Polemik Kartu Prakerja, Apa Manfaatnya Bagi Rakyat?
Babak baru tarik ulur kelanjutan program Kartu Prakerja nampaknya akan segera menemui titik temu. Pemerintah yang diwakili oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM menyampaikan bahwa pelatihan gelombang keempat kartu prakerja diperkirakan akan dibuka kembali minggu depan.
Penulis : I Gede Heprin Prayasta
Statistisi di Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangli
Mahasiswa Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana
Keputusan tersebut akan diambil setelah verifikasi pemeriksaan pelaksanaan kartu prakerja gelombang II dan III secara resmi dirilis oleh BPKP. Penerapan kebijakan yang digadang-gadang mendorong kebekerjaan sesorang lewat pengurangan missmatch ketenagakerjaan di Indonesia ini memang tidak selalu berjalan mulus. Banyak kritik yang menghujani program berbasis pelatihan kerja yang resmi diluncurkan secara resmi per tanggal 20 Maret 2020 dengan payung hukum Perpres No 36 Tahun 2020. Lalu, apa manfaatnya bagi rakyat?
Dikutip dari Liputan6.com, terhitung hingga tanggal 19 Mei 2020 jumlah peminat manfaat program Kartu Prakerja mencapai 10,4 juta orang. Statistik penerima Kartu Prakerja menunjukkan bahwa sebanyak 66,53 persen penerima manfaat adalah penduduk laki-laki sedangkan perempuan hanya 33,47 persen. Survei yang dilakukan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) tersebut juga melaporkan bahwa sebanyak 4.105 penerima manfaat menyatakan bahwa insentif yang diterima digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kemudian 1.228 orang menggunakannya untuk modal usaha, 1.101 orang untuk membiayai kebutuhan mencari kerja, 905 orang menabung insentif yang diterima, 611 orang membayar kredit atau utang serta 67 orang memberi pinjaman seperti dikutip dari Investor.id. Capaian yang cukup progresif untuk ukuran program yang umurnya belum seumur jagung . Meskipun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa terobosan yang merupakan kolaborasi antara pemerintah dan swasta ini sudah mulai menuai banyak kritik. Secara teknis memang masih banyak proses pelaksanaan kartu prakerja yang belum sempurna sehingga ruang untuk berbenah sangat memungkinkan diupayakan. Tak heran banyak pengamat ketenagakaerjaan dan lembaga kebijakan publik pun turut serta mengkawal pelaksanaan program Kartu Prakerja.
Kajian oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bahwa penunjukkan platform digital yang menjadi mitra Kartu Prakerja tidak melalui proses lelang pengadaan barang dan jasa pemerintah seperti dikutip dari Kompas.com. Disebutkan bahwa lima dari delapan perusahaan penyedia rentan memiliki konflik kepentingan dengan pelaksanaan progam pelatihan. Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Airlangga, Hadi Subhan, menyebutkan bahwa Kartu Prakerja tidak efektif selama masa pandemi karena yang dibutuhkan adalah bantuan langsung tunai untuk bertahan hidup. Selain itu dari sisi konten, banyak yang menilai bahwa tarif yang dipatok di pelatihan kartu prakerja terlalu tinggi dibandingkan dengan konten sejenis yang dapat diakses secara gratis di media sosial lainnya. Tuntutan lain tidak berhenti disana, keberlanjutan setelah mendapatkan pelatihan kerja pun kembali dipertanyakan. Siapa yang menjamin bahwa penerima manfaat akan mampu menerapkan ilmu yang diperoleh dari pelatihan Kartu Prakerja?
Perlu digaris bawahi bahwa program Kartu Prakerja memang awalnya dirancang oleh Kementerian Ketenangakerjaan sebagai salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo di pemerintahan keduanya. Program prakerja ini semula ditargetkan untuk para calon pekerja dan korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan anggaran 10 triliun rupiah. Namun, atas arahan Presiden, program tersebut dialihkan pelaksanaannya ke Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, sebagai upaya untuk mengurangi dampak Covid-19. Program Kartu Prakerja lalu membidik korban PHK dan anggarannya meningkat jadi 20 triliun rupiah. Jumlah yang cukup fantastis, namun apakah cukup untuk mengatasi problematika ketenagakerjaan saat ini yang turut diperburuk oleh mewabahnya pandemi global Covid-19? Statistik ketenagakerjaan Indonesia yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik mencatat bahwa selama setahun terakhir sebelum pandemi jumlah pengangguran bertambah sebanyak 60 ribu orang meskipun secara persentase menurun menjadi 4,99 persen. Kondisi pandemi diperkirakan akan membawa dampak yang lebih dahsyat bagi pekerja sektor informal dan berpendapatan rendah (kurang dari 1,8 juta rupiah) seperti laporan hasil Survei Sosial Demografi Dampak Covid-19 oleh Badan Pusat Statistik.
Sebagai bentuk respon atas berbagai kritik yang ditujukan terkait pelaksanaan kebijakan kartu prakerja, Pemerintah menerbitkan Perpres Nomor 76 Tahun 2020 tentang perubahan atas Perpres Nomor 36 Tahun 2020. Peraturan tersebut telah mengakomodir penyesuaian dari sisi regulasi pelaksanan program kartu prakerja yang bertransformasi menjadi semi bantuan sosial di masa pandemi Covid-19. Peraturan ini mencakup perbaikan teknis yang akuntabel sehingga manfaat yang diberikan benar-benar dapat dioptimalkan dalam penciptaan pekerjaaan. Kembali ke konsep awal, kartu prakerja diperuntukkan untuk memberikan skill bukan untuk kepentingan konsumsi meskipun ditemukan kecenderungannya selama masa pandemi. Kebutuhan konsumsi memang diprioritaskan dalam jangka pendek untuk menggerakkan roda perekonomian. Dalam jangka panjang perlu strategi pemulihan ekonomi nasional yang berkelanjutan dengan bantuan suntikan dengan kebijakan extraordinary penanganan dampak pandemi. Kartu prakerja menjadi salah satu terobosan penting dalam upaya mengatasi kompleksitas permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia.
Fokus pemerintah saat ini tidak hanya memulihkan stabilitas ekonomi nasional tetapi juga berupaya untuk mendorong masyarakat untuk turut serta aktif menumbuhkan minat kebekerjaan. Strateginya bukan lagi menciptakan lapangan pekerjaan namun bagaimana menciptakan nilai pekerjaan atau value creation job melalui peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM. Upaya ini merupakan langkah pemerintah untuk mendorong daya saing global di masa revolusi industri 4.0. Sebagai salah satu negara yang baru saja ditetapkan sebagai upper middle income country oleh Bank Dunia, peningkatan kualitas SDM mutlak diperlukan untuk benar-benar keluar dari middle income trap dan jebakan pandemi global Covid-19. Kartu prakerja dapat diibaratkan diberikan untuk membuat pancing bukan ikan sehingga nanti masyarakat bisa menciptakan sendiri kolam dan lautan mana yang akan mereka tuju. Terlepas dari kontoversi teknis pelaksanaan yang masih belum sempura, program ini menjadi salah satu tumpuan asa peningkatan kapasitas sehingga nanti mampu berdikari setelah perekonomian pulih. Kartu prakerja bukan satu-satunya jalan keluar permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia saat ini. Percayalah bahwa pemerintah pun ingin mendorong mentalitas produktif bukan konsumtif dan pasif. Jaminan keberlanjutan bukan berarti selalu dalam bentuk tunai melulu tapi juga dalam bentuk iklim perekonomian yang positif, suku bunga usaha yang rendah, infrastruktur, pelayanan terpadu dan berbagai bentuk kemudahan lainnya. Mari kita kawal bersama pelaksanaan kartu prakerja. Semua upaya tersebut tidak lain tidak bukan sebagai perwujudan untuk mencapai Indonesia Maju!
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
1
Komentar