga putusan PK (Peninjauan Kembali) di MA, majelis hakim kembali memenangkan saksi korban, Wirantara.
Meski sudah dinyatakan kalah, namun terdakwa tak kunjung menyerahkan sertifikat yang menjadi hak Wirantara. Atas kejadian penguasaan sertifikat tanpa hak itu, saksi korban pun mengalami kerugian Rp 900 juta. Atas perbuatannya, terdakwa didakwa dengan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan. *ode, rez
Ditambahkan, ekspesi yang juga menyebut dakwaan prematur juga dibantah JPU. Menurutnya pemeriksaan perkara pidana tidak terikat dengan putusan perkara perdata. “Kuasa hukum terdakwa juga keliru dalam menafsirkan dakwaan. Dalam eksepsi disebutkan jika dakwaan disusun secara subsidaritas. Padahal dakwaan JPU disusun secara alternative karena perbedaan dakwaan sebagai dasar pemeriksaan perkara pidana yang berdampak pada pembuktian perbuatan terdakwa,” tegas JPU.
Dijelaskan, kasus ini bermula pada 2016 lalu, dimana saksi korban atau pelapor I Made Wirantara menghadiri sidang gugatan perdata di PN Negara. Dalam sidang itu Wirantara kaget mengetahui dirinya digugat karena memiliki hutang sebanyak Rp 185 juta di koperasi yang dipimpin terdakwa. Padahal, Wirantara tidak memiliki hutang apapun di KSP Sedana Yoga.
Dalam putusan sidang perdata tersebut, gugatan Sri Artini ditolak seluruhnya. Bahkan hingga putusan PK (Peninjauan Kembali) di MA, majelis hakim kembali memenangkan saksi korban, Wirantara.
Meski sudah dinyatakan kalah, namun terdakwa tak kunjung menyerahkan sertifikat yang menjadi hak Wirantara. Atas kejadian penguasaan sertifikat tanpa hak itu, saksi korban pun mengalami kerugian Rp 900 juta. Atas perbuatannya, terdakwa didakwa dengan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan. *ode, rez
Komentar